(extra) Bloom Blaze • part 01

2.9K 162 26
                                    

Extra chapter

bit 03 •

To my little fairy, my little princess, my little ball of joy who forces me to drink magic on the days I feel like only breathing pain and gloom. Thank you for surviving. Thank you for breathing. This one's for you.

⚠️ warning: contains explicit labor/birth scene. do not proceed if this is not your cup of tea.



Jeonghan menggeliat gelisah dalam baringannya. Keringat dingin mulai menghiasi wajahnya yang menekuk, dan gaun tidurnya telah melekat pada permukaan kulitnya. Dadanya bergemuruh sampai menarik nafas pun terasa muluk. Ia tak pernah rasakan sakit seperti ini sebelumnya, seolah bagian dalam tubuhnya sedang diaduk, diremas, dan dimelarkan secara paksa.

Dayang Kwon tak henti menggosok punggungnya, sementara ia terus meringkuk membentuk bola dengan jari-jari gemetar menekan bawah pusarnya. Usapan wanita tua itu terasa cukup nyaman di tubuhnya, namun tak cukup untuk samarkan barang sedikit siksa yang ia rasakan.

Sekelebat bayang-bayang proses kelahiran yang tak lagi dapat dihindarinya pun terus merajam asa tanpa memberi ampun. Ketakutan itu lalu menjadi katalis bagi nyeri di sekujur tubuhnya, membuat kelopak matanya bergerak tanpa bisa dibuka.

"Hamba mohon. Biarkan hamba memanggil para tabib untuk memeriksa keadaan Yang Mulia."

Mantan pimpinan Jeonghan di akademi pelatihan gisaeng tersebut memohon untuk kesekian kalinya malam ini, namun gelengan yang kembali diterimanya.

"S-sebentar lagi. Beri - Beri kami waktu ..." bisiknya tersendat sebelum kembali melesakkan wajahnya ke bantal. Wanita tua itu lantas hanya dapat menghela napas dan keningnya punggungnya penuh kasih sayang.

"Hyungnim, kumohon cepatlah datang."

Malam itu diadakan jamuan besar-besaran untuk merayakan festival musim semi tahunan. Tamu-tamu kerajaan dari berbagai penjuru negeri datang berkunjung untuk bertukar hasil panen dan persembahan.

Sudah menjadi tradisi bagi permaisuri tuan rumah untuk mempersiapkan berlangsungnya festival, mulai dari pemilihan hidangan pesta, dekorasi, hingga seniman kerajaan yang akan melakukan ritual persembahan di panggung pentas. Prosesnya membuat Jeonghan cukup kewalahan, mengingat kandungannya telah memasuki bulan ke sembilan. Setelah memaksa tubuhnya bergerak di siang hari, setiap malam benaknya akan dihantui rasa cemas tentang proses kelahiran yang menanti di akhir bulan.

Ia berharap bisa beristirahat dengan lebih nyaman setelah festival berakhir, namun pada beberapa hari terakhir ia merasakan bobot bayinya mulai turun ke panggul. Tubuhnya hampir selalu terasa ngilu, dan dipaksa duduk sepanjang hari di muka umum untuk menyaksikan festival membuat semuanya terasa lebih buruk.

Sang permaisuri terus menggeliat di tempatnya singgah, berupaya mengalihkan rasa tak nyaman meski semuanya sia-sia. Di sela perhatiannya yang gagal memijak, ia tangkap keping mata sang raja yang duduk tak jauh dari nya, mengawasinya bak seekor elang.

Sisi bibirnya pun terangkat. Merasa hangat di dada karena di tengah tarian indah dari banyak penari elok, pusat perhatian suaminya itu malah tertuju pada dirinya. Maka ia tekan jari-jarinya ke telapak dan menguatkan diri. Berusaha mati-matian menjaga air wajahnya meski tiap sang raja mengalihkan pandang, ia akan menggigit bibirnya kuat-kuat dengan lipatan di dahinya.

Detik berlalu, dan Jeonghan bisa rasakan permukaan kulit abdomennya terus mengencang dan terasa begitu kaku. Tekanan pada pinggulnya lalu membuatnya merentangkan kakinya di bawah meja tanpa sadar. Ia tidak bodoh. Ini pertama kali untuknya, namun ia yakin bayinya yang baru saja menendang rusuk kanannya ingin keluar dari rahimnya secepatnya.

Midnight Solar and Nameless WildflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang