Malam bulan purnama tiba. Seri yang berada di ruang penumbalan selama berjam-jam tanpa makan mulai kehabisan tenaga. Ia sudah tidak kuat lagi untuk sekadar berdiri apalagi melawan.
Semua usahanya untuk kabur dari ruangan ini, sia-sia. Ian benar-benar menjaga ucapannya, pria itu berhasil membuat pertahanan yang menahan Seri di ruangan penuh darah.
Mata Seri berkunang-kunang, menghirup bau amis dari darah, ditambah belum makan apapun sejak kemarin malam. Rasanya perempuan itu akan pingsan. Untuk ukuran penyiksaan, keluarga Cakrawangsa sudah selangkah lebih dekat untuk membunuh orang yang mereka siksa.
Untung bagi keluarga Cakrawangsa, Seri tidak mati. Perempuan itu masih bisa ditumbalkan. Saat ini, orang-orang mulai memasuki ruang penumbalan. Mereka masuk dengan langkah kaki yang membuat darah yang menggenang bergerak bagaikan ombak.
Gerakan itu membuat Seri yang hampir pingsan, semakin melemah. Wajah perempuan itu sangat pucat dengan tulang tubuh yang kurus kering. Asupan makanan yang harusnya masuk, malah lari dan meninggalkannya.
Keluarga Cakrawangsa yang memasuki ruangan tidak memedulikan Seri yang berada di titik lemah. Mereka tidak benar-benar fokus dengan apa yang harus dilakukan.
Tepat pada pukul 21.00 malam, saat bulan bersinar terang. Ian masuk dan membuka upacara. Pria itu membiarkan Seri bersimpuh tidak berdaya di atas lingkaran penumbalan.
"Tanpa berlama-lama, mari kita lakukan upacara penumbalan ini. Upacara penumbalan yang dilakukan untuk mendapatkan keberkahan. Keberkahan bagi seluruh keluarga Cakrawangsa. Diharapkan kepada seluruh keluarga Cakrawangsa untuk berbahagia dan melupakan segala masalah yang ada," pinta Ian Cakrawangsa.
Para istri Cakrawangsa yang mendengarnya mulai berisik. Berisik di dalam batin masing-masing. Mereka tidak berani bersuara, bersuara sama saja menentang perjanjian Cakrawangsa yang mengikat mereka semua.
Walaupun hari kecil mereka masih tidak terima dengan di tumbalkannya para bayi perempuan Cakrawangsa yang baru saja lahir kemarin serta lusa. Julukan gila melekat pada diri Ian saat ini, hal itu diungkapkan oleh para istri dalam batin mereka.
Tidak hanya para istri yang beranggapan begitu. Tetapi juga dengan para pria yang tidak terlalu banyak ikut campur dalam perjanjian Cakrawangsa.
Ini sudah melenceng dari yang seharusnya, bukan? batin seseorang yang termasuk golongan pria Cakrawangsa yang tidak terlalu aktif.
Ian mengangkat gulungan kertas tua yang memiliki tulisan merah. Konon katanya, tulisan tersebut ditulis dengan darah tumbal pertama keluarga Cakrawangsa.
"Kami berdiri disini untuk menumbalkan putri-putri kami yang engkau inginkan wahai iblis Cakrawangsa. Inilah yang dapat kami berikan, salah satunya adalah putri Cakrawangsa yang engkau inginkan. Serinaraya Cakrawangsa sudah siap menjadi tumbal utama hari ini," ujar Ian.
Begitu kalimat Ian selesai, seluruh keluarga Cakrawangsa terkejut. Upacara penumbalan selalu menggunakan bahasa Jawa Krama yang indah dan menggunakan nada yang mendayu-dayu.
"IAN! Bukankah ini sudah terlalu melenceng dari tata cara penumbalan yang seharusnya?" sela Sura Cakrawangsa.
Perkataan Sura disetujui oleh keluarga yang lainnya. Walaupun mereka tidak menyukai penumbalan besar-besaran yang Ian lakukan, mereka masih mengingat tata cara penumbalan yang diwariskan turun temurun.
Perjanjian Cakrawangsa yang mengikat jiwa mereka sudah tidak ada apa-apa di hadapan Ian. Kepala keluarga Cakrawangsa itu, seakan menantang seluruh anggota keluarga Cakrawangsa.
"Mengapa kalian marah? Bukankah ini yang kalian minta?" ujar Ian.
"Kau gila! Kau tidak pantas menjadi kepala keluarga Cakrawangsa! Bukan ini yang kami minta! Mengapa kau melakukan penumbalan besar-besaran yang bahkan belum pernah dilakukan tetua Cakrawangsa? Gila!" ujar Reason.
Reason maju dan mendekati Ian. Dengan berani, dia menarik kerah baju sang kepala keluarga. Kaki Ian sudah tidak menapak di lantai. Tetapi, bukannya merasa terancam, Ian malah tersenyum.
"Adakah aturan yang mengatakan jika kita harus mengikuti tetua Cakrawangsa dengan sama persis?" tanya Ian.
***
Keributan yang terjadi di hadapannya membuat kepala Seri semakin berkunang-kunang. Tubuhnya limbung, untungnya darah yang menggenangi ruangan tidak membuatnya tenggelam.
Rasanya, aku akan mati sebelum penumbalan ini dilakukan, batin Seri.
Tangan Seri yang sedari tadi menumpu tubuhnya akhirnya jatuh. Sebelum perempuan itu kehilangan kesadarannya, sebuah benda keras yang ada ditangannya menyala terang. Hal itu membangkitkan gairah hidup Seri, entah apa yang terjadi saat itu.
Secara refleks, Seri melemparkan batu ruby yang menyala terang itu di atas lingkaran penumbalan. Lingkaran penumbalan tempat dirinya berada, lingkaran yang kini menyala dan berputar dengan cepat.
Perdebatan Ian dan para pria Cakrawangsa lainnya terhenti. Mereka memandang Seri dengan penuh tanda tanya.
"Apa yang kau lakukan Seri? Kau! Kau mengapa tidak melemah didalam lingkaran itu?" tanya Ian dengan panik.
"Aku juga—"
Perkataan Seri itu dipotong oleh sosok besar yang muncul di belakang Seri. Sosok asap putih yang memiliki ornamen bunga-bunga ketika dia muncul.
Sosok itu mendekat ke arah Seri. Lantas memakaikan mahkota bunga yang entah muncul dari mana.
"Pernjanjian Cakrawangsa, selesai sampai disini. Keserakahan kalian selama ini, hanya berakibat buruk kepada orang-orang di sekitar atau lebih jelasnya ... anak-anak kalian kelak. Untuk kau, Ian Cakrawangsa. Hukumanmu akan semakin berat, sebab kau mencoba mengikuti perjanjian lain. Perjanjian semacam Cakrawangsa, tetapi juga bertentangan dengan Cakrawangsa," ujar sosok asap itu.
"Apa?" tanya Ian tidak mengerti.
"Cakrawangsa dan Ocrospion yang kau ikuti, adalah dosa besar. Dosa besar yang tidak bisa dimaafkan. Disini, saat ini. Aku memastikan jikalau keluarga Cakrawangsa tidak akan melanjutkan perjanjiannya dan tidak akan pernah menyandang nama Cakrawangsa lagi," terang asap putih dengan tenang.
Seluruh keluarga Cakrawangsa pingsan di detik itu. Darah yang menggenangi menghilang tak meninggalkan sisa. Semuanya selesai, mereka atau seluruh keluarga Cakrawangsa, akan hidup lebih bahagia dengan berjuang dan bekerja keras.
Seri yang melihat itu menjadi bingung, inikah wujud dari batu ruby merah? Atau apa? Semakin memikirkannya, Seri menjadi semakin penasaran.
"Kau ... tugasmu sudah selesai sampai disini Serinaraya," ucap asap putih sembari tersenyum.
Detik berikutnya, Seri jatuh pingsan. Tetapi, sebelum menyentuh tanah. Harimau putih menangkap tubuhnya, ia adalah bawahan dari sosok asap putih.
"Terima kasih sudah menangkap Cakrawangsa dan Ocrospion ... Manusia setengah harimau ... atau harus aku panggil Ai?"
Tamat.
Terima kasih sudah mengikuti cerita ini, dan memberikan dukungan. Aku benar-benar berterima kasih atas dukungan kalian semua.
Oiya, kalau semisal. Cerita ini dibukukan dengan jalan cerita yang sama tetapi dikembangkan dengan lebih, apakah kalian akan membeli bukunya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Tumbal Keluarga Cakrawangsa
Paranormalne"Cakrawangsa, artinya keluarga cerdas. Tetapi, apakah menumbalkan putri mereka kepada makhluk halus adalah tindakan cerdas?" tanya Seri. Serinaraya Cakrawangsa adalah bungsu dari lima bersaudara. Cakrawangsa nama keluarganya. Cakrawangsa memiliki a...