Langit gelap kini tengah membentang di atas awan, bertaburkan bintang yang bersinar cemerlang, ditemankan sang rembulan yang tersenyum menawan. Memperlihatkan keindahan malam.
Namun, keindahan itu tak dapat dilihat oleh penghuni kastil yang kini kemegahannya telah menghilang. Atap, dinding, lantai semuanya hancur berantakan. Asap mengepul di mana-mana. Bahkan api juga tampak masih membara di beberapa sisi.
Mayat-mayat bergelimpangan di semua tempat, menyisakan tiga pria yang masih bertukar pandang di tengah api yang bersinar terang. Seorang pria dengan rambut merah terangnya terlihat lusuh dengan pakaian tidur yang sudah kotor, berbalur debu.
Dia terduduk takut, bersembunyi di balik pria lainnya dengan penampilan yang lebih buruk. Pakaian pelayan hitam putih yang pria itu kenakan terlihat robek di beberapa sisi, menampilkan luka yang masih mengalirkan darah. Dengan wajah yang meringis menahan perih, dia rentangkan tangannya berusaha melindungi tuannya.
"Menyingkir, Lumiel. Sudah cukup pelayan yang ku bunuh hari ini. Aku tidak ingin membunuh pelayan tak berdosa lagi." Seorang pria dengan baju kesatria lengkapnya berujar sambil mengacungkan pedang tepat kewajah pelayan yang dia panggil Lumiel.
"Ma...af, Tuan muda. Untuk perintah....kali ini. Saya tidak bisa...melaksanakannya." Lumiel kukuh, tidak berkedip sedikit pun di hadapan benda tajam tersebut walaupun nafasnya sudah tersengal.
Si pria berambut merah mengintip dengan takut-takut. "A-Alston, tidak bisakah kau melepaskanku? Aku ini kakakmu."
"Aku tidak pernah menganggapmu sebagai kakak. Aku telah memutuskan hubungan kita semenjak kau membunuh Cally."
"I-itu, aku tidak sengaja."
Mata Alston terbuka lebar mendengar ucapan yang baru saja dilontarkan sang kakak. "TIDAK SENGAJA KAU BILANG?!! SETELAH APA YANG KAU LAKUKAN PADA CALLY DAN ORANG-ORANGKU, KAU BILANG ITU HANYA KETIDAK SENGAJAAN?!!"
Suasana menjadi sunyi setelah teriakan marah Alston. Sang kakak dapat melihatnya, mata Alston telah menggelap. Entah amarah, kesedihan atau kekecewaan yang terpancar dari tatapan pria berambut hitam itu, dia tidak mengetahuinya. Yang dia tahu hanya aura membunuh yang terpancar disekililing Alston.
Kengerian semakin menjadi kala tiba-tiba saja tawa keras Alston terdengar memecah kesunyian. "Tidak sengaja katanya, kau pandai sekali bercanda Tuan muda Eugene. Kalau begitu, matilah untuk menebus ketidak sengajaanmu!"
Tanpa bicara lagi, dia tarik tangan Lumiel menyingkir. Dengan tinggi-tinggi, Alston mengangkat pedangnya. Dia ayunkan senjata tajam itu cepat, berniat menebas sang kakak.
Namun, bukan tubuh sang kakak yang berhasil dia tebas, melainkan tubuh sang pelayan Lumiel yang kini terkapar dengan darah yang mengalir deras dari luka yang terbuka dari bahu kanan hingga pinggang kirinya. Memperlihatkan isi dalam perutnya.
Batuk keras terdengar dengan darah yang terus dia muntahkan. "Ma....afkan saya....Tuan muda."
Setelah menahan semua rasa sakit dari luka yang dideritanya demi melindungi sang Tuan muda, mata sang pelayan tanpa nama keluarga itu pun terpejam. Hembusan nafas panjang menuliskan kematiannya.
Mata sang Tuan muda terbelalak saat melihat pendamping yang selalu bersamanya, kini hanya tersisa tubuh tanpa nyawa yang mulai mendingin.
"Lumiel? Lumiel! Kau jangan mati dulu Lumiel! Aku belum selamat! Kau bilang kau akan selalu melindungiku! Lumiel!!"
*
*
*"Lumiel itu nggak ada otak keknya dia."
"Kenapa pula kau bilang kek gitu bang?" Seorang wanita kisaran umur awal dua puluhan menyauti celetukan sang kakak setelah mendengarkan ceritanya tentang novel yang baru saja dia baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
I Am The Servant Of The Villain
Ficção Adolescente(WARNING!! BEBERAPA PART MENGANDUNG KATA-KATA KASAR! HARAP BIJAK DALAM MEMBACA) Rendi Setiawan. Pria kuli biasa yang tidak sengaja bertransmigrasi menjadi seorang pelayan dalam sebuah novel yang dibaca adiknya setelah membual tentang sang tokoh. "Al...