Don't Wake Me Up

15 1 0
                                    

Apa yang paling penting di dunia ini?

Uang?

Tahta?

Ketenaran?

Peringkat.

Peringkat lah yang paling penting. Semua bentuk kebahagiaan duniawi didasari oleh sebuah peringkat. Selalu ada satu setelah kedua, kaya setelah miskin, bersinar setelah redup. Semuanya selalu bertingkat.

Lalu apa yang penting baginya? Dia yang duduk di halte bus dengan seragam putih abu dan headset yang terpasang, apa yang paling penting baginya sekarang?

Nilai dan peringkat.

Baginya nilai itu penting. Baginya peringkat yang paling penting adalah nomor satu. Dan baginya yang paling penting adalah reaksi bagus dari ayah bunda karena sudah mendapatkan kedua itu.

Baginya, ayah bunda harus merasa bahagia dengan nilai hasil perjuangannya.

Dia yang tertulis 'Bintang Ayara' pada nametag di seragam putihnya, dipanggil Bintang oleh banyak orang. Setelah melihat waktu pada jam di tangannya, Bintang memejam kan mata dengan bersandar pada halte bis.

Les matematika akan di mulai setengah jam lagi, tempatnya tepat berada di ujung jalan, dia hanya perlu berjalan kaki untuk sampai. Bintang mengistirahatkan tubuhnya untuk sebentar, sebelum nanti otaknya kembali terbakar.

Kehidupan Bintang selalu seperti ini. Belajar di sekolah ternama, menduduki bangku kelas 3 sebagai murid yang di puji punya kepintaran diatas rata-rata. Pulang pada jam 4 sore, di lanjuti dengan les beberapa pelajaran yang padahal sudah sangat dia kuasai, hingga pukul 8 malam. Pulang pun bukan artinya dia bisa main-main, tepat setelah bersih-bersih dia sudah harus duduk di bangku meja belajar, mengulang kembali soal dan materi yang sudah di pelajari.

Itu setiap hari, dia lakukan itu setiap hari. Bahkan pada tanggal merah atau hari libur sekalipun bukan artinya Bintang bisa bersenang-senang, dia masih harus mengikuti les tambahan.

Jika ditanya mengapa Bintang tidak punya teman,maka itu semua sudah cukup menjadi jawaban. Bagaimana dia bisa menyisihkan waktu untuk bercanda atau terlibat asmara jika setiap menitnya sudah Bintang gunakan untuk membaca buku pelajaran yang begitu tebal.

“Mau pulang?”

Setelah hampir setengah jam dia berdiam tanpa melakukan apa-apa, matanya kini tergerak pada sumber suara. Bintang dapati pria tampan yang tengah berdiri di samping tiang halte, dengan jaket biru tua dan tas hitam yang hanya tergantung di pundak kanannya.

Namanya Langit. Bukan Langit yang dilihat orang-orang ketika menatap ke atas, namun Langit sebagai pelajar biasa yang secara sukarela menjadi teman Bintang.

Bintang tersenyum tipis dengan mata sayu, perlahan menggelengkan kepalanya.

“Masih ada les setengah jam lagi, aku mau istirahat sebentar saja disini.”

Langit melangkahkan kakinya untuk duduk di samping Bintang, jarak yang dia tepis membuat kaki mereka saling bersentuhan.

“Aku boleh bersandar disini kan?” Tanya Bintang sambil menyentuh pundak Langit dengan ujung jari telunjuknya.

Langit tersenyum tipis, dia mengangguk kencang hingga poninya terjatuh menutup sebagian dari matanya

“Kapan pun kamu mau sudah pasti boleh!”

Mereka berteman, hanya sebatas teman.

“Apa yang mau kamu lakukan sekarang, Bintang?”

“Apalagi? Tentu aja pergi les dan buka buku-buku mengerikan itu.”

OneshotTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang