bit 02
⚠️ slight mention of violence
Jeonghan memaksa tubuhnya bangkit dan duduk bersandar pada dinding penjara. Kepalanya pusing dan tubuhnya terasa hancur setelah siksaan terakhir yang diberikan para prajurit kemarin hari. Tangannya lalu merogoh kantongnya, dan mengeluarkan binyeo di dalamnya.
Ia membersihkan hiasan rambut keemasan itu pelan dengan sisi bajunya yang kotor lalu tertawa pahit. Lucu sekali, pikirnya. Dulu ia menemukan alasan untuk hidup setiap kali menggenggam erat binyeo tersebut. Kini melihatnya, Jeonghan malah ingin mati. Ingin semuanya segera berakhir, karena ia merasa begitu lelah. Sangat-sangat lelah.
Suara ribut di luar gubuk penjara terdengar sampai ke telinganya. Ia tahu istana sedang mempersiapkan kedatangan Putri Hua, yang akan dinikahkan pada sang Putra Mahkota saat acara pentahbisannya menjadi raja siang nanti. Pasti putri itu cantik sekali. Memikirkannya bersanding bersama Seungcheol dipelaminan kembali membuat Jeonghan mual dan memancing buliran air mata kembali turun membasahi pipinya.
Suara mangkuk yang terbanting menyadarkan Jeonghan dari lamunan. Seorang prajurit kembali datang untuk mengirimkan makan siang lewat sela jeruji. Isinya berhamburan ke tanah, namun ia tidak peduli. Sudah dua hari lelaki cantik itu tidak makan. Ia berharap dapat mati kelaparan sebelum dieksekusi. Terserah yang mana datang lebih dahulu.
Jeonghan hampir kembali kehilangan kesadaran, sampai tiba-tiba matanya menangkap potongan kertas kecil diantara sumpit yang berserakan di lantai. Dengan susah payah, tubuhnya bergerak mengambil surat terlipat itu.
Setelah membuka dan membacanya, matanya melebar. Entah dengan kekuatan dari mana, ia lalu bangkit dan menggedor-gedor pintu penjara sambil berteriak.
"Buka, bukakan pintunya! Yang Mulia dalam bahaya! Tolong, tolong bukakan pintunya!" ia menangis histeris saat para penjaga disana malah menertawakannya.
Tangannya yang penuh luka tidak berhenti mendorong bambu-bambu kokoh tersebut, hingga ia kelelahan dan merosot ke lantai dalam tangisnya.
"Yang Mulia... Tidak.. Yang Mulia.."
— • — ✾ — • —
Jeonghan kecil terbangun saat pintu kereta itu dibuka. Setelah menangis semalaman dalam bingung dan ketakutannya, ia jatuh tidur karena kelelahan. Semua terjadi begitu cepat untuknya. Mulai dari prajurit yang membangunkannya paksa, hingga sang kakak yang berjanji untuk menyelamatkannya, dan akhirnya suara sang ayah yang memerintahkan kusir kereta untuk membawanya pergi dari istana.
Kakinya masih terlalu pendek untuk lompat, jadi ia meminta bantuan pada kusir kereta yang membawanya kemari itu. Tak disangka ia malah mendorong tubuh mungilnya hingga terjelembap jatuh ke tanah. Ketika menoleh ke atas, ibunya berdiri disana dengan wajah pucat tanpa riasan. Ia hendak bertanya, namun wanita itu terlebih dahulu masuk meninggalkannya ke dalam gubuk kecil dihadapannya.
Jeonghanpun segera bangun dan berdiri di depan pintu. Sempat ragu, namun suara pecah kaca mendahuluinya di dalam sana mendorongnya berlari masuk.
"BRENGSEEEKK!! Oh Yeonseok brengsek!! Oh Yeonjoo brengsek!! KEPARATT!!" Ibunya terus berteriak kesetanan. Ia tak berhenti mengumpat sambil menghancurkan barang-barang disana.
Jeonghan terlihat panik dan ketakutan, "Ibu.. Apa yang terjadi.. I-bu.."
Namun sang Permaisuri tidak menggubrisnya dan terus berusaha menghancurkan seluruh isi rumah. Jeonghan yang ketakutan memilih sembunyi di salah satu kamar di rumah lusuh itu. Ia berlindung dibawah selimut tebal di lantai, sesuatu yang selalu ia lakukan ketika merasa takut dan terancam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Solar and Nameless Wildflower
FanfictionKatanya, yang pertama adalah yang tak akan terlupa. Seungcheol adalah pria pertama yang ia sayangi, kagumi, lalu cintai dengan arus dahsyat bagai badai yang mengamuk. Begitu heboh, kuat, memporandakan segala yang disentuhnya. - This fic includes his...