8

643 22 1
                                    

Pukul 9 pagi Zaidan terbangun dari tidurnya. Hari ini ia tidak ada jadwal mengisi acara. Setelah menjalankan sholat subuh, Nisa memintanya untuk kembali beristirahat agar keadaannya semakin membaik.

Zaidan mencari keberadaan Nisa karena istrinya itu tidak terlihat sama sekali. Zaidan menuju ke halaman belakang dan menemukan Nisa sedang menata beberapa bunga sehingga menjadi lebih rapi.

"Nis" Nisa mengangkat dagunya dan melihat Zaidan yang berdiri didepan pintu.

"Oh udah bangun mas. Tadi udah tak siapin sarapannya di meja makan. Aku bikinin bubur tadi. Di makan ya mas habis itu minum obat terus dibawa istirahat lagi. Mumpung libur dipake buat istirahat. Nanti kalau butuh apa-apa panggil aja, aku bersih-bersih disini" Zaidan tak menjawab, ia justru menghampiri Nisa dan meraih tangannya. Zaidan menarik tangan Nisa dan membawanya masuk kedalam.

"Temenin aku makan" Nisa sempat terdiam beberapa detik saat Zaidan meminta ditemani makan. Terlebih lagi ketika Zaidan menyebut dirinya dengan kata aku bukan saya.

"Punyamu mana?"

"Apanya?"

"Makanannya. Ga makan juga?"

"Masih belum laper, nanti kalau mau makan tinggal angetin daging yang semalem masih banyak" Lagi-lagi Zaidan tak menjawab. ia justru menyendokkan buburnya lalu mengarahkan ke Nisa.

Nisa menatap Zaidan sesaat kemudian menunduk. Ia tak kuat jika terlalu lama menatap mata Zaidan.

"Mas Zidan aja yang makan habis itu minum obat"

"Kamu juga. Ini perintah" Nisa kini membuka mulutnya dan menerima suapan dari Zaidan dan membuat bibir Zaidan membentuk lengkungan senyum meski sangat tipis.

"Ini obatnya mas, tadi aku juga sempat ke apotek beli kompres ini"

"Makasih" Nisa mengangguk. Ia membereskan peralatan makan dan menatanya kembali. Zaidan memperhatikan wajah Nisa. Matanya terlihat sangat layu. Zaidan paham jika sebenarnya Nisa sedang menahan kantuknya. Zaidan juga tahu kalau semalaman Nisa terjaga demi merawat dirinya.

"Mas, istirahat lagi yah. Nanti pas dzuhur tak bangunin"

"Iya. Sama kamu tapi"

"Hah?"

"Ga usah hah heh" Zaidan kembali menarik tangan Nisa dan menyuruhnya beristirahat. Nisa hanya bisa pasrah dan menuruti perintah Zaidan. Dan kenyataannya memang Nisa sangat butuh istirahat. Baru beberapa menit meletakkan tubuhnya diatas tempat tidur, Nisa sudah terbang ke alam mimpinya.

Kring. . . Kring. . . Kring. . .

Viki is calling. . .

Zaidan meraih ponsel Nisa yang berbunyi. Ia mengernyitkan dahinya saat membaca siapa nama yang menghubungi Nisa. Zaidan menolak panggilan itu dan meletakkan ponsel Nisa kembali.

"Apasih berisik, ganggu istri orang aja!" ucap Zaidan lirih karena tak ingin mengganggu Nisa tidur.

Zaidan duduk diujung tempat tidur, memandangi istrinya yang sedang pulas. Tangannya tergerak untuk mengusap puncak kepala Nisa.

"Yang sabar hadapin aku ya Nis" Ucap Zaidan yang tidak bisa didengar oleh Nisa.

"Kita sama-sama belajar saling mengenali, sama-sama belajar saling mengerti. Perihal cinta, itu bisa datang kapan saja. Kamu adalah perempuan yang sangat mudah untuk dicintai. Semoga kamu bisa belajar mencintai orang menyebalkan sepertiku Nis"

Zaidan terdiam sambil terus memandang kearah Nisa. Tangannya juga masih belum berpindah tempat, masih nyaman berada di puncak kepala Nisa.

"Ah iya!" Zaidan teringat sesuatu. Ia sempat membeli dua buah gelang yang terdapat inisial. Ia mengambilnya dari dalam tas kecil.

Habibi - MZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang