Sikap Sarada tampak berubah, gadis kecilnya itu tampak lebih pendiam dari biasanya, Sakura bahkan mencoba untuk membujuk Sarada buka suara akan tetapi tak mendapat jawaban apapun kecuali ungkapan sayang yang keluar dari mulutnya, mengatakan kalau dia sangat menyayangi Sakura.
Pagi ini mereka berjalan bergandengan menuju tempat penitipan anak, Sakura memperhatikan bagaimana Sarada yang melangkah sambil bersenandung kecil, kaki mungilnya tampak cantik dengan sepatu berwarna merah bunga-bunga.
Tersenyum dan mencoba untuk menghapus segala kegelisahan yang datang. Sakura ikut bersenandung dan mereka tertawa senang setelahnya, kembali berjalan menyusuri aspal yang akan membawa mereka pada tempat penitipan.
Sakura berjongkok untuk menyamakan tingginya dengan Sarada, mengecup pipi gembul itu penuh sayang kemudian memegang bahu kecilnya, "Salad kedinginan?"
"Tidak Mama."
Wanita musim semi itu mengangguk, dia tersenyum. "Mama kerja dulu ya. Salad jangan nakal, dan dengarkan kata Bibi Tenten. Semoga hari ini berjalan dengan lancar sayang."
"Baik Mama."
"Dan mama harap Salad bisa bersenang-senang, Mama tidak ingin Salad bersedih dan menangis seperti hari itu lagi. Oke?"
Sarada terdiam. Dia menatap manik mata emerald Sakura kemudian mengangguk cepat, "Oke Mama."
"Anak pintar, kalau begitu Mama pergi dulu. Sampai nanti."
"Sampai nanti Mama!"
Sakura memperhatikan sang anak yang berjalan memasuki ruang penitipan, mengucapkan terima kasih pada Tenten kemudian melihat Sarada dan gadis berdarah China itu masuk ke dalam. Sakura menghela napas dan mendongak untuk menatap langit nan cerah.
Dia merasa gundah, seakan ada sesuatu yang akan terjadi. "Aku harap semua akan baik-baik saja."
*****
Sarada tak lagi bertegur sapa dengan Daichi, begitupun sebaliknya. Tidak ada lagi tangisan Sarada yang diusili oleh Daichi, tidak ada lagi tawa bahagia yang keluar saat mereka bermain bersama. Semuanya benar-benar berubah, semenjak Sarada yang menangis hari itu, dan kejadian tersebut menjadi tanda tanya bagi Tenten.
Berulang kali gadis China itu bertanya, baik pada Daichi ataupun Sarada, dan mereka hanya menjawab dengan gelengan kepala, seolah tak ingin memberi jawaban apapun, entah karena memang tidak mengerti atau ingin menyimpan sendiri, Sarada dan Daichi adalah perpaduan yang pas untuk membuat Tenten sakit kepala.
Jadi, Tenten hanya memantau dan berusaha untuk membuat mereka bermain bersama, seperti membuat game khusus yang mana harus diikuti oleh semua anak-anak. Lalu Sarada dan Daichi akan ditempatkan di satu kelompok yang sama, awalnya mereka akan diam-diam saja.
Namun, saat dirasa akan kalah dan terpojok, barulah dua bocah itu akan bekerja sama untuk mendapatkan kemenangan. Setidaknya beberapa game yang dimainkan oleh Tenten membuat mereka bisa berinteraksi lagi.
Walaupun tidak bertegur sapa, tapi beberapa hari ini Sarada kerap kali mengintip Daichi saat bocah itu akan pulang, gadis kecil tersebut memandang wajah Papanya tanpa bosan, bibirnya akan selalu bergumam, menyebut Papa berulang kali, dan setelahnya dia menahan tangis.
Berkali-kali Sasuke datang untuk menjemput Daichi, maka berkali-kali pula Sarada merasa sedih melihat kedekatan mereka. Sungguh, Sarada tidak ingin menangis. Dia tak ingin matanya membengkak dan Mama nya tahu kalau dirinya baru saja menangis. Sarada kecil tidak mau membuat Sakura khawatir dan bersedih karena dirinya.
"Salad, ayo masuk. Udaranya sudah mulai dingin." Tenten berdiri di ambang pintu, dia memperhatikan Sarada yang duduk di ayunan depan tempat penitipan.
Gadis kecil itu menatap kedua kakinya, dia menundukkan kepala tanpa mau menjawab ucapan Tenten. Hari sudah hampir gelap, tapi Sakura tak kunjung datang untuk menjemput nya. Lantas mendongak saat gadis China tadi menghampiri.
"Bibi mendapat telpon dari Mama, katanya dia akan terlambat menjemput Sarada karena ada acara di restoran."
Sarada terdiam mendengar nya. Dia mempererat pelukan pada boneka kuda miliknya kemudian turun dari ayunan dengan hati-hati.
Tersenyum dan menarik tangan Tenten pelan. "Baiklah. Ayo macuk Bibi."
Tenten menganggukkan kepala. Bergandengan tangan memasuki tempat penitipan, gadis keturunan China itu menatap Sarada dengan sendu. Dia merasa kalau gadis kecil itu tengah menahan kesedihannya, seorang diri, tanpa mau mengatakan apapun.
Sedangkan di tempat lain, Sakura tampak bolak-balik mengantarkan makanan. Malam ini restoran tempat Sakura bekerja dijadikan sebagai ruang temu bagi kalangan bisnis, di sini mereka tidak akan melakukan acara formal melainkan hanya pertemuan penuh basa-basi.
Dan seharusnya ini bukan bagian Sakura untuk mengambil lembur, tapi karena salah satu pelayan sedang sakit maka Sakura bersedia untuk menggantikan. Setidaknya dari lembur ini dia akan mendapatkan uang bonus dari sang atasan.
Wanita musim semi itu menghela napas, pikiran nya melayang pada sosok Sarada yang pasti sudah menunggu. Dia takut gadis kecilnya akan menangis karena dijemput terlalu lama, Sakura kembali menghela napas, "Semangat Sakura! Selesaikan ini dengan cepat kemudian kau bisa pulang, ayo!"
Sakura kembali berjalan menuju ruangan VVIP, dia mendorong kereta berisi makanan tersebut dan memasuki ruangan yang dipenuhi para pengusaha berpakaian rapi. Dia mulai membagikan minuman dan makanan manis di atas meja, saat akan kembali ke dapur langkahnya dicegat oleh seorang laki-laki paruh baya.
Lelaki itu menatap Sakura dari atas sampai bawah, cukup lama, kemudian menyeringai. "Kau pelayan di sini?"
"Iya Tuan, ada yang bisa saya bantu?"
"Tidak untuk sekarang," jawab pria itu sembari berjalan mendekati Sakura. Wanita tersebut tampak risih karena tatapan pria itu, dia memilih untuk membungkukkan badan dan berniat pergi.
Akan tetapi lengannya dicekal dan pria tersebut, suasana ruangan VVIP yang ramai tak membuat seorang pun sadar akan perilaku kurang ajar yang dilakukan pria itu. "Bagaimana untuk bantuan nanti? Cukup temani dan hangat kan ranjangku maka kau akan mendapatkan kepuasan serta uang bonus lagi."
Sakura melepaskan cekalan tangannya dengan hati-hati, mencoba untuk sopan dan tidak membuat keributan, "Aku menolak untuk itu tuan, permisi."
Laki-laki paruh baya itu melotot, tidak puas dengan respon yang diberikan oleh Sakura, dia memegang pinggang ramping itu yang membuat Sakura terpekik kaget. Lelaki cabul tersebut berniat untuk memeluk tubuh Sakura, akan tetapi seseorang lebih dulu menarik tubuh Sakura ke dalam pelukannya.
"Aku rasa dia sudah menolak, tapi kau tetap bersikap tidak sopan. Pergi dari sini sebelum aku kehilangan kesabaran."
Suara itu membuat Sakura terdiam, dia sangat kenal dengan suara dingin dan berat ini. Terdiam dengan degup jantung yang menggila, tak lagi mendengar suara apapun, hingga saat lelaki paruh baya tadi menghilang dari hadapan mereka.
"Kau baik-baik saja, Sakura?"
Yang dipanggil hanya menundukkan kepala, tak ingin mengeluarkan suara, wanita musim semi itu sedikit memberontak saat laki-laki tadi menarik tangannya keluar. Sakura jadi panik, dia menyentak tangan tersebut dan berlari menjauh dari sana.
"Sakura!"
*****
bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's Again
Short StoryLagi-lagi, hanya dia yang bisa membuat Sakura jatuh cinta. Disclaimer © Masashi Kishimoto Story by © bublevanilla