Tanggal 16 April, dia kembali menghubungiku. Ku pikir kita sudah baik-kan. Ternyata, akun fb-nya bermasalah. Dia meminta tolong padaku untuk mengembalikan akun fb-nya itu yang lupa password. Lupa passwordnya karna beberapa hari waktu aku diabaikan itu dia ganti. Mungkin dari situ harusnya aku sadar dia tak menginginkan diriku lagi.
Sampai tanggal 17 April kami berdua masih berkutik pada akun facebooknya yang lupa password itu. Dan di hari itu juga dia sudah bisa masuk kembali pada akun facebooknya. Bahkan chat terakhirku yaitu izin bermain game bersama Ila. Dan di hari itu juga aku mengecek profil gamenya yang ku ajak berpartner itu tidak ia munculkan karakternya. Sungguh aku sedih. Segitunya kah dia akan prinsip stay private?
Lagi-lagi aku dicueki olehnya, 3 hari aku dicueki. Aku hanya bisa melihat aktivitas dia melalui game. Dia selalu push rank bersama temannya dan juga Egar. Aku menontoni dia yang asik push rank tanpa izin ataupun mengajakku. Padahal ia tahu aku selalu aktif di game itu berharap ia mengajakku nyatanya tidak. Pada tanggal 20 April, tiba-tiba saja dia mengirimkan pesan 'lobby'. Jawabku 'gue kan beban'. Akhirnya, aku login ke game sehingga kami berdua selobby.
Mungkin ini adalah hari terakhir dia membuat memori yang membahagiakan untukku. Dia bercanda padaku saat digame serta melempari diriku bom pada game itu. Ada ketawa dan canda pada hari itu. Itu hanya sebentar tapi bagiku sedikit bermakna. Setelah permainan selesai ada pesan melalui whatsapp, tapi aku kurang tahu awalan apa tapi yang ku ingat. Tapi, kurang lebih seperti ini,
Aku
'nanti kl ada wktu ingin bicra bisa?'
Iki
'tdk'
'mls'
Aku
'knp?'
'kau sudah mls sm sa?'
Iki
'terserah kau lah, malas debat sama kau'
'klo ga ku blas lagi ga mood'
Aku
'ga mau berdebat jg, tp stdkny kl emg g mood ydh bls "lg g mood". jd ku ga mikir aneh2 kau thdp sy'
Iki
'makanya gausah tuduh2 smbarang'
Sebenarnya, aku tidak ada menuduh dia apapun. Apakah ini masih terkait tanggl 11 April itu. Perempuan yang ia sebut keponakan itu. Padahal, aku tidak menuduh hanya bertanya saja. Atau karena aku bilang dia malas denganku? Ah, sudahlah. Hiperbola sekali.
Lagi-lagi aku dicueki hingga tanggal 22 April sebagai keputusanku antara bertahan atau tidak. Jujur dari perubahan-perubahan dia itu sudah ku rundingkan bersama teman-temanku. Rata-rata mereka bilang untuk diakhiri. Kalau boleh jujur, jika diriku sudah tidak cinta maka sudah ku ikuti saran mereka dari awal. Tapi, nyatanya aku selalu berfikir bahwa Iki bisa berubah, ini cuman karna kesalahanku saja yang membuatnya begitu. Aku selalu membela nama-Mu bahwa kau itu baik dan bisa berubah lebih baik. Nyatanya, aku terlalu menggengam sesuatu yang sebenarnya tidak tahu apa yang kupegang itu. Genggaman yang sebenarnya sudah dari awal sudah ingin dilepaskan. Aku terlalu erat.
Terlalu menyiksa diriku ketika aku tidak ada pilihan lain selain mengakhiri, bukan lagi tak cinta bukan karna ada sosok yang baru. Melainkan aku ingin menyelamatkan diriku dari hal yang jauh menyakitkan lagi nantinya. Aku juga bukan orang yang gampang meninggalkan seseorang, cuman karna sikapmu terhadapku seperti itu membuat aku overthinking dan menangis saat malam tiba. Aku merasakan kamu tidak mau diriku atau memang kitanya yang tidak sejalan. Sakit rasanya mencintai hanya sendirian. Aku memberanikan diriku mengetik pesan untuknya,
Aku
'Om Iki, gimana sm hbungan ini? yakin mau lanjut?'
'kayanya sy berhenti sj om Iki. Jadi pihak yang harus ngertiin trs cape, apalgi sndri...'
'dan apalgi sllu buat om Iki ga mood trs'
'thanks udh pernah jd bagian crta hidup'
Ya, hanya itu 4 pesan yang ku kirim padanya. Tak ku blokir kontaknya, karna aku masih berharap ia menghentikan semua yang ku ketik tadi. Tapi, nyatanya tidak. Dia tidak membalas ku hingga aku bersama dengan orang baru. Tapi, saat aku mengirim pesan itu, dia masih sempat-sempatnya membuat status pada whatsappnya. Sakit hati pun bertambah. Seengga penting itu ya pesanku? Apa kamu sudah tak lagi cinta? Atau kemarin kamu pura-pura cinta? Kenapa cintaku selalu menyakitkan ya? Atau karna aku tak cantik?
Jujur aku tidak bisa menerima kenyataan ini, semenjak aku putus dari pacar beda agama karna aku takut nyaman di zona itu. Lalu dipertemukan dengan Iki adalah hal yang aku impikan. Ya, pasangan seiman. Namun, aku salah. Seiman belum tentu baik. Aku terpuruk dalam keadaan. Mencoba mencari kedamaian lagi dengan melampiaskan bermain game itu namun diakun berbeda. Memberanikan diri lagi untuk menerima hal baru. Mengikhlaskan. Dan mencari bahagiaku sendiri walau ku tahu, menyembuhkan yang terluka itu perlu proses.
Benar ternyata mengambil keputusan untuk mengakhiri hubungan dengan orang yang kita cintai itu tidak gampang, sampai aku bisa memutuskan dengan tepat pada hari 1 bulan bersama dengannya itu menyakitkan. Aku tidak akan mengakhiri hubungan itu, kecuali dari sikapnya seolah memberi tanda ingin mengakhiri. Entah dari sikap, sifat, cara dan nada berbicara yang ditunjukan. Sungguh itu sangat menyakitkan. Sampai aku bilang jatuh itu ternyata menyebalkan.
Teringat kembali, aku menyukainya bukan karna kelebihan bahkan bukan meninggalkan karna kekurangan. Tapi, aku cape. Cape sekali diposisiku. Ternyata, bertukar akun sosmed tidak menjamin bahwa ia dan aku bisa saling bersama. Kalau memang pada dasarnya prinsip dia A dan aku B pun kita tidak bisa bersatu. Dia yang tidak mau dibentuk serta aku yang membutuhkan komunikasi akan sulit untuk menemukan ujungnya.
Selamat tinggal Iki, semoga kau menemukan orang yang kau cintai dan mencintai engkau.
Tapi, apa yang kau tabur itu juga yang kau tuai. Aku harap jalan ceritamu nanti tidak sepertiku, aku takut dirimu tak akan sekuat diriku. Itu sungguh menyakitkan. Semoga kamu bertemu dengan seseorang yang terus bertahan dengan sikapmu itu.
Menyakitkan juga ketika masih memegang akun IG-mu. Untuk log out saja aku tak mampu. Aku masih menginginkan-mu. Walau banyak riwayat chat-mu dengan wanita-wanita lain entah di fb ataupun ig. Aku tidak peduli. Namun, sudah waktunya aku mengucapkan Bye see u, Iki.
Hallo, Iki.
Kalau suatu saat kau membaca ceritaku ini.
Aku ingin mengucapkan "aku sayang kamu". Tapi, itu dulu.
Hari itu masih berharap di tahan sama dirimu untuk mengatakan "kita perbaiki lagi ya"
Tapi, nyatanya aku terlalu berharap pada ekspetasiku sendiri.
Terima kasih banyak telah datang membawa luka.
Terima kasih banyak untuk semua sikapmu, aku jadi belajar jika ada orang sepertimu lagi aku tidak akan tertipu.
Terima kasih, Om Iki....

KAMU SEDANG MEMBACA
Thousands Of Miles My Love
Teen FictionSiapa sangka menemukan cintaku di ribuan miles jauhnya, bahkan sampai saat ini aku tidak tahu bagaimana perjumpaan aku dengannya sampai akhirnya kita menjalani sebuah hubungan dengan perkenalan yang sangat singkat.