bit 06.1
p.s. to freshen up your memory:
Ayahnya Seungcheol : Klan Choi (dead)
Ibunya Seungcheol : Klan Oh
Ortunya Jeonghan + Permaisuri Yuna : Klan Yoon
—
Beberapa malam terakhir, untaian dongeng indah selalu terdengar dari pavilliun itu.
Seseorang bercerita dalam ratap, namun ungkapan harap tersirat di antaranya. Seungcheol tahu setiap kata yang keluar dari mulutnya merupakan doa besar pada semesta, angkasa, dan para dewa. Agar siapapun yang kiranya mendengar dan berkuasa lebih dari dirinya, dapat membantu mengembalikan rona hidup pada wajah pucat adiknya tercinta.
—
Setelah kekacauan yang terjadi pada acara pentahbisan dan pernikahan Putra Mahkota, para tabib istana dengan tergesa membawa tubuh lunglai Jeonghan ke pavilliun barat, tepatnya di kamar yang dulunya ia tinggali saat masih belia. Atas perintah Seungcheol, seluruh tenaga pengobatan istana dikerahkan. Berbagai carapun dicoba, mulai dari medis sampai mistis dalam upaya menolong si calon pembunuh yang berakhir menyelamatkan.
Saat pertama tubuhnya dibaringkan, denyut nadi sang gisaeng terasa lebih lemah dari pada gelombang air di kolam kosong tanpa ikan. Ketika jarum-jarum kecil ditusukkan pada bagian vitalnya, darah segar tak henti mengalir dari kedua cuping hidungnya, namun kedua matanya tetap terpejam erat. Rapalan doa dan mantra tak henti digaungkan oleh shamman terbaik kerajaan, hingga pada malam ke tujuh, keadaan Jeonghan mulai membaik meski kesadaran belum diraihnya.
Selama itupun, tak terhitung sedetik Seungcheol beranjak, kecuali untuk makan dan bebersih. Ia mempercayakan persoalan kerajaan pada Mingyu untuk sementara, meski tindakan ini tentu cukup ditentang oleh para menterinya. Setiap malam ia berjaga di paviliun, membacakan berbagai buku cerita untuk menemani sang adik mencari jalan menuju kehidupan. Miris, karena hal serupa dulu dilakukan sang gisaeng untuk membantunya berlabuh ke alam mimpi.
Ibunyapun ikut larut dalam kekhawatiran, membiarkan putranya yang biasanya menaruh perihal istana diatas segalanya melakukan yang ia bisa untuk menebus rasa bersalahnya pada sang adik. Ia ikut mengucap doa di kuil setiap pagi, lalu berkunjung sebentar untuk memastikan Seungcheol menyantap sarapannya sambil menanyakan keadaan Jeonghan.
Di sisi lain, ia bergerak mandiri untuk menyelidiki usaha pembunuhan ini lebih lanjut. Dengan Seungcheol yang absen dari pemerintahan, ia lebih bebas memerintahkan prajurit dan petugas istana untuk mencari keberadaan Yoon Yuna yang jelas-jelas merupakan dalang dari semuanya. Sepucuk nota kecil yang diterima Jeonghan pada saat terakhirnya cukup menjadi bukti yang memperkuat deduksinya.
Tepat di malam sang gisaeng berhenti mengeluarkan darah, Nyonya Kwon datang ke kediamannya bersama dayang tua yang wajahnya ditutupi cadar. Rupanya ia merupakan salah satu dayang yang hadir pada proses kelahiran Jeonghan di istana, dan sampai akhir ini masih berhubungan dengan mantan permaisuri itu. Setelah dijanjikan perlindungan dan bayaran berlimpah, ia membeberkan segalanya. Tentu karena Klan Yoon yang dulunya berdiri tegak mengelilingi raja kini telah habis, menyisakan Jeonghan seorang diri.
"Gisaeng itu, ia memang adalah putra kandung penasihat Yoon." ucap si dayang. Suaranya bergetar, entah karena ketakutan atau duka. "Namun Tuan sesungguhnya tidak bersalah, ia begitu baik. Ia pria yang baik. Ini tidak adil. Ia pria baik!" Ia mulai meracau tak karuan sebelum menunduk dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Midnight Solar and Nameless Wildflower
FanfictionKatanya, yang pertama adalah yang tak akan terlupa. Seungcheol adalah pria pertama yang ia sayangi, kagumi, lalu cintai dengan arus dahsyat bagai badai yang mengamuk. Begitu heboh, kuat, memporandakan segala yang disentuhnya. - This fic includes his...