Beberapa hari lagi telah berlalu, sudah genap dua minggu Lumiel tinggal di kamar tersebut. Tidak seperti perkiraannya, tubuh Lumiel membaik dengan cepat. Lumiel berniat kembali melakukan tugasnya sebagai pelayan, namun Edgar melarangnya.
Pria tua itu bilang bahwa sebelum Javier-dokter yang mengobati Lumiel-yakin dengan keadaan tubuhnya, Lumiel belum diperbolehkan untuk beraktifitas berat.
Entah apa yang dilihat si Javier ini pada tubuh Lumiel hingga terus menyuruh pria berambut biru itu untuk tetap beristirahat. Lumiel sendiri sudah memastikan luka di tubuhnya telah menghilang tak berbekas, keadaan tubuhnya pun tidak selemah saat dia baru bangun dari tidur panjangnya.
Dan kini dia berakhir duduk diam di depan jendela, menatap rekan-rekan sesama pelayannya bekerja. "Kalau saja aku di rumah, pagi-pagi macam ini pastilah aku minum kopi sambil makan gorengan. Ck, mantap kali lah itu." Lumiel bergumam lemas sambil menyandarkan kepalanya di jendela.
Kepalanya kembali mengulang pertanyaan-pertanyaan yang selama beberapa hari ini selalu berputar di otaknya. "Kenapa aku tak pulang-pulang lagi ini ha? Waktu kerasukan itu berhasilah aku selamatkan dia, tak ada lagi kekuatannya hilang-hilang macam di novelnya itu. Dini bilang kalau novelnya berubah bisa pulang lah mcnya itu, terus kenapa pula aku masih ada di sini? Sebenernya harus kek mana lagilah aku ini?" Helaan nafas kasar terdengar dari Lumiel. Dia dongakkan kepalanya, menatap lelah langit biru yang membentang tanpa awan.
Seutas ingatan terlintas ketika menatap langit sebiru rambut milik sosok yang ada di mimpinya. Seorang pria dengan mata biru yang khas serta penampilan dan wajah yang tampak asing namun juga terlihat familier.
"Dia itu, Lumiel asli kah?" Kerutan ragu tampak terukir di dahi Lumiel. "Kenapa Lumiel asli datang-datang kemimpiku ini, ya? Kenapa tak langsung saja dia bangun gantikan aku sekalian? Dia pun bercakap 'selamatkan Laurent' berkali-kali. Nampak kalilah dia ingin aku mengerti ucapannya itu. Laurent mana lag... " Lumiel terdiam menggantungkan ucapannya. Raut bingungnya digantikan dengan keterkejutan yang tergambar jelas diwajahnya.
Dengan mata penuh amarah, Lumiel menatap tajam langit biru yang membentang di atas kepalanya. "Heh, anj*ng. Kalau kau masih ada di badan ini, buka telinga kau itu lebar-lebar bangs*t, ada aku setuju buat di bawa kesini, hah? Ada aku bilang suka setelah kau buat aku sengsara macam ini? Tak ada, terus kau dengan seenak jidat sempit kau itu minta-minta kepadaku buat jadi pahlawan, kau taruh rasa malumu di kelingking kaki kau kah? Awas saja, kalau kau datang lagi ke mimpiku, kutumbuk kau." Setelah mengatakan semua itu, Lumiel memejamkan mata dan menghela nafasnya panjang. Tangan yang semula terkepal kuat kini dia tumpukan keduanya di kusen jendela, matanya menatap kosong kesibukan orang yang berada di bawahnya dengan pikiran yang sibuk berkecamuk ribut memikirkan nasibnya.
"Kenapa aku baru sadar ni ha? Jelas-jelas si bangs*t itu datang ke mimpiku setelah aku kerasukan. Kalau tau dari awal macam ini, langsung minum racun aku tepat setelah aku bangun. Biar matilah saja aku."
Sudah cukup Lumiel dibuat muak karena tanpa permisi nyawanya diseret kedunia yang bahkan entah nyata atau tidak. Jalan kembali kedunianya juga tidak dapat dia ketahui dengan pasti, entah ada atau tidak. Dan sekarang ketika dia sudah bertekad untuk keluar dari alur hidup para tokoh, sang pemilik asli tubuh yang dia tempati justru muncul dan meminta-tidak, memaksanya untuk menjadi 'pahlawan' begitu saja.
Lumiel memang tidak tau pasti seberat apa jalan yang menunggunya saat dia mengikuti keinginan jiwa 'tubuh'nya. Tapi mendengar kisah yang diceritakan adiknya tentang Alston yang selalu berdampingan dengan musibah sudah membuat Lumiel menciut takut.
Hei, jiwa yang kini tengah menempati tubuh Lumiel ini hanyalah jiwa orang biasa. Bukan jiwa seorang ksatria yang 'kematian' dan 'pembunuhan' sudah menjadi asupan sehari-harinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Am The Servant Of The Villain
Teen Fiction(WARNING!! BEBERAPA PART MENGANDUNG KATA-KATA KASAR! HARAP BIJAK DALAM MEMBACA) Rendi Setiawan. Pria kuli biasa yang tidak sengaja bertransmigrasi menjadi seorang pelayan dalam sebuah novel yang dibaca adiknya setelah membual tentang sang tokoh. "Al...