Seri keluar dari ruangan di bawah lantai berderit dengan mata sembab. Untungnya diatas lantai tidak ada ayahnya. Entah pergi kemana Ian pada waktu itu.
Begitu keluar dari ruang kerja ayahnya, Seri melihat jam dinding tua yang selalu berdentang saat tengah malam. Pukul 10 malam.
Pantas saja ayah tidak ada di ruang kerjanya. Kira-kira ... berapa lama ku menangis di bawah sana? batin Seri.
Dengan langkah gontai, Seri menaiki tangga dan memasuki kamarnya. Perempuan itu membanting tubuhnya diatas tempat tidur. Ia menghela napas panjang.
Semua hal yang terjadi di rumah Cakrawangsa terus saja berputar di kepala Seri. Kepalanya ingin meledak jika saja bisa.
"Sepertinya ... mati lebih baik. Tapi ... aku takut menghadapi ... kematian," ujar Seri.
Anak bungsu Ian Cakrawangsa itu bangkit dari tempat tidur dan membuka laci yang ada dimeja belajarnya. Terlihat di dalamnya, batu ruby yang merah menyala. Tangan seri menyentuh batu itu dan mengambilnya.
Dengan penuh emosi, ia melemparkan batu itu hingga terdengar bunyi benturan yang sangat keras. Bahkan menimbulkan cahaya merah yang sangat terang di kamar Seri.
Detik berikutnya, suara rintihan terdengar dan menggema di kamar Seri yang kedap suara. Seri belum pernah mendengar suara ini, tanpa aba-aba perempuan itu meloncat mengambil batu ruby dan meloncat lagi ke tempat tidur.
Satu tangan menggenggam batu ruby, satunya lagi memegang bantal tidur untuk menutupi diri. Hanya bagian mata yang tidak ditutupi oleh perempuan itu.
"Ini ... hantu yang katanya merusak itu?" gumam Seri.
Gumaman Seri disambut oleh kemunculan sosok besar bermata merah. Yang memiliki wujud manusia setengah harimau. Ia mengaum dengan keras saat melihat ada seseorang yang tetap terjaga walau melihat dirinya.
Harimau tersebut hampir saja meloncat dan mengakhiri Seri dengan cepat. Seri yang ketakutan mengangkat tangannya keatas. Batu ruby yang ia genggam kini terlihat. Batu itu berpendar-pendar berwarna merah, warna yang sama dengan mata sosok manusia setengah harimau.
Harimau itu berhenti bergerak, ia menunduk seakan kehilangan energinya. Hewan berbadan besar itu tumbang di tengah kamar Seri. Menutupi akses jalan keluar.
"A-apa yang terjadi sebenar—"
"Saya menghadap anda, Serinaraya Cakrawangsa. Saya patuh dan tunduk kepadamu," ujar harimau itu.
"Apa?" tanya Seri.
Harimau itu masih saja diam. Hewan besar itu sulit sekali dikontrol kekuatannya. Harimau yang datang tidak diundang, masih diam tidak bergerak.
Seri pikir, ada sesuatu yang tidak beres dengan hewan besar itu. Patuh yang disebutkan membuat Seri memberanikan diri untuk mencoba bertanya kepada harimau itu.
"Bolehkah aku bertanya?"
"Silahkan," jawab manusia setengah harimau itu.
"Oke. Jadi ... kau ini ... apa?" tanya Seri takut-takut.
"Aku adalah utusan yang dikirimkan untuk mengatasi keluarga Cakrawangsa. Beberapa hal yang terjadi akhir-akhir ini, sangat bertentangan dengan kehendak yang se-aslinya. Bagaimanapun, tidak ada yang boleh melanggar hal-hal yang memang sedari dulu tidak diperbolehkan," jawab harimau itu.
"Apakah ... yang kau maksud adalah percepatan waktu?"
Harimau itu mengangguk. Seri menahan napas melihatnya. Perempuan itu diam untuk beberapa saat. Percepatan waktu yang dilakukan melanggar kehendak yang semestinya.
Seri pikir, harimau itu turun untuk mengatasi keluarga Cakrawangsa yang semakin menjadi-jadi. Walau Seri belum yakin dengan benar, tetapi tidak ada pilihan lain selain mengorek informasi dan memanfaatkan harimau itu dengan baik.
"Manfaatkan saja aku," celetuk harimau itu.
"Kau bisa membaca pikiranku? Hah ... baiklah, jelaskan kepadaku ... apa maksud dari percepatan waktu dan mengapa kau datang ke rumah ini?" tanya Seri.
Perempuan itu sebenarnya ingin menambahkan tentang cakaran yang menyebar di rumah ini. Kebenaran cerita dari Sura Cakrawangsa yang mengatakan jikalau cakaran itu tidak diurus, maka akan dibunuh. Apakah itu benar atau hanya cerita yang disimpulkan tanpa mengetahui sisi yang lainnya?
Seri masih takut dengan harimau itu. Makanya dia mengindari pertanyaan yang sedikit menyinggung perasaan. Semua makhluk mempunyai perasaan, anak bungsu Ian itu tidak ingin pertanyaannya menyakiti perasaan orang lain.
"Kemarin, saat kau pergi dari rumah Cakrawangsa. Ayahmu dan para pria yang ada di rumah ini ... memanggil Iblis Cakrawangsa. Mereka hendak meminta dikabulkan satu permintaan, yakni percepatan waktu. Maksudnya, waktu di rumah Cakrawangsa di percepat hingga delapan bulan. Hal ini sangat bertentangan dengan hukum alam, hal yang berhubungan dengan ruang dan waktu ... tidak bisa diatur sedemikian rupa," ungkap harimau itu.
Seri menutup mulutnya tidak percaya. Orang gila jika melakukan hal itu hanya untuk kepentingan pribadi. Seri akan menyatukan fakta-fakta ini jika semuanya sudah terkumpul dalam satu kertas.
"Lalu?" tanya Seri.
"Lalu, aku datang ke rumah ini untuk mengatasi masalah ini. Cara baik sudah tidak bisa diberlakukan pada keluarga ini, makanya ... aku melakukan hal-hal itu. Keluarga Cakrawangsa, hanya melakukan ini untuk kekayaan, kecerdasan dan sanjungan orang-orang," jawab harimau itu.
Seri kembali dibuat tertegun. Keluarga Cakrawangsa, rupanya seburuk itu. Kecerdasan, kekayaan dan rasa hormat dari orang-orang merupakan hasil dari pesugihan atau perjanjian.
"Jadi ... Kecerdasan ini bukan berasal dari diri sendiri? Melainkan dari bantuan makhluk gaib?" gumam Seri.
Teman Seri pernah membahas hal ini, Seri juga pernah mempercayai argumen ini. Tetapi, mengapa Seri melupakan hal itu?
Seri sekarang menjadi yakin, ia rela berperang dengan darah dan air mata. Berteman dengan tangis dan kekecewaan, demi menghancurkan perjanjian Cakrawangsa.
"Kau, mau membantuku bukan?" tanya Seri kepada manusia setengah harimau.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tumbal Keluarga Cakrawangsa
Paranormal"Cakrawangsa, artinya keluarga cerdas. Tetapi, apakah menumbalkan putri mereka kepada makhluk halus adalah tindakan cerdas?" tanya Seri. Serinaraya Cakrawangsa adalah bungsu dari lima bersaudara. Cakrawangsa nama keluarganya. Cakrawangsa memiliki a...