Sinar matahari pukul tiga sore menembus jendela kaca sekretariat klub jurnalistik yang sudah menyala lampunya, menyorot seorang gadis yang tengah duduk bersila sambil memainkan gitar.
Rambut cokelatnya yang makin ke belakang makin panjang dibiarkan terurai. Kaus putih yang dipakainya oversize. Kalung dari susunan rantai kecil menggantung di tengkuknya."I'm breaking down, gieok soge sara.
Inside my memory.."Gadis itu bernyanyi dengan petikan senar yang makin renggang. Lagunya sudah selesai. Padahal, Jungkook baru saja bersandar di ambang pintu dan mendengar sedikit. Pria gondrong dengan sebatang rokok di selipan telinga itu pun segera berdiri.
Tok tok tok!
"Eh? Hei, Jung," sapanya setelah melihat siapa yang mengetuk pintu terbuka itu.
Jungkook tetap berdiri di sana, sedangkan gadis itu segera bangkit, menaruh gitar di sudut ruangan, lalu menyambar kunci di meja komputer. Dia juga membenarkan ransel yang sedari tadi dipanggulnya.
"Permainan gitarmu sudah lebih baik," komentar Jungkook sambil menunggu.
"Biasa saja. Tidak sebaik dirimu," balasnya.
"Tidak, Kath. Aku tidak bermain dengan baik. Aku bermain dengan andal. Hehe." Pria itu tertawa kecil.
Kathleen yang sudah berada di luar, sudah mulai menutup pintu, hanya terkekeh tak terkejut. Itu Jungkook, pria paling berbakat di kampus ini. Yang tidak bisa dia lakukan hanya menghentikan orang-orang untuk menyukainya.
"Dasar sombong," ledek Kathleen.
Setelah meledek Jungkook dan mengunci sekretariat, Kathleen melangkah lebih dulu, membuat Jungkook harus sedikit berusaha untuk menyamakan langkah dan berada di sampingnya.
"Ngomong-ngomong, bagaimana buletin kalian? Ini buletin pertama kalian setelah kau menjadi pemimpin redaksi, 'kan?" tanya pria berkaus hitam itu.
"Buletin ... sudah selesai. Hanya perlu sedikit waktu untuk dicetak. Mungkin besok dibagikan di setiap kelas."
Jungkook mengangguk-angguk. "Itu keren, padahal kalian sudah beberapa kali dikecam. Apa kalian tidak takut?"
"Takut. Ah, lalu bagaimana dengan urusanmu?"
"Sudah selesai. Semua persyaratan olimpiade sudah aku kumpulkan. Ya, walaupun kau tahu aku sangat bodoh di bidang Kimia."
Kathleen menyentuh bahu Jungkook sambil tersenyum lebar. "Aku akan membantu. Setidaknya kau harus lolos tahap pertama. Oke?"
Mereka terus mengobrol sampai akhirnya tiba di luar gedung klub, gedung yang memang disediakan untuk semua klub di kampus itu. Keduanya terus berjalan hingga keluar dari lingkungan kampus, kemudian menuju halte.
Ketika keduanya duduk bersisian, tepat setelah Jungkook mengambil rokok di selipan telinganya, tiba-tiba Kathleen menyandarkan kepala pada pundak Jungkook, lalu pria itu pun menoleh.
"Kau oke?" tanyanya.
Jungkook tidak terkejut. Mood Kathleen memang tak bisa ditebak, selama apa akan bertahan dan kapan akan berubah.
Kathleen menggeleng. "Firasatku buruk sejak pagi. Bahkan bernyanyi tidak membantu."
"Tentang kampus?"
"Bukan."
"Lalu?"
"Entahlah."
Tak lama kemudian, bus mereka datang. Kathleen dan Jungkook pun naik, kemudian duduk bersebelahan. Kathleen langsung bersandar pada pria itu, lagi. Dia pun langsung tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEVEN: Wild Flower
FanficKathleen hanya ingin menjadi jurnalis, sambil berpacaran dengan Jungkook setiap hari. Tapi, tiba-tiba, ayahnya yang mafia itu meninggal dan mewariskan semua-muanya, kepadanya. SEVEN: Wild Flower © @charuandati In cover : @baasmabwsy