3. THE BEGINNING (3)

5.9K 340 43
                                    

Anak-anak Karta berjalan menyusuri hutan kembali. Bedanya, kini hanya ada tiga anak yang berjalan. Arini ... ia telah ditumbalkan demi kepentingan kakak-kakaknya.

Wajah Aji nampak senang. Sedangkan Teja, menunjukkan raut antara senang dan bersalah. Walaupun semua ini bermula dari idenya, Teja merasa bersalah.

Tapi, balasan yang kudapat setimpal dengan menumbalkan Arini. Aku kaya dan akan disanjung, aku harus menikmatinya selagi bisa dan menepis semua rasa bersalah ini, batin Teja.

Sedangkan Daru, lebih terlihat ketakutan, laki-laki itu merasa tindakan yang telah mereka lakukan adalah salah. Tetapi, seberapa banyak mereka menyesal, Arini tidak akan kembali. Arini telah pergi selama-lamanya. Perempuan itu menjadi makanan dari Iblis Cakrawangsa.

"K-kak Aji ..., apa yang akan terjadi ada kita?" tanya Daru pelan.

Angin berhembus kencang, membuat anak rambut Aji dan kedua adiknya terangkat dan tertiup angin. Aji menoleh kepada Daru, ia tersenyum lebar. Senyum itu juga menular kepada Teja.

"Tentu saja kita akan baik-baik saja. Kita akan kaya, lalu menikah dan nantinya kita akan menumbalkan putri-putri kita," ujar Aji dengan senyuman yang masih enggan pergi.

Daru hendak mendebat, tetapi ia terkejut dengan perubahan warna mata Aji dan Teja. Mata mereka yang tadinya hitam berubah menjadi merah menyala.

Semerah ... darah, batin Daru.

Daru memilih untuk tidak bertanya mengenai masalah mata aji dan Teja, ia juga tidak jadi mendebat kakaknya. Anak kedua itu memilih mengalihkan pandangannya, dan meminta kedua saudaranya untuk kembali berjalan.

"Kau benar kak, hari semakin larut, ayo kita kembali ke rumah," balas Teja setelah mendengar permintaan Daru. Senyum di wajah Teja, juga belum pergi dan malah semakin lebar.

Daru sengaja melirik kedua saudaranya, ia berharap senyuman dari keduanya sudah menghilang. Tetapi, senyum itu malah semakin lebar. Membuat jantung Daru berdetak lebih cepat.

"Ayo adik-adikku."

Aji dan Teja kembali berjalan, Daru mengikuti dari belakang dengan jarak yang cukup jauh. Beberapa kali, Daru menatap belakang. Laki-laki itu melirik rumah kayu yang mereka datangi. Entah mengapa, Daru merasa sesuatu mengamati dirinya dari arah rumah kayu itu.

Sebelum rumah itu benar-benar tertutup oleh lebatnya hutan, Daru sempat melirik lagi. Ia dibuat terkejut dengan sebuah sosok besar yang berlumuran darah didepan rumah kayu, sosok itu bermata merah menyala seperti kedua saudaranya.

Sosok itu berhasil membuat Daru ketakutan, ditambah sosok itu menggenggam erat tubuh adik terakhirnya. Jantung Daru berdetak semakin cepat kala melihat Arini menangis darah di genggaman sosok hitam itu. Daru berbalik dan berlari menyusul kedua saudaranya yang sudah jauh didepannya.

Tanpa Daru inginkan, air matanya mengalir perlahan. Ia tak kuasa melihat Arini menangis darah ditangan sosok itu.

"Kalian! Tunggu aku!" teriak Daru kepada Aji dan Teja.

Mendengar teriakan itu, Aji dan Teja berhenti. Tetapi, mereka tidak berbalik dan hanya diam. Daru yang telah tiba di belakang mereka menatap keduanya dengan takut-takut.

"Kalian—"

Belum selesai Daru mengatakannya, Aji dan Teja berbalik. Mata mereka berdua mengeluarkan darah merah kehitaman, membuat Daru bergidik dan memilih untuk menundukkan kepalanya.

"Daru," ujar Aji dan Teja bersamaan.

"Y-ya?" jawab Daru takut-takut.

"Tatap kami."

Daru merasakan aura intimidasi, laki-laki memilih untuk menatap Aji dan Teja. Saat mata mereka bertemu, darah mengalir deras dari leher Daru. Anak kedua dari Karta itu merasakan sakit yang luar biasa. Mata Daru melotot saat merasakan kepalanya mulai miring dan terlepas dari lehernya.

"ARGHHHH!" teriak Daru memecahkan kesunyian di hutan.

***

Aji dan Teja melihat sosok yang napasnya tersengal-sengal. Sosok itu, terbangun, masih dengan napas yang tersengal-sengal. Mata sosok itu menatap sekeliling. Aji dan Teja menyebut nama Arum serta Karta.

Tanpa menunggu lama, Arum dan Karta datang. Wajah mereka panik bukan main. Arum menggenggam tangan sosok itu dengan erat sembari menitikkan air mata.

"Daru ... Ibu sangat khawatir!" terang Arum.

Sosok itu adalah Daru. Daru menatap sekeliling dengan bingung, ia melihat Aji dan Teja yang tersenyum tipis. Sedangkan Karya hanya diam di samping Arum.

Apa tadi itu hanya mimpi? batin Daru.

"Syukurlah kamu selamat. Aji dan Teja bilang, kau dikejar oleh binatang buas tadi malam. Kau hanya pingsan sebab kelelahan." ujar ibunya.

"Arini?" tanya Daru.

Arum menggelengkan kepalanya. Ia kembali menitikkan air mata. Sembari sesenggukan, Arum menjawab, "kata Aji dan Teja, Arini tidak selamat karena diterkam binatang buas."

Daru semakin bingung. Matanya menatap Aji dan Teja yang berada di belakang sang ibu. Mereka, tersenyum lebar dengan mata merah menyala.

Yang semalam, nyata atau tidak? batin Daru.

Daru mengusap lehernya untuk memastikan dan rupanya kejadian di hutan malam itu nyata. Dibuktikan dengan telapak tangan Daru yang terdapat darah segar. Laki-laki itu menutup matanya beberapa detik sebab ngilu, saat membuka mata ... Arum dan Karta tidak lagi di kamarnya.

"Daru, kau lihat apa yang akan terjadi jika memiliki keyakinan untuk tidak melakukan penumbalan?" tanya Aji.

"Kita sudah terikat perjanjian, tak ada jalan keluar dari semua ini," tambah Teja.

Daru hanya diam, ia bimbang. Jika tidak melakukan penumbalan, dia mati. Jika berhenti dan melanggar perjanjian, dia mati. Tetapi, jika menjalankan penumbalan sesuai perjanjian, dia akan berdosa. Daru menatap kedua saudaranya dengan tatapan ragu.

Aji dan Teja saling pandang, mereka tidak suka melihat tatapan ragu dari Daru. Mereka berdua, mendekati Daru dan tersenyum lebar.

Daru tidak sempat menghindar, matanya bertemu dengan mata Aji dan Teja. Mereka berdua menatap anak kedua Karta dengan mata merah menyala. Cukup lama mereka bertatapan, tiba-tiba Aji dan Teja berdiri di depan telinga Daru. Mereka mendekat dan membisikkan kata-kata yang membuat Daru terperdaya.

"Melu, supaya Iblis Cakrawangsa seneng. Iblis butuh akeh tumbal. Luwih akeh tumbal, luwih makmur uripmu, luwih makmur urip ndewe kabeh." ¹

Perlahan-lahan, mata anak kedua Karta berubah menjadi merah menyala. Bersamaan dengan berubahnya mata Daru, darah mengalir deras dari leher serta mata  laki-laki itu.

Kini, Daru terperdaya. Tidak hanya Daru yang terperdaya, Aji dan Teja juga telah terperdaya oleh iblis Cakrawangsa.

Esoknya, Karta dan Arum bingung dengan hasil panen yang tiba-tiba berlimpah. Padahal kemarin, seluruh tanaman padinya rusak dan tidak bisa dipanen.  Kebingungan itu semakin besar ketika padi hasil panen terjual dengan harga yang sangat tinggi.

Namun, Karta dan Arum memilih untuk tidak memusingkan kebingungannya. Mereka memilih untuk menikmati kekayaan yang didapat dari hasil panen. Suami istri tersebut tidak tahu saja apa yang telah dilakukan oleh anak-anak mereka.

***

Footnote
¹ : "Ikutlah, agar Iblis Kakrawangsa senang. Setan membutuhkan banyak tumbal. Semakin banyak tumbal, semakin sejahtera hidup Anda, semakin sejahtera hidup kita semua.   

Tumbal Keluarga CakrawangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang