11 : sebuah kekacauan I

275 43 14
                                    

Kini hari telah berganti, mentari baru saja bersiap memancarkan sinar hangatnya, kala bentangan awan kelabu telah lebih dulu memenuhi langit pagi. Disaat awan gelap itu membuat ancang-ancang untuk menumpahkan muatannya dengan kesiur angin kencang sebagai tanda, seorang gadis kecil berambut panjang yang diikat tinggi malah tampak sibuk mengelilingi kediaman besar berseru mencari kehadiran sang kakak.

Di tengah kesibukannya, seorang wanita dengan seragam pelayan tampak menghampiri gadis kecil tersebut dan membungkukkan tubuhnya sopan. "Selamat pagi, Nona muda. Adakah yang bisa saya lakukan untuk membantu anda?"

"Oh, Emily. Apa kau tau dimana kakak? Aku sudah mencarinya kemana-mana tapi aku tidak kunjung menemukannya. Dia berjanji akan mengajari teknik baru padaku hari ini, tapi dia sudah menghilang sejak pagi."

Sang pelayang itu terdiam sejenak saat mendengar penuturan sang Nona muda, setelah beberapa saat, mata pelayan itu terbuka mengingat. "Anda pasti belum tau, Nona muda. Setiap minggu, Tuan Muda akan meninggalkan kediaman Reus untuk berjalan-jalan."

"Apa? Lalu, kemana dia pergi?"

"Maafkan saya Nona Muda, saya juga tidak pernah tau kemana perginya Tuan Muda setiap minggunya," ucap pelayan itu dengan kepala yang tertunduk.

"Ahhk, Kak Alston menyebalkan!"

Di sisi lain, pihak yang dicari-Alston-tampak tengah berjalan santai menelusuri jalan rahasia penghubung antara wilayah kediaman Reus dan wilayah kediaman Vonar. Jalan rahasia yang sekaligus berperan sebagai jalan pintas itu membuat Alston tidak perlu membuang waktu lebih banyak untuk sampai di halaman belakang kediaman Vonar.

Begitu sampai, Alston langsung menurunkan tudung jubahnya hingga menutupi setengah wajahnya dan mulai menelusuri wilayah tersebut. Cukup lama Alston berkeliling, hingga beberapa menit kemudian senyuman cerah merekah di bibirnya, mendapati apa yang dia cari berhasil ditemukan. Namun, senyuman itu tidak bertahan lama kala mendapati pria yang berada tak jauh di depannya tengah mengarahkan sebuah pisau taman ke lehernya.

Melihat hal itu, tentu tanpa pikir panjang Alston langsung berlari dan menerjang merebut pisau tersebut dari genggaman pria itu.

"Kak El! Apa yang kau lakukan?! Apa kau berniat melenyapkan dirimu sendiri?! Jika kau merasa kesulitan karena si manja itu lagi, kau bisa katakan saja padaku biar aku yang akan mengurusnya, jangan malah melukai dirimu sendiri. Aku-"

"Tunggu, tunggu, tunggu. Sebenarnya siapa yang kau pikir ingin melenyapkan dirinya sendiri?"

Alston terdiam mengerjapkan matanya bingung mendengar apa yang baru saja pria itu katakan. "Kak El, siapa lagi?"

Pria itu yang tidak lain adalah Lumiel tampak mengerutkan dahinya bingung. "Kenapa kau berpikir aku akan melukai diriku sendiri?"

"Pisau ini, kau mengarahkannya ke lehermu. Jika bukan untuk melukai dirimu sendiri lalu untuk apa?"

Helaan nafas lelah terdengar dari Lumiel. "Astaga, kenapa kau bisa berpikir seperti itu? Aku hanya ingin memotong rambutku. Karena terlalu panjanh, rambut ini mulai mengganggu."

Alston terdiam memperhatikan Lumiel, memang benar rambut biru mengkilap Lumiel kini telah tergerai panjang menutupi seluruh punggung lebar pria bermata biru itu. Angin yang bertiup kencang menerbangkan geraian rambut Lumiel hingga menutupi seluruh wajah pria itu.

Kekehan kecil terdengar dari Alston melihat betapa kesalnya Lumiel terhadap rambutnya sendiri. "Bukankah harusnya aku yang menanyakan hal itu? Kak El, gunting itu diciptakan untuk memotong rambut dengan mudah, lalu kenapa kau di sini malah repot-repot menggunakan pisau besar ini untuk memotong rambut yang mungkin saja malah memotong lehermu."

I Am The Servant Of The VillainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang