Floral eclipse • part 01

1.1K 111 0
                                    


bit 04.1

⚠️ kissing

Seungcheol memulai harinya dengan senyuman lebar. Gurat lelah dibawah mata yang biasanya selalu menemaninya kini absen entah kemana. Semalam adalah istirahatnya yang paling nyaman setelah entah beberapa lama.

Suasana hati baiknya lalu berlipat ganda, ketika mendengar kabar dari kasim kepercayaannya bahwa gisaeng yang menemaninya malam tadi menyanggupi permintaannya untuk tinggal dan bekerja di istana. Ia pun buru-buru menyelesaikan garapan harian dan lekas beranjak ke biliknya saat petang mulai menyambut.

Ketika pintu dibuka, lelaki cantik itu telah menunggu didalamnya. Ia lantas berdiri dan memberikan hormat dalam sebelum tersenyum lembut.

"Aku senang, kau menyanggupinya, gisaeng Yoon." jawabnya sambil tersenyum tulus.

"Hamba tak akan mampu membalas kemurahan hati Yang Mulia. Berada disini adalah suatu kehormatan." Jeonghanpun kembali berlutut hormat.

Lantas malam itu dan setelahnya selalu mereka habiskan bersama. Jeonghan selalu datang lebih awal, menyambut kedatangan Putra Mahkota setelah sepanjang hari ia habiskan membereskan permasalahan negara bersama kabinet istana.

Tugas sang gisaeng sebenarnya sangat sederhana. Ia hanya diminta membacakan dongeng pengantar tidur hingga Seungcheol jatuh terlelap, apa yang dilakukannya untuk menjaga sang Putra Mahkota tetap bertahan di alam mimpi ia simpan menjadi rahasianya, termasuk serangan panik dan mimpi buruk yang harus ia halau tiap malamnya.

Setiap pertemuanpun, ia mencoba membulatkan tekat untuk menjalankan titah sang ibu dan membunuh calon rajanya. Namun raut tenang Seungcheol saat tertidur yang kadang menekuk menyedihkan dalam mimpi buruknya, selalu membuatnya lemah dan mengurungkan niatnya. Kegagalan demi kegagalan tiap harinyapun membuatnya urung membuka berlembar-lembar surat yang dikirimkan oleh ibunya dari desa.

Lambat laun, kenyamanan dan rasa sayang mulai mengikat keduanya. Bincang kecil yang mereka lakukan sebelum tidur menjadi bagian paling menyenangkan dan ditunggu tiap harinya. Seungcheol selalu datang lebih awal, sehingga seringkali mereka berakhir makan malam bersama. Pada hari tertentu, Jeonghan akan meninggalkan secarik puisi di atas jubah kerajaan yang terlipat di sisi ruangan sebelum beranjak dari ruangan ketika matahari mulai terbit. Pada sore hari saat ia kembali, balasan akan ditemukannya dengan sekuntum bunga.

Terkadangpun, mereka menghabiskan waktu untuk bermain satu atau dua ronde catur kuno yang Jeonghan telah kuasai dan gemari sejak kecil. Sejauh ini tidak sekalipun sang Putra Mahkota berhasil mengalahkannya.

"Kau mengingatkanku pada adiku.." ucap Seungcheol suatu hari. "Kami bermain hampir setiap hari, namun tak sekalipun aku menang." ia terkekeh sendu.

Tangan Jeonghan yang sedang membereskan pion-pion catur itu pun mendadak terhenti. Tentu ia menyadari Seungcheol sedang membicarakannya. Ia ingat betul usaha kerasnya untuk selalu mengalahkan sang kakak, terkadang ia akan berbuat curang dan berakhir menerima sentilan kecil di dahinya.

Ucapan barusan entah mengapa membuat keduanya merasa canggung. Malam itu keduanya bergelut dalam pikiran dan nostalgia yang menyesakkan. Dua buku telah habis Jeonghan bacakan hingga tenggorokannya terasa kering, namun Seungcheol tak kunjung jatuh ke alam mimpi.

"Maukah kau berkeliling istana bersamaku?" ia tiba-tiba mengucap ketika sang gisaeng berniat mengambil buku lain untuk dibacakan. Jeonghan terkejut, namun kemudian mengangguk.

Mereka pun keluar paviliun lewat pintu belakang agar tak ada prajurit yang mengikuti. Jeonghan juga ingat jalan ini. Pintu rahasia yang sering ia lewati ketika ia tidak bisa tidur di malam hari saat masih kecil.

Midnight Solar and Nameless WildflowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang