20. THE FACT WAY

3.5K 218 0
                                    

[Tahun 2023]

Pesugihan, kata yang cukup asing bagi Seri. Perempuan itu tahu apa maksud dari kata tersebut. Hanya saja, kata itu seperti tidak pernah muncul di dalam benaknya. Setelah mengingat apa yang dikatakan Mika, Seri menjadi sadar. Bisa jadi, yang dilakukan keluarganya adalah pesugihan dan pesugihan tersebut meminta tumbal.

Sepertinya, tumbal yang diinginkan juga memiliki syarat tersendiri. Melihat kurangnya informasi yang didapat, Seri memutuskan untuk tidak membuat kesimpulan. Perempuan itu akan mencari tahu lebih dalam tentang apa yang dilakukan keluarga Cakrawangsa dengan berbekal kunci-kunci yang diberikan Putu.

"Loh? Ser? Kenapa melamun? Jangan berpikir yang aneh-aneh lho ya?"

Lamunan Seri terpecah. Fokusnya kembali pada Mika yang menenteng beberapa bungkus makanan.

"Sejak kapan kamu beli semua ini?" tanya Seri.

"Tuh kan! Kita sudah tiba di alun-alun sejak lima belas menit yang lalu! Kupikir kamu mau duduk, karena lelah setelah perjalanan yang cukup lama. Makanya aku pergi membeli beberapa makanan dulu. Eh, saat aku kembali kamu masih saja melamun seperti ini," ungkap Mika.

Seri malah kembali terdiam. Diamnya itu membuat Mika menghela napas panjang. Teman Seri itu duduk di sampingnya dan menepuk bahu Seri. Mika mengatakan jikalau gusar dan kebingungan tidak akan membawanya kepada hal yang baik.

Seri memang cerdas, tetapi jika dia gusar, otaknya tidak akan berkerja dengan maksimal. Ia akan menjadi bingung dan bertanya-tanya. Ketenangan adalah kunci untuk menggunakan 100% kinerja otak keluarga Cakrawangsa.

"Tarik napas dulu, setelah itu dihembuskan. Tenangkan dirimu sebelum berpikir, Seri. Kalau memang kamu tidak bisa mengatasi fakta keluarga Cakrawangsa, kamu bisa membaginya dengan temanmu ini atau haruskah aku menyarankan seseorang?"

"Bukan itu, aku hanya ... bingung. Apa benar keluargaku melakukan pesugihan? Kalau iya, berarti kecerdasan dan kekayaan keluarga Cakrawangsa tidak didapatkan dari genetik dan usaha?" tanya Seri.

"Hus! Kita masih belum tahu .... Tunggu, kenapa tiba-tiba berbicara tentang pesugihan?"

Seri menceritakan jikalau dirinya tidak sengaja teringat momen pertama kali Mika datang ke rumahnya. Kata pesugihan yang sudah lama tidak didengar perempuan itu, kembali naik ke permukaan.

Mika tertawa saat Seri menceritakannya dengan berkeringat dan gelisah. Perempuan itu, kembali menepuk bahu Seri.

"Haruskah aku menyarankan satu orang yang mungkin bisa membantu?" tanya Mika.

"Siapa yang kau maksud?"

"Nenekku!"

Saat Seri mendengarnya, ada rasa takut di dalam dirinya. Entah kenapa, ia masih belum siap untuk mengungkap tentang keluarga Cakrawangsa kepada lebih banyak orang. Untuk saat ini ia akan menuntaskan rasa gusar dan bingungnya dengan mencoba mencari tahu sendiri, apa yang terjadi pada keluarga Cakrawangsa.

"Tidak perlu, Mika. Aku akan mencoba mencari tahu sendiri. Aku mempunyai sedikit petunjuk," ujar Seri.

***

Seperti yang Seri katakan kepada Mika, perempuan itu mengambil kunci yang diberikan Putu. Untung saja yang biasanya membersihkan kamar tidak menengok kolong tempat tidur. Begitu bungkus plastik dibuka, terpampanglah beberapa kunci yang berkarat.

Perempuan itu, berpikir sejenak. Kunci berkarat bisa saja digunakan untuk membuka gembok. Tetapi, jika kunci dan gembok sudah terlalu berkarat, akan sulit untuk membukanya.

Seri memilih untuk berpegang teguh pada gembok yang belum berkarat. Perempuan itu, mulai menjelajahi rumah Cakrawangsa bagian barat.

Rumah Cakrawangsa bagian barat berisi beberapa kamar tamu yang jarang dihuni dan gudang besar yang sudah tidak terawat. Sisanya, Seri tidak mengetahuinya. Bagian barat, seperti menjadi tempat terasing di rumah Cakrawangsa.

Malam itu, saat bulan bersinar dengan indah. Setelah waktu makan malam telah berakhir, Seri mengendap-endap menuju bagian barat rumah Cakrawangsa. Perempuan itu membawa serta kunci-kunci yang beratnya cukup untuk membuatnya ngos-ngosan.

Lorong yang dilalui Seri untuk menuju ke gedung barat sangat gelap. Perempuan itu mengandalkan cahaya bulan yang menembus jendela. Udara dingin menusuk kulitnya, padahal Seri sudah memakai jaket.

"Aku ... harus tenang."

Perempuan itu, menguatkan niatnya. Ia harus menguak, apa yang sebenarnya dilakukan keluarga Cakrawangsa. Juga, perjanjian yang sempat didengar Seri. Perempuan itu merasa jikalau perjalanannya menuju gedung barat sangatlah lama.

Seri, dikejutkan dengan kemunculan salah seorang anggota keluarganya. Itu adalah adik pertama dari ayahnya. Seri memanggilnya dengan Om Herman.

Namun, hanya Seri yang melihat om-nya itu. Herman tidak melihat perempuan itu, sebab Seri berada di dalam kegelapan. Cahaya bulan, tidak menyinari perempuan itu.

Om Herman? Kenapa ke gudang? batin Seri.

Seri yang penasaran, mengikuti Herman dengan jarak yang jauh. Keringat dingin mengalir di seluruh tubuhnya, ia takut terciduk. Tetapi, perempuan itu merasa jika kedatangan Herman ke rumah Cakrawangsa bagian barat adalah sebuah petunjuk. Petunjuk yang mungkin saja dapat membuka jalan fakta mengenai Cakrawangsa.

Herman ternyata benar masuk ke dalam gudang. Sebelum masuk, Seri bisa melihat om-nya itu celingukan, melihat sekitar dengan tatapan yang awas. Seri bersembunyi dibalik pilar yang ada di dinding lorong. Entah kenapa pilar itu menempel dengan dinding.

Saat Herman masuk ke dalam gudang, Seri hendak mengikuti. Tetapi, tanpa sengaja tangannya mengetuk pilar tempat dia bersembunyi.

"Tunggu, kenapa ... pilar ini memiliki ruang kosong di dalamnya? Apa ini terbuat dari kayu?" gumam Seri.

Perempuan itu mengamati pilar yang menempel di dinding. Cukup lama, hingga ia menyimpulkan jika pilar itu terbuat dari kayu dengan cat yang menyerupai dinding sekitarnya. Tangan Seri itu meraba pilar tersebut, karena dirasa sangat aneh. Bagaimana tidak, pilar kayu menempel di dinding dan dibuat berwarna menyerupai dinding di sekitarnya.

Ditengah-tengah kegiatannya itu, Seri tanpa sengaja menemukan lubang kunci di pilar itu. Perempuan itu merasa jika ada kecocokan dengan salah satu kunci yang dibawanya.

Seri meraih kunci-kunci yang ada di genggamannya dan mencoba mencari kunci yang cocok. Cukup lama lama ia mencari, sebab kegelapan menganggunya. Beberapa kali ia memasukkan kunci yang sama. Pada akhirnya, kunci yang paling berkarat adalah kunci yang cocok dan bisa masuk ke dalam lubang.

Semoga, kunci berkarat ini ... bisa membuka pilar. Aku merasa jika ada hal besar yang bersembunyi di dalam pilar, batin Seri.

Untuk sekarang, Seri akan fokus dengan apa yang ada di dalam pilar. Ia mengesampingkan tentang Om Herman yang masuk ke dalam gudang. Mungkin saja, di dalam pilar ini, ada jalan fakta yang lebih lebar.

Dengan pelan, tanpa menimbulkan suara. Pilar itu terbuka, terpampanglah tangga melingkar naik ke atas. Seri masuk ke dalam pilar dan menutupnya lagi. Kaki-kaki perempuan itu mulai menapaki satu persatu anak tangga. Tangan Seri bertumpu pada dinding pilar.

"Ugh ... baunya," gumam Seri. Suaranya menggema di dalam pilar itu.

Bau lembab dan kayu yang mulai keropos sangat mengganggu perjalanan perempuan itu menuju atas. Dia berulangkali mengeluh mengenai hal itu. Seri harus memaksakan diri agar bisa mendapatkan jalan fakta yang akan mempermudah semuanya.

Tumbal Keluarga CakrawangsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang