Hecan keluar dari kamar sambil menggendong langit, tadi yang tidur cuma Jeno sama Langit sedangkan dia sibuk menata pakaian serta barang barang bawaanya kedalam lemari, kan mereka sekeluarga bakalan nginep paling gak tiga hari dirumah orangtua nya Jeno.
Hecan berjalan menuju dapur untuk membuatkan susu Langit, males banget sih sebenernya karena didapur tu ada saudara - saudaranya Dania, ada Rena dan Dania juga mereka lagi sibuk berbincang.
"Hai tante,gimana kabarnya " Walopun males tapi Hecan harus tetep sopan dong, basa basi dikit ,yakali dia disitu diem aja tanpa nyapa mereka.
"Baik "Mereka cuma jawab gitu aja terus gak peduliin Hecan lagi sibuk berbincang lagi ada yang ngelus - elus perut buncit Rena juga. Hecan yang masih sabar kok, dalam hati dia bilang gak papa yang penting dia udah berusaha bersikap sopan entah respon mereka gimana udah bukan urusan dia lagi.
" Mama~"
Seorang anak kecil laki laki berlari lalu memeluk tubuh Rena, dia adalah anak pertama Rena dan kakaknya Jeno , Marka.
"Eh yaampun Juna, cucu oma ya paling ganteng " Dania langsung menggendong Juna, anak itu juga langsung menjadi pusat perhatian para ibu ibu disitu, ada yang ingin menggendong nya juga ada yang mencubiti pipinya karena gemas. Sedangkan Langit? Anak kecil itu hanya diam memeluk i kaki bundanya. Mungkin langit masih kecil ia tidak terlalu memikirkan, tapi Hecan yang gak bisa. Gak papa kalau Dania dan saudara saudaranya tak menyukai dirinya tapi kenapa harus Langit juga? Bagaimanapun bukankah Langit itu juga cucunya, kenapa harus dibedakan.
Tidak peduli dengan susu yang belum sempat ia seduh Hecan langsung menggendong Langit keluar dari dapur sambil menangis. Saat hendak menaiki tangga menuju kamar Jeno, Hecan malah bertemu dengan Papi mertuanya dan juga Marka. Memang tadi Hecan belum sempet ketemu mereka karena kedua lelaki itu sedang mencari keperluan diluar saat ia sampai tadi.
"Ehhhh Langittt,cucu Opa yang ganteng Opa kangennn ,Loh Hecan kenapa nangis? " Itu Tio, Papi nya Jeno. Kalau beliau ni orangnya baik banget, persis kaya Jeno. Sayang sama semua keluarganya tanpa berat sebelah.
Hecan segera menghapus air matanya lalu menghampiri Papi mertuanya dan juga Marka untuk menyalimi keduanya.
"Pi / Kak "
"Kenapa Can " Tanya Tio sekali lagi, wajahnya juga nampak khawatir karena memergoki sang menantu yang menangis, ia sudah berfikir pasti ini ulah istrinya.
"Nggak Pi, cuma ribut dikit sama Jeno heheh"
"Astaga anak itu... mana orangnya?!" Tio sudah bersiap menghampiri anaknya dilantai atas tapi ditahan oleh Hecan sendiri.
" Nggak papa pi ribut kecil doang, ini Hecan udah mau baikan kok sama Jeno "
"Oh ya sudah kalau begitu, papi mau ketemu mami mu dulu ya. Langit nanti main sama Opa sama kak Juna ya " Tio mengusak gemas kepala cucunya.
"Baik baik kalian "
"Iya pi"
"Ayo Can siap siap, kita makan malam bareng bareng dulu, ajak Jeno ya "
"Iya kak "
Jeno terbangun ketika mendengar suara tangisan Hecan. Iya Hecan lanjutin lagi nangis nya dikamar,nyesek banget dia apalagi pada dasarnya Hecan tu anaknya cengeng dikit dikit dimasukin hati.
"Hecan.... kenapa nangis sayang? " Jeno ikut mendudukan dirinya dipinggir ranjang, menarik kepala samping Hecan agar bersandar didadanya karena istrinya itu masih posisi memangku langit.
Ditanya sama Jeno, jawaban Hecan tetep sama yaitu gelengin kepalanya. Jujur aja sikap Hecan yang kaya gini itu malah memancing emosi Jeno. Pertama dia benci Hecan nangis kedua dia gak suka Hecan diem aja tentang apa yang membuat dia nangis dan masalah nya dia gak tau apa apa, masa iya disuruh cari letak kesalahanya sendiri dimana.