Floral eclipse • part 02 🔞

2.3K 114 5
                                    


bit 04.2

🔞🔞

Alih-alih berjalan kembali ke kamar, Jeonghan berhenti untuk duduk di dekat kolam teratai. Bagaimana bisa semuanya menjadi sejauh ini? Bagaimana bisa ia membiarkan dirinya terbuai, terlena dalam permainan omong kosong yang bahkan ia mulai sendiri?

Kepalanya memutar gambar tanpa suara, memori ingatan akan malam-malam yang mereka lalui bersama. Suara lembut dan perilaku manis sang kakak ialah siksa, sekaligus candu untuknya.

Seungcheol yang selalu bersikap lembut dan jenaka, merengkuh tubuh ringkihnya dalam tidurnya, bukanlah Seungcheol yang akan dilantik menjadi pemimpin kerajaan pekan yang akan datang. Sang kakak yang menawarkan rasa nyaman dan aman, menghujaninya dengan afeksi dan kata-kata indah bukanlah sosok yang sama dengan Putra Mahkota yang harus memimpin dan melindungi ratusan rakyat di negeri ini.

Seungcheol yang ia kenal ditemani cahaya redup rembulan, bukanlah Seungcheol yang kembali terlahir saat sang surya mengintip.

Hubungan mereka bagaikan mimpi indah, manis dan tenang di malam hari, dan berakhir saat langit tak lagi gelap. Pada akhirnya ibu angkatnya benar, tidak akan ada akhir bahagia untuk calon raja dan penjahat sekaligus lacur kerajaan.

Larut dalam lamunan, Jeonghan tidak menyadari sosok lain dengan anggun berjalan mendekat.

"Cantik, bukan?" sapaan itu mengagetkannya.

Seorang wanita paruh baya berdiri dengan anggun di hadapannya. Jeonghanpun tergesa menghapus air mata di pipinya dan menunduk dalam. Tentu ia mengenalnya. Wanita yang melahirkan calon penerus kerajaan, wanita yang sejak awal menggenggam erat hati mendiang raja, wanita yang dulu dengan telaten menyuapinya bubur gandum saat dirinya yang masih balita menolak mengunyah.

"Salam, Selir Oh."

Wanita itu tersenyum manis dan memerintahkan Jeonghan untuk duduk kembali.

"Teratai-teratai ini..." matanya tersenyum, menatap sendu tanaman indah yang mengambang elok pada tepi kolam. "..bertahan hidup di air yang begitu kotor, namun ia tak pernah gagal menunjukkan keindahan dan kemurniannya, bukankah itu menakjubkan?"

Jeonghan tak menjawab, sedikit gugup dan takut wanita di sampingnya ini mengenali wajahnya. Tak ia sadari bahwa selir nomor satu kerajaan yang menolak menjadi permaisuri saat pemberontakan keluarga Yoon terbongkar bertahun-tahun silam ini sedang membicarakannya melalui perumpamaan barusan.

"Jadi, bagaimana rasanya bersetubuh dengan anakku? Apa lebih hebat dibanding pria-pria lain yang membayarmu biasanya?"

Pemuda itu terkesiap. Pertanyaan ini tidak melukai sang gisaeng, namun menusuk hati Jeonghan kecil. Sisi kekanakan dalam dirinya ingin menyangkal, menunjukkan sedikit harga diri dihadapan ibu angkatnya yang dulu selalu menatapnya bangga dan hangat itu.

"Hamba.. Hamba tidak pernah.." ia mencicit tanpa sadar, namun kemudian gelagapan dan langsung bersimpuh di lantai ketika menyadari bahwa ia tidak seharusnya menjawab pertanyaan retoris dari wanita nomor satu di negeri ini.

"Berdirilah.." selir Oh menuntunnya, tetap sambil tersenyum. "Aku tidak bermaksud buruk, gisaeng...?"

"Yoon, Yang Mulia."

"Langsung saja, kau pasti telah mendengar kabar pernikahan putraku dengan Putri Hua dari utara." kesedihan di kedua netra Jeonghan gagal disembunyikan.

"Sejujurnya aku tidak terlalu senang dengan keputusannya, dan membutuhkan bantuanmu untuk menggagalkan rencana ini."

Jemari lentik selir itu membetulkan anak rambut yang sedikit menutupi kening Jeonghan. "Maukah kau membantuku mengubah keputusan bodohnya itu? Tentu akan kuberikan imbalan yang setimpal untukmu nantinya."

Midnight Solar and Nameless WildflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang