3

573 21 1
                                    

Nisa berjalan menghampiri Ana, sahabat dekatnya di kampus. Mereka bersahabat sejak pertama kali masuk universitas saat penyambutan mahasiswa baru. Ana sering main ke rumah Nisa begitu pula sebaliknya, Nisa sering main ke rumah Ana.

"Eh bundadarinya kampus kenapa ini, dateng-dateng lemes gitu. Bentar deh Nis, habis nangis ya kamu?" Ana menyadari jika mata Nisa sembab. Yah, Nisa menangis sepanjang malam merenungi hal yang baru saja ia ketahui.

"Eh engga kok, kenapa?"

"Mata bengkak gitu masih bilang engga nangis"

"Ini emmm semalem nonton film sedih banget sampe kebawa suasana jadi ikut nangis"

"Sejak kapan suka nonton film? Nis, jangan bohong deh. Cerita dong kenapa, ada apa?"

Nisa diam, wajahnya kini terlihat sangat murung.

"Nis, siapa yang jahatin kamu? Bilang sini biar tak samperin orangnya!"

"Ndak ada, Na. Oke aku cerita tapi duduk dulu ya. Capek habis lari-larian minta tanda tangan kaprodi terus ngumpulin laporan KKN"

"Iya ayo, gimana-gimana?"

"Hmm. . . aku dijodohin"

"Hah?" Ana terkejut sehingga ia meninggikan nada suaranya. Membuat beberapa orang di sekitarnya menoleh.

"Sama siapa?"

...

Tidak ada jawaban dari Nisa. Ia masih enggan mengatakan siapa yang telah datang untuk melamarnya.

"Yang jelas, bagiku dia sangat tinggi bahkan sangat sulit untuk digapai. Aku sendiri masih belum percaya kalau aku lauhul mahfuznya"

"Ih kok aku merinding sih, Nis. Plis jangan bikin penasaran dong. Namanya siapa sih"

"Muhammad Ashadullah Alhasyimi"

Sekarang justru Ana yang terlihat bingung. Ia tidak mengenal siapa pemilik nama yang disebutkan oleh Nisa.

"Udah, Na. Jangan dipikirin, nanti kamu juga tau sendiri"

"Kapan nikahnya? Aku diundang kan?"

"Insya Allah bulan depan, pasti aku undang kok. Tapi cuma acara sederhana aja kayaknya"

"Apapun itu, yang jelas aku selalu berdoa yang terbaik buat kamu. Beruntung banget laki-laki yang bakal jadi suamimu Nis!"

"Aamiin, makasih Na. Oh iya, jangan bilang ke siapa-siapa ya tentang hal ini"

"Kenapa emang?"

"Ngga papa, nanti aja kalau udah waktunya"

"Yaudah, aku ikut kamu aja Nis"

Nisa hanya mengulaskan senyum tipisnya. Ana tidak tahu siapa laki-laki yang disebut beruntung itu. Padahal menurut Nisa laki-laki itu bisa mendapatkan yang lebih dari Nisa.

Usai dengan urusan kampus, Nisa dan Ana tak langsung pulang. Mereka ingin datang ke taman tak jauh dari kampusnya untuk menemui adik-adik tingkat yang menjadi panitia kegiatan di jurusannya. Nisa memang tak pernah segan untuk membantu adik-adiknya yang memang memerlukan bantuan pemikirannya.

Tampak Nisa sedang duduk bersama dengan panitia acara dan memberikan gagasannya yang disimak dengan baik oleh mereka. Baik Nisa maupun adik-adik tingkatnya terlihat sangat fokus dalam bertukar pendapat.

"Jadi setelah ini kalian bisa pertimbangkan lagi, apa yang tak sampaikan tadi juga ndak harus kalian ambil seluruhnya kok. Mungkin kalau kalian punya gagasan yang lebih bisa aja kalian pakai. Ndak harus yang dari Mbak Nisa ya adik-adik. Itu cuma beberapa referensi menurut dari pengalaman Mbak Nisa aja"

Habibi - MZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang