Part 5

1.4K 214 12
                                    

Menghela napas panjang, Sakura membalas tatapan penuh tanya yang dilemparkan oleh Sarada. Gadis kecil itu bahkan sudah mengubah posisinya menjadi duduk dan siap mendengar jawaban dari mulut sang Mama.

Wanita berambut merah muda tersebut menyerah, dia mengusap rambut sang anak kemudian bergerak menuju koper yang terletak disudut ruangan, koper tersebut berisi barang-barang di masa lalunya. Sakura membawa satu kotak berukuran sedang kemudian berjalan menuju kasur dan duduk kembali di sana.

Dia tersenyum seraya menatap Sarada, "Papa tidak bisa datang untuk menemani dan menikahi Mama. Tapi, kalau Sarada mau, Mama menyimpan beberapa foto kami saat masih sekolah."

"Calad mau lihat Mama!"

Sakura mengangguk dan mulai membuka kotak itu, dia mengeluarkan beberapa barang di sana dan tersenyum sendu saat melihat satu buah foto.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Sarada memandang foto itu dengan mulut yang sedikit terbuka, dia memandang pada Sakura kemudian bergumam pelan, "Ini Papa? Tampan cekali."

"Iya sayang, itu Papa Salad, namanya Sasuke. Jika Sarada bertanya-tanya darimana warna rambut itu maka jawabannya adalah dari Papa. Kalian terlihat mirip bukan? Sarada adalah versi perempuan dari Papa."

Sang gadis kecil menganggukkan kepala mendengar ucapan Sakura, manik onxy nya begitu fokus melihat foto tersebut.

Sakura masih tersenyum dan mulai mengeluarkan suara, "Mama sudah lama menyukai Papa. Dulu kami berada di satu sekolah yang sama, awalnya kami tak terlalu dekat tapi setelah mendapat tugas kelompok kami mulai dekat satu sama lain. Dari luar Papa memang terlihat dingin tapi jika sudah mengenalnya dengan baik maka Papa hanyalah orang yang tidak mudah berbaur, dia hanyalah orang yang canggung dengan sekitar ----

---- Setelah kelulusan kami tak lagi bertemu karena Mama harus bekerja, sedangkan Papa kuliah keluar negeri. Dan kami kembali bersua saat Papa sudah bekerja. Satu lagi, Papa Salad sangat pandai menggambar, sama seperti Salad."

"Wah~ Di mana Papa kelja, Mama?"

Wanita berambut merah muda itu masih menunjukkan ekspresi yang sama, tersenyum sendu, tapi jika dilihat lebih dekat maka akan ada setitik air mata yang siap untuk keluar dari maniknya. Melihat foto Sasuke sama saja dengan membuka rasa sakitnya dan masa lalu yang ada.

"Papa bekerja di tempat nan jauh, karena itu juga dia tidak bisa menemani kita sayang."

"Begitu ya." Sarada mencebikkan bibirnya. Gadis kecil itu memandang foto Sasuke dan memainkan jarinya di wajah tampan itu. Tanpa sadar ia mulai menangis dan terisak, "Papa ... Calad punya Papa cepelti kak Daichi. Papa ... Calad ingin beltemu. Calad juga ingin diajalkan menggambal oleh Papa."

Mendengar itu membuat Sakura tak tahan untuk tidak mengeluarkan air mata, wanita itu menarik Sarada ke pangkuannya dan memeluk tubuh kecil tersebut. Ada sebagian dari diri Sakura yang merasa menyesal karena sudah menunjukkan foto Sasuke, tapi di satu sisi dia merasa lega karena bisa memberitahu tentang Sasuke pada Sarada.

Gadis kecil itu mendongak, tangannya terulur untuk menghapus air mata yang jatuh membasahi pipi Sakura, "Mama janan menangic. Calad tidak mau Mama belcedih, jangan menangic lagi."

"Iya sayang. Mama tidak akan menangis, Salad juga."

Walaupun berkata jangan untuk satu sama lain, akan tetapi malam itu mereka berdua menangis, menangisi seseorang yang sama, lelaki yang dirindukan kehadirannya oleh Sarada, lelaki yang merupakan cinta pertama Sakura, yakni Uchiha Sasuke.


*****

Beberapa hari kemudian, seperti biasanya Sarada dan Daichi akan bermain bersama, menyusun puzzle dengan serius, kedua orang yang tampak sama itu bertos ria saat menyelesaikan susunan puzzle dengan benar. Mereka tertawa dan memilih untuk merebahkan badan setelahnya. Menatap langit-langit tempat penitipan yang dipenuhi oleh gambar bintang serta bulan.

"Salad, aku minta maaf, aku belum bertanya pada Papa tentang belajar menggambar, akhir-akhir ini dia sangat sibuk bekerja."

"Tidak apa kak." Sarada tersenyum, "Kak Daichi, telnyata Calad punya Papa. Tapi Papa Calad cibuk bekelja dan tidak bica menemani Calad dan Mama."

"Benarkah? Aku tidak menyangka. Kau tahu Salad, Papa itu bekerja untuk membahagiakan keluarganya. Lalu, bagaimana rupa Papamu?"

"Lambut Papa cama dengan Calad, bahkan wajah Calad juga milip. Calad ingin cegela beltemu Papa."

Daichi menoleh ke arah Sarada, bocah tampan itu tahu kalau gadis kecil tersebut bersedih, terdengar dari suaranya yang bergetar barusan, "Tenang saja. Aku yakin Papamu akan pulang dan menemani mu Salad."

"Hum."

Keduanya terdiam. Tak ada yang berbicara setelah itu, hingga tiba-tiba Daichi berdiri. Dia menatap Sarada kemudian tersenyum aneh, "Aku akan ke toilet dulu Salad."

"Oke kak."

Setelah kepergian Daichi, Sarada memilih untuk bermain mobil-mobilan, dia meletakkan boneka kudanya di atas mobil yang bergerak saat dia dorong. Hingga fokusnya terhenti melihat sosok Tenten yang masuk ke dalam ruangan, gadis itu tampak celingak-celinguk kemudian mendekati Sarada.

"Oh Salad, kamu melihat Daichi?" tanya Tenten.

"Ke toilet bibi."

"Begitu ya, kalau begitu bibi akan menyusul nya. Seseorang datang untuk menjemput Daichi lebih awal. Salad lanjutkan saja mainnya, Bibi keluar dulu." Setelah mengatakan itu Tenten keluar dari ruangan itu, berjalan menuju toilet untuk menyusul Daichi.

Sedangkan Sarada masih diam di tempat, menatap sosok lelaki dewasa bertubuh tinggi dan berambut raven tengah berdiri membelakangi nya. Gadis kecil itu tanpa sadar berjalan mendekat dan matanya terpaku sosok yang menjadi objeknya berbalik badan.

Keduanya saling bertatapan, Sarada merasa tubuhnya merinding, dia berkedip dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Pa----"

"Papa!"








*****

bersambung.

He's AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang