Langit gelap membentang di atas awan, dengan bintang-bintang bertebaran bersinar cemerlang, menemankan bulan yang memancarkan sinar menenangkan. Setenang pria yang masih setia terlelap dalam tidurnya.
Mata yang semula terpejam damai itu tampak perlahan mulai terbuka. Dia kerjapkan matanya beberapa kali, berusaha memperjelas penglihatannya yang memburam. Setelah berhasil menyamankan matanya, dia edarkan pandangan keseluruh tempat.
Kamar mewah dengan furnitur khas milik seorang bangsawan. Lampu tergantung indah di atas langit-langit kamar. Kasur lebar dengan selimut lembut yang terasa nyaman. Pria itu terdiam. Suasana tak asing itu membuatnya merasa seperti déjà vu.
Pria itu mencoba bangun dari tidurnya. Namun, tangannya terlalu lemah untuk menopang tubuhnya yang terasa berat seperti ditimpa batu berton-ton.
Pria itu memang tidak merasakan sakit sama sekali, tapi sekujur tubuhnya terasa lemas. Tidak ada tenaga yang tersisa, seakan dia terus bekerja tanpa makan berhari-hari.
Saat pria itu hendak kembali mencoba mendudukkan dirinya, tiba-tiba saja pintu kamar terbuka, menampilkan seorang pria tua dengan rambutnya yang mulai memutih tersisir rapih dengan pakaian pelayannya mendorong masuk troli berisikan wadah baskom dan baju.
Helaan nafas kecewa terdengar saat pria itu tau siapa yang baru saja masuk ke dalam kamar tersebut. 'Belum pindahlah aku ini ternyata.'
"Lumiel? Syukurlah, akhirnya kau bangun," ucap pria itu tersenyum lega sambil menghampiri sang penghuni kamar bersama troli yang dia letakkan di samping ranjang.
"Sel-ekhem." Pria itu-Lumiel-berdehem saat suara serak yang hampir tidak terdengar keluar dari mulutnya.
"Apa kau ingin minum?" Lumiel menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.
Pria tua itu pun menuangkan air yang memang sudah disiapkan di kamar itu, kemudian membantu Lumiel untuk meminumkannya.
"Terima kasih, Tuan Edgar." Suara Lumiel memang tidak seserak sebelumnya, tapi masih terdengar sangat lemah.
"Tidak apa-apa," ucap Edgar menampilkan senyum lembutnya. "Bagaimana perasaanmu? Apa masih terasa sakit disuatu tempat?"
Lumiel menggelengkan kepalanya pelan. "Saya baik-baik saja. Hanya saja entah kenapa tubuh saya terasa sangat lemas dan berat. Bahkan untuk duduk pun sulit."
Keterkejutan tampak terlihat sejenak di wajah Edgar sebelum terdiam menatap tubuh Lumiel. "Ah begitu rupanya. Selain itu, apa kau merasakan perasaan aneh lainnya?"
"Untuk sekarang mungkin hanya itu, Tuan."
"Baiklah, akan aku tanyakan kondisimu kepada Tuan Javier nanti."
Suasana berubah sunyi. Lumiel terdiam memperhatikan Edgar yang sibuk mengganti wadah berisi air yang ada di meja nakas dengan yang baru.
'Ah, sepi kali, gabutlah mulutku ini.' batin Lumiel yang tidak tahan dengan keheningan yang membuatnya canggung itu.
Setelah beberapa saat, sebuah ide pun muncul di benaknya. "Tuan Edgar."
"Ya? Apa ada yang kau butuhkan."
Lumiel terdiam sejenak sebelum kembali membuka suaranya. "Tidak. Saya hanya penasaran, tubuh saya sangat lemas dan kaku seperti saya telah berbaring dan tidak bergerak begitu lama, sebenarnya sudah berapa lama saya tidak sadarkan diri?"
KAMU SEDANG MEMBACA
I Am The Servant Of The Villain
Teen Fiction(WARNING!! BEBERAPA PART MENGANDUNG KATA-KATA KASAR! HARAP BIJAK DALAM MEMBACA) Rendi Setiawan. Pria kuli biasa yang tidak sengaja bertransmigrasi menjadi seorang pelayan dalam sebuah novel yang dibaca adiknya setelah membual tentang sang tokoh. "Al...