04 - Bekal

760 115 6
                                    

Pagi ini, belum apa-apa mood Haning sudah jelek saja. Padahal juga baru datang dan masuk kelas, tapi murid-murid di kelasnya kompak melayangkan tatapan tajam ke arahnya. Mau tak mau, dia harus klarifikasi dan menjelaskan semuanya sekarang juga.

"Duhh, kalian kenapa sih? Masih marah sama gue gara-gara gue nyiram es cendol ke Maurel?" katanya kepada semua murid.

Tak ada balasan apa-apa dari semua temannya itu. Mereka hanya terus menatap Haning dengan sinis dari bangku mereka masing-masing, membuat Haning berdecak dan memutar bola matanya.

"Ck, please deh, Maurel tuh bukan segalanya. Kenapa sih kalian memuja dia banget, hm? Lagian nih ya, gue sama dia udah baik-baik aja. Dia ga marah kok gue siram kemarin. So.. kalian juga stop ngediemin gue nya, karena masalah gue dan Maurel udah beres. Paham?" katanya pada semua temannya.

Temannya tak ada yang menjawab, mereka tetap diam saja di tempat sambil melirik dengan pandangan tak enak pada Haning.

Anjir, nyiram Maurel pake es cendol aja bisa bikin gue dimusuhin sekelas kaya gini..

Terserah lah, jika mereka semua tidak ingin berteman lagi dengan Haning, terserah saja. Lagipula, Haning juga masih tergolong anak baru disini, lebih baik tak punya teman sejak awal kepindahan daripada kehilangan teman yang sudah akrab dengannya di tengah-tengah. Mumpung dia masih anak baru dan belum punya teman akrab, lebih baik sekalian saja kan.

Haning menyilangkan kedua tangannya ke depan dan ia letakkan di atas mejanya. Ia lalu merebahkan kepalanya di kedua tangan yang tersilang di atas mejanya itu. Haning menghadap ke kiri, ke arah jendela kelas yang gordennya belum terbuka. Tak terasa, lima belas menit berlalu, dan waktu sesingkat itu nyatanya dapat mengantarkan Haning ke pulau kapuk.

Tidurnya nyaman sekali, tapi kemudian sayup-sayup teriakan histeris teman-temannya membuatnya sedikit terganggu. Hanya saja Haning sungguh tak mau memberikan atensi. Dia tetap memejamkan matanya dan mempertahankan posisi tidurnya yang seolah terasa nyaman itu.

Telinganya kini mendengar sayup suara langkah kaki yang makin mendekatinya. Haning masih tak peduli. Bahkan saat ada suara kursi di depannya yang ditarik oleh seseorang, Haning juga masih tak bergeming. Sampai pada akhirnya, gorden jendela kelas ini pun sengaja dibuka oleh seseorang.

Sreeekk..

"Ih, silau! Apaan sih?" refleks, Haning membuka matanya dan membuang pandangan ke arah lain.

Di depannya, Maurel terduduk di kursi dengan terbalik, menghadap ke arah Haning yang baru saja bangun karena terganggu oleh ulahnya. Haning melengos dan mendesah kasar. Melihat wajah Maurel sepagi ini membuatnya begitu malas dan hilang mood belajar.

"Pantesan anak-anak pada histeris. Gara-gara lo masuk sini?" tanya Haning dengan nada tak enak.

Maurel hanya mengedikkan bahunya. Dia lalu meletakkan kotak bekal yang ia bawa itu di atas meja Haning, membuat cewek pendek itu jadi melayangkan tatapan bingung untuknya.

"Mama bikinin bekal buat lo, dan gue suruh ngasihin ke elo." ujar Maurel, yang peka jika Haning butuh penjelasannya.

Haning melengos, mengedarkan pandangan ke arah lain. Dia menopang dagu dan menatap ke luar kelas dengan malas. Merasa didiami oleh Haning, Maurel kembali buka suara.

"Udah sih, gue kesini cuma mau nganter ini doang." katanya.

"Bilangin ke nyokap lo, ga perlu bersikap ngebaik-baikin gue gini. Kasian nyokap lo yang udah effort banget tapi ternyata ga berefek apapun ke gue nya." ujar Haning tanpa menatap Maurel.

Maurel yang hendak beranjak pergi itupun mengurungkan niatnya. Dia memicingkan matanya dan menatap Haning dengan heran. Tapi dia berusaha mencerna ucapan Haning. Maurel diam untuk berpikir sejenak, sebelum pada akhirnya dia membalas perkataan Haning.

Step-sister | bbangsazTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang