VII

227 28 5
                                    

Pemotretan terakhir pun selesai, semua staff dan model disana bertepuk tangan tuk mengapresiasi kerja keras mereka untuk pemotretan hari ini. Beberapa staff berpencar menuju tempat kerjanya masing-masing, Wirya dan Yena menuju pada monitor pemotretan untuk melihat hasil dari foto-foto mereka, setelah puas melihat hasilnya mereka pergi menuju ruangan istirahat.

"Yo, good work!"

Pria jangkung berambut hitam dengan pakaian jas serba hitam dengan kaos putih tipis sebagai dalaman itu mengacungkan jempolnya sedetik setelah Wirya berada di jangkauan pandangannya. Wirya terkejut melihat pria jangkung yang duduk dengan santai disamping Sam.

"Rio? Ngapain kamu disini?"

"Wahh bener-bener ya."

Mereka berdua tertawa menanggapi bercandaan mereka sendiri, Yena pun ikut bergabung bersama tiga orang pria tampan itu. Pria jangkung yang terakhir datang itu Rio Anggara, sahabat Wirya yang lain dan sama-sama seorang selebriti. Mereka berempat kini tengah berbincang-bincang asik, entah itu membicarakan pekerjaan atau hal lain, hingga atensi mereka teralihkan dalam sekejap oleh kedatangan dua orang yang seharusnya ada diruangan itu juga.

Ya, Yasa dan Gavin datang dengan mencolok. Yasa dengan Hoodie yang menutupi kepalanya dan juga masker dan kacamata yang menutupi wajahnya membuat empat orang itu menatap Yasa khawatir.

"Yasa? Kamu gapapa?"

Wirya yang merasa dirinya paling dekat dengan Yasa pun bertanya dengan nada khawatir, belum setengah jam dia tidak melihat Yasa kini orang itu datang dengan keadaan seperti ini.

"Dia gapapa, dia tiba-tiba bersin-bersin terus sekarang hidungnya merah dan matanya sembab, gaada yang perlu dikhawatirin." Bukan Yasa yang menjawab, tapi Gavin yang datang bersamanya tadi.

"Lho, kamu yang dilorong tadi?"

Semua yang ada disana otomatis menatap ke arah sumber suara, Rio sang tersangka bertanya dengan spontan.

"Kamu flu toh, sambil nangis tadi dikira kenapa. Emang suka ada yang gitu sih kalo flu, kenapa ga pulang cepet aja suruh istirahat?" Rio melanjutkan perkataannya.

"Nangis? Kamu nangis?" tanya Wirya.

"Ng,nggak kok itu emang kebiasaan aku kalo bersin-bersin kayak gitu hahah."

Tentu saja bohong, semua yang dikatakan Gavin maupun Yasa semuanya bohong. Faktanya Yasa menangis sesenggukan setelah berada di toilet, hatinya merasa begitu sakit ditambah dia sudah merasa begitu lelah jadi dia menumpahkan semuanya dalam tangisan tadi setelah itu ia menelpon Gavin untuk menjemputnya di toilet. Namun ia tak menyangka jika dia akan bertemu dengan pria jangkung yang tak sengaja ia tabrak di lorong tadi. Dan sebenarnya Yasa pun sedang tidak mau menatap Wirya.

"Yaudah pulang yuk, biar aku antar."

"Eitss, mau kemana? Masih ada yang perlu kita bahas, terus habis ini kita berempat kan ada acara?"

Wirya sudah bersiap membawa tasnya namun dihentikan oleh Yena. Yasa sempat terkejut saat Wirya berniat mengantarkannya namun lega dan juga sedih disaat bersamaan ketika Yena menghentikan Wirya.

Yasa menatap diam-diam Wirya yang tampak sedang memprotes kearah Yena, namun sepertinya pria itu tidak berhasil dia membalikkan badannya ke arah Yasa kembali membuat Yasa sedikit terkejut. Pria itu meminta maaf karena tak bisa mengantarkan Yasa, dia pun menitipkan Yasa pada sang manager, Gavin.

"Kamu tidak perlu khawatir, Wirya. Yasa aman bersama Saya. Jika begitu kami pamit, terimakasih atas kerjasamanya hari ini."

Gavin dan Yasa pun pergi tanpa menoleh lagi, ada nada dongkol saat Gavin berbicara pada Wirya. Gavin tau Wirya tidak punya salah apapun, namun tetap saja ketika melihat Yasa menangis hingga sembab dan penyebab nya ada pria itu Gavin pun jadi kesal. Bertahun-tahun berteman dengan Yasa, dia baru pertama kali melihat temannya sesedih ini. Dan lihat bagaimana Yasa yang kembali terisak sembari merangkul erat lengan Gavin.

Echanted || WooSangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang