6

651 21 1
                                    

Zaidan kembali memasuki mobil rombongan sekar langit. Ia telah menjalankan tugasnya untuk mengisi acara di Bandung. Sekarang, ia dan teman-temannya dari sekar langit akan bertolak ke Bogor.

Di perjalanan, Zaidan merasa sangat bosan. Ia memutuskan untuk melakukan video siaran langsung di instagram sambil menyapa penggemar-penggemarnya yang kebanyakan kaum hawa. Zaidan membaca satu per satu komentar yang muncul dan menjawab sekenanya.

"Bib Zidan mau kemana? || Ini otw ke Bogor"

"Bib Zidan kapan ke Surabaya? || Insya Allah secepatnya"

"Safetybelt di pakai!" Yang terakhir ini tidak dijawab oleh Zaidan, ia hanya mengacungkan jempol lalu memakai safety belt sesuai dengan perintah orang yang ada di live Zaidan.

***
Nisa duduk di kantin bersama dengan Ana. Ia sedang melihat video siaran langsung dari instagram Zaidan. Ia langsung tersenyum ketika permintaannya agar Zaidan memakai safetybelt dituruti.

"Nis, kalian kenapa sih ngga mau publish ke sosmed kalau kalian nikah? Kan katanya sembunyikan lamaran umumkan pernikahan"

"Apa yah, eum aku belum siap aja sih"

"Belum siap gimana? Ini loh liaten komenan live ig habib dipenuhi sama garanganwati kaya gini. Kalau kalian go public kan mereka ga bakal berani"

"Hust! Sembarangan nyebut garanganwati! Ya gimana aku ngerasa belum siap aja. Takut kalau orang-orang belum bisa nerima kalau istrinya Habib tuh aku. Takut ga sesuai ekspektasi mereka"

"Terus kamu bisa santai-santai aja gitu baca komenan orang-orang. Ga cemburu apa?"

"Gimana ya Na, ada rasa ga enak sih baca komen-komennya tapi aku ngerasa belum layak ngelarang-larang Bib Zidan"

"Belum layak piye toh Nis, kamu kan istrinya ya layak-layak aja lah. Aku mah kalau jadi kamu udah ngereog ngeliat suamiku digodain orang-orang. Apalagi suami yg Masya Allah kek gitu"

"Udahlah, aku sama beliau baru banget menikah jadi masih perlu banyak penyesuaian"

"Iya sih. Tapi apapun itu aku yakin Habib Zidan suami yang baik banget buat kamu. Romantis sama penyayang kan pasti"

"Aamiin"

Nisa tersenyum miris mendengar kalimat Ana yang menyatakan bahwa Zaidan adalah orang yang romantis dan penyayang. Nyatanya setelah menikah Zaidan selalu menunjukkan sikap dingin pada Nisa. Hanya berbicara seperlunya saja.

Kini, baik Ana maupun Nisa saling diam. Mereka sibuk dengan makanan mereka masing-masing. Sesekali mereka juga membahas tentang satu semester yang akan datang. Semester yang akan menjadi puncak perjuangan di bangku perkuliahan.

...

"Nisa!" Dua orang yang duduk di kantin itu langsung mencari sumber suara. Ternyata itu adalah suara Viki yang memanggil nama Nisa.

"Eh, Vik?"

"Udah registrasi matkul?"

"Udah, kamu sendiri?"

"Udah juga barusan. Ga kerasa yah udah hampir 4 tahun aja kita kuliah, ga kerasa udah hampir 4 tahun juga aku nung. . . ."

"Astaghfirullahaladzim, Na! Aku lupa kalau aku ada janji sama Mbak Indah hari ini" Nisa tiba-tiba memotong kalimat Viki membuat cowok itu langsung menghentikan ucapannya

"Hah emang janji ke mana?"

"Itu loh yang tak bilang tadi" Nisa memberikan kode berupa kedipan mata pada Ana membuat sahabatnya itu langsung mengerti apa maksud Nisa.

"Oh yang katanya Mbak Indah minta anter ke stasiun itu yah? Eh ini udah jam berapa loh Nis. Bisa-bisanya kamu lupa. Cepetan sana anterin Mbak Indah sebelum ketinggalan kereta"

"Eh ada apa sih? Aku belum selesai ngomong Nis" Viki dibuat bingung oleh kedua sahabat itu. Semula mereka tenang-tenang saja namun tiba-tiba saat ia datang mereka langsung heboh berdua.

"Maaf Vik, aku harus pulang sekarang. Aku mau anter Mbakku ke stasiun soalnya. Ini udah mepet takutnya telat. Udah ya aku duluan. Assalammualaikum"

Nisa berlari kecil menjauhi Ana dan Viki yang masih berdiri di kantin. Viki masih memasang ekspresi yang sama yakni bingung dengan sikap Nisa barusan.

"Na, Nisa kenapa sih?"

"Kenapa apanya? Kan udah dibilang tadi mau nganter Mbak Indah ke stasiun"

"Tiba-tiba banget?"

"Ya namanya juga orang baru keinget. Lagian kenapa sih Vik, gitu doang padahal"

"Hhh, mau cerita boleh gak sih Na?" Ana memandang ke arah Viki. Ia mengangguk dan bersedia mendengar cerita Viki yang sebenarnya ia tahu arahnya kemana.

"Segitu nggak bisanya ya Nisa buka hati buat cowok?"

"Yah seperti yang kita tahu, Nisa ga mau buka hati buat yang bukan mahramnya"

"Na, aku rasa semua orang pasti merasakan kok gimana itu menaruh hati ke orang lain. Begitupun Nisa, dia pasti juga pernah punya rasa ke lawan jenis. Emang segitu ga bisanya dia buka hati ke aku?"

Ana menunduk, ia ingin menata kalimatnya sebelun menjawab pertanyaan Viki. Selama ini, Viki memang menaruh hati pada Nisa. Dari sekian laki-laki yang mencoba mendekati Nisa, Viki inilah yang paling berusaha untuk mendapatkan hati Nisa. Ana jelas tahu hal itu. Dan saat ini, Ana juga tahu tentang fakta yang masih disembunyikan oleh Nisa.

"Vik, sesuka itu sama Nisa?"

"Ga perlu ditanya, Na"

"Gini ya Vik, lepasin Nisa pelan-pelan. Aku tahu kalau itu pasti sulit, tapi aku yakin kamu pasti bisa"

"Maksudnya apa Na? Kenapa tiba-tiba aku disuruh lepasin Nisa?"

"Karena sampai kapanpun, kamu ga akan bisa sama Nisa. Bahkan bukan hanya kamu, orang lain juga ngga akan bisa"

"Alasannya apa? Jangan asal bicara Na. Kamu bukan Tuhan yang bisa nentuin siapa yang bisa sama Nisa"

"Aku emang bukan Tuhan, Vik. Tapi untuk ucapanku yang tadi itu benar"

"Kalian berdua kenapa sebenernya? Ada yang kalian sembunyiin?"

"Udahlah, Vik. Mending turuti aja apa kataku tadi. Lepasin Nisa, jangan dikejar lagi, lupain pelan-pelan"

"Ngga Na. Nisa masih single, jadi siapapun berkemungkinan bisa dapetin dia"

"Hhh kalau kamu emang ga mau nurut yaudahlah Vik. Aku pamit aja, Assalammualaikum"

"Na, aku belum selesai Na!"

Ana meraih tasnya lalu pergi meninggalkan Viki yang masih dikuasai oleh rasa penasaran tentang Ana dan Nisa. Ia masih bertarung dengan pikirannya sendiri.

"Apa Nisa udah ada yang punya?"

"Ah ngga mungkin, aku tahu Nisa siapa"

"Tapi gimana kalau ternyata Nisa sudah ada yang mengkhitbah atau bahkan sudah menikah?"

"Ah, Nisa itu populer di kampus. Kalau ada berita seperti itu pasti cepat nyebarnya!" Viki bermonolog sebelum akhirnya ikut pergi.

Bersambung. . .
Terima kasih yang sudah membaca
Sampai jumpa di part berikutnya, have a nice day!✨

Habibi - MZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang