2

506 47 5
                                    

.

.

.

Hujan deras melanda malam ini, semua anggota keluarga pun hanya diam di rumah. Si bungsu langsung mengakusisi Papi dan Bundanya. Duduk dipangku Papi dan tangan harus berada dalam genggaman tangan Bunda.

"Dede, tangan Mami lepas sebentar, nak. Mami mau ikat rambut sebentar," ujar Yera lembut. Jujur tangan kirinya sudah berkeringat dan agak kebas karena menempel terus dengan tangan si mungil.

"Bunda, tidak usah diikat rambutnya. Begini saja sudah cantik," ujar Cio. Matanya menatap penuh puja pada wanita itu.

"Hei, bocah kenapa jadi kau yang mengatur, hahh..." ujar Mike musuh bebuyutan Cio.

"Bunda 'kan bundanya Dede, Dede lebih suka bunda tidak ikat rambut," ujarnya tak mau kalah.

"Dia bukan Bundamu, kaU saja dipungut dari bak sampah di dekat rumah bi Sum itu," ujar Mike. Seketika raut wajah Cio pun berubah, hatinya begitu sakit mendengar hal yang sudah sering dia dengar.

"Mike..." Suara Yera merendah. Walau lelucon ini sudah sering dia lontarkan pada Cio, tapi Yera tak suka jika sang anak berbicara begitu. Syukurlah Cio tidak tahu apa-apa sampai saat ini. Sementara Sam hanya cengegesan.

"Bunda, kakak Mike nakal. Cio anak bunda 'kan?" Ujarnya dengan nada bergetar.

"Tentu, Dede anak bunda paling kecil, kesayangan bunda," ujar Yera sambil menghapus air mata Cio yang sejak kapan sudah meluncur mulus di pipinya.

"Kok kakak berbicara  begitu? Cio tidak suka bunda," ujarnya.

"Tidak usah dengar, Cio anak kesayangan bunda. Cio paling mirip sama bunda, karena kita sama-sama punya tahi lalat dekat mata 'kan?" Ujar Yera. Cio pun mengangguk lalu memeluk bundanya.

"Wleee..." Cio menjulurkan lidahnya pada Mike. Kali ini dia menang lagi, Bundanya selalu berpihak kepadanya.

Sam tidak pernah bawa hati dengan ucapan Mike, karena dia tahu Mike sangat sayang pada Cio sebenarnya. Saat Cio kritis di rumah sakit setelah operasi dia orang yang paling khawatir di antara mereka, dia bahkan tak mau pulang sebelum adiknya sadar. Setelah Cio sadar, maka sifat jahilnya pun kembali.
...

"Apa Cio nakal hari ini?" Ujar Sam pada istrinya. Kini mereka sudah ada di kamar masing-masing, Cio sudah tidur sembari mimi dot yang dia minta sejak siang.

"Cio tidak pernah nakal," ujar Yera. Sejak mereka menikah, Sam selalu menanyakan hal itu pada Yera. "Apa Cio nakal?", Dia takut jika Cio merepotkan istrinya itu.

"Terimakasih sudah mengerti dia," ujar Sam.

"Aku ini ibunya, Sam. Sembilan tahun sudah aku merawatnya, lebih lama dari yang dilakukan ibu kandungnya. Ajaranku, makananku, semua sudah banyak kumamahkan padanya. Tentu aku mengerti dirinya," ujar Yera. Cio sangat lugu dan polos, seumur mereka bersama tak pernah sekalipun dia kelewat marah dan memukul anak itu. Dia terenyuh, karena kata pertama yang diucapkan Cio adalah "bunda".  Dimana Cio baru bisa bicara di usia hampir 4 tahun, setelah setahun hidup bersamanya.

"Aku hanya bilang terimakasih," ujar Sam.

"Terimakasih juga sudah memberikan kehidupan yang layak untuk Mike dan Kive. Mereka baru pernah mencicip pizza saat di sini, yang biasanya hanya mereka lihat di tv hingga menelan air liur," ujar Yera. Sam hanya tersenyum lalu memeluk istrinya.

"Aku minta maaf, belum bisa memberi apa yang kau harapkan. Seorang bayi perempuan," ujar Yera.

"Tidak masalah, aku tak terlalu obsesi dengan anak. Ketiga putra kita saja tumbuh dan hidup dengan baik sudah cukup," ujar Sam.
...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 23 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ame(Jiwa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang