17. THE FIND OUT (3)

3.4K 227 3
                                    

Begitu dibawa masuk, Seri ditempatkan di salah satu kursi kayu yang nyaman. Perempuan itu, memandang sekeliling hingga wanita paruh baya yang membawanya masuk memberikan peringatan.

"Jangan pergi kemana-mana! Jangan sentuh apapun! Jangan lihat apapun!" teriak wanita itu.

"Ehm, baiklah."

Seri melihat, wanita itu melangkah masuk ke dalam rumah. Begitu sosok wanita paruh baya itu menghilang, Seri mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia melihat banyak sekali foto dan hiasan dinding kayu tergantung dengan rapi.

Rumah ini, lebih nyaman daripada kamar, batin Seri.

Perempuan itu hendak berdiri, namun suara roda dan langkah kaki membuat tubuhnya terpaku di atas kursi. Ia tidak duduk berdaya, wajahnya menjadi tegang.

Perempuan itu menjadi semakin tidak berdaya saat melihat wanita paruh baya itu membawa wanita tua yang duduk diatas kursi roda. Yang membuat Seri tidak berdaya alias lemas adalah sosok wanita tua itu sangat mirip dengan wanita hamil yang dia lihat.

Bagaimana bisa? Sudah berapa tahun berlalu dari tahun itu? Jika dia tua, padahal yang aku lihat saat itu muda ... artinya saat itu aku berada di tahun yang sangat jauh. Anehnya ... kenapa aku bisa mengenali wanita tua itu saat ini? batin Seri.

Seri masih belum bergerak. Dia baru berubah posisi, ketika wanita paruh baya itu memposisikan dirinya dan wanita di kursi roda berhadap-hadapan dengan Seri. Seri dapat melihat, mata wanita tua itu memicing.

"Ini Ibuku. Kurasa, kau harus bertemu dengannya, nak," kata wanita paruh baya.

"Sebelum itu ... siapa nama ibu?" tanya Seri.

"Namaku? Aku Putu. Dinamai seperti itu oleh ibuku karena aku sangat menyukai kue putu dulu. Sedangkan ibuku ... namanya Darapuspita."

Seri hendak menjawab, tetapi Darapuspita bergerak mendekatinya dan menunjuk-nunjuk matanya. Seri menatap Putu, tetapi ... wanita itu malah mengangkat bahunya.

"Kau! Keturunan Cakrawangsa! Untuk apa kau kemari? Tidak boleh ada yang mengusik hidupku lagi! Tapi ...  tunggu, kamu perempuan? Bagaimana bisa kamu bertahan? Atau ... usiamu berapa saat ini?"

Seri diberondong pertanyaan oleh Darapuspita. Perempuan itu menjadi bingung, untuk apa wanita tua itu menanyakannya?

"Usia saya ... 16 tahun, Desember nanti ... 17 tahun," ungkap Seri.

"Kau! Sama seperti Putu!"

"Tunggu, apa?" tanya Seri.

Putu yang sudah paham situasi, mulai menjelaskan bahwa dia adalah keturunan ketiga Cakrawangsa. Darapuspita sendiri adalah seorang istri dari kakak tertua. Kakak tertua dari tiga pendiri Cakrawangsa.

Darapuspita saat itu mencoba kabur setelah mengetahui fakta mengerikan mengenai keluarga Cakrawangsa. Suami dari Dara tidak pernah mengikuti atau mencarinya. Yang mengikuti kedua ibu dan anak tersebut adalah teror dari Cakrawangsa.

"Walau berhasil kabur, darah Cakrawangsa tetap mengalir padaku. Memutuskan hubungan dengan Cakrawangsa itu sangat sulit untuk dilakukan. Ibuku mengorbankan segalanya tetapi semuanya sia-sia. Pada saat usiaku menginjak 17 tahun, alias usia dimana aku akan ditumbal—"

Kalimat Putu diputuskan oleh suara dobrakan dari luar. Seri melongok, ia terkejut saat melihat begitu banyak gembok yang menahan dobrakan itu.

"Itu ... mereka dobrak pintu? Siapa mereka?" tanya Seri.

"Mereka, adalah sosok yang terus-terusan menerorku dan ibuku. Sebelum aku bercerita lebih jauh ... kau datang ke mari ijin kepada orang tuamu?"

Seri diam sejenak. Pikirannya melayang selama beberapa menit, dengan lagu pengantar berupa dobrak pintu. Lantas ia menjawab, "iya, tetapi, tidak dengan alasan mencari kalian. Aku beralasan untuk kerja kelompok."

"Kau. Aih, keluarga Cakrawangsa tidak bisa dibohongi kau tahu? Mereka terlalu cerdas dan gila!"

Putu menepuk kepalanya. Dia menghela napas panjang. Putu berjalan masuk dengan sang ibu. Seri kini sendirian di ruang tengah. Perempuan itu masih bisa mendengar dobrakan pintu.

Putu muncul lagi dengan segerombol kunci yang beberapa diantaranya berkarat. Seri menerima hal itu dengan bingung.

"Apa ini?" tanya Seri.

"Cari sesuatu yang bisa dibuka dengan kunci-kunci itu. Cari di rumah utama Cakrawangsa. Terutama bagian barat. Kau akan mendapatkan banyak fakta mengenai Cakrawangsa," ungkap Putu.

Detik berikutnya, Putu masuk ke mata dan keluar dengan koper besar yang Seri sendiri tak tahu isinya. Seri yang kebingungan menghampiri Putu. Perempuan itu melihat, Putu meletakkan koper di bawah kursi roda Dara.

"Kalian mau ke mana?" tanya Seri.

"Pindah."

"Kenapa?" tanya Seri.

"Karena kau kemari, agar Cakrawangsa tidak tahu ... aku dan ibuku akan pindah ke Yogyakarta bagian barat," balas Putu dengan lirih.

"Apa?"

"Sudahlah! Sekarang kami akan pergi. Kau juga harus pergi sebelum sosok yang mencoba mendobrak pintu menangkapmu."

***

Seri kembali ke rumah ketika hari mulai gelap. Tas punggungnya menjadi sangat berat karena kunci-kunci yang diberikan Putu. Saat  ini ia akan mencoba mencari tahu lebih lanjut.

Sebelum ketahuan oleh orang tuanya. Seri menyembunyikan kunci dibawah tempat tidurnya. Ia melapisi kunci-kunci berkarat itu dengan plastik hitam dan ia masuk ke dalam kotak.

"Gedung barat?"

Tumbal Keluarga CakrawangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang