Chapter 11: Aman

134 31 4
                                    

"KAU suka kuenya?" tanya Ren, menopang dagunya.

Lily mengangguk. "Rasa stroberi."

"Yup. Kesukaanmu," kata Ren, bangun dari posisinya untuk membawa piring miliknya ke dapur yang berposisi tak jauh dari ruang tengah. "Kuharap kita bisa mendapatkan berita baik dari Mike besok."

Lily mengangguk. "Kuharap juga begitu."

"Maksudku, jarak Jepang dan Prancis jauh sekali," ucap Ren. "Dia pergi sejauh itu hanya demi satu wanita. Yah, meskipun ditemani oleh asistennya."

"Karena rasa khawatir," gumam Lily. "Ren."

"Hm?"

"Aku berpikir, malam ini," Lily memberi jeda. "Ternyata, tiap perasaan itu berhubungan satu sama lain. Jika kau sayang, maka kau peduli. Jika kau peduli, maka kau khawatir. Jika kau khawatir, maka kau sedih."

Ren tersenyum, menepuk kepala Lily pelan dengan bangga. "Kau pintar sekali."

"Hentikan lovey-dovey kalian ini karena membuatku sedikit muak," komentar Claude, membuat senyuman Ren berubah menjadi tatapan sebal. "Ren, kau bersihkan semua ini nanti. Marie sudah kusuruh tidur duluan. Ini acaramu, jadi bereskan."

"Kau ini…" Ren tersenyum kecut. "Bisa-bisanya mengatur seenakmu."

"Tak apa, Ren. Aku akan membantumu," ucap Chuck. Lelaki itu meraih piring dan gelas yang ada di atas meja, lalu membawanya ke dapur.

Sejujurnya, Ren menyukai Chuck. Dia adalah lelaki Asia yang sangat sopan dan ramah. Dia juga seorang kutu buku yang anti elektronik, bahkan lelaki itu tetap membawa buku di pesta ulang tahun hari ini. Dia juga tampak pintar dan berwawasan luas sehingga tak ada habisnya jika mengobrol dengannya. Dia adalah orang yang seru.

"Chuck, ini sudah malam," Ren melirik jam tangannya. "Aku minta maaf karena membuatmu pulang larut malam."

"Aku berterimakasih karena kalian, aku jadi bersenang-senang," jawab Chuck. "Ya, aku akan pulang. Aku harus ke rumah sakit sebelum pulang."

"Rumah sakit?" Ren mengernyitkan dahinya. "Ada apa, teman?"

Chuck terdiam sejenak, tampak ragu untuk menjawab pertanyaan Ren. "Aku ingin mengunjungi adikku."

"Adikmu?" tanya Ren. "Ada apa?"

"Dia sakit," jawab Chuck, mencoba tersenyum. "Hanya akulah keluarganya. Jadi, aku harus menjaganya."

Ren dan Lily saling pandang.

"Separah apa kondisinya?"

"Dokter bilang, tak ada jalan lain selain operasi," jawab Chuck, dengan napas yang mulai terdengar berat. "Namun, aku… kakak yang tak berguna, aku tak bisa memberikannya apa yany dia butuhkan."

"Kau tak memiliki uang."

"Benar," Chuck menghela napasnya. "Baiklah, Ren, Lily, aku akan pulang segera. Terima kasih karena sudah mengundangku dan membeli donatku untuk pesta ulang tahun hari ini."

"Chuck," Ren memberi jeda. "Berapa yang kau butuhkan?"

Chuck tampak sedikit kaget. "Kau tak perlu…"

"Aku akan membantu."

"Ren, sungguh, kau tak perluー"

"Anggap saja, aku melakukan ini untukku. Aku yang mau adikmu sembuh," ujar Ren, memegang bahu Chuck. "Oke?"

Chuck membungkuk. "Terima kasih."

Lily tak mengerti apa yang Ren dan Chuck obrolkan setelah itu. Hanya saja, Lily bisa melihat bahwa ekspresi Chuck benar-benar campur aduk. Bahagia, sedih, bingung, sekaligus haru. Lily sampai tak bisa mengidentifikasi apa yang Chuck rasakan. Sampai akhirnya lelaki itu pamit untuk pulang dan berlalu.

Safest HavenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang