Aku diam bukan berarti aku lemah tiada berdaya
Aku diam karena aku berusaha menetralkan rasa dendam dan sakit ku saat itu juga.Mysomeone
Tiada yang memungkiri jika diriku tetap diam tanpa perbuatan yang pasti, saat perasaan ku lelah tiada henti, dan rasa sakit yang kian menggerogoti.
Setiap langkah ku dipantau semua orang entah itu didepan ku ataupun di belakang ku, memikul beban yang sangat berat adalah hal yang dapat memusnahkan nyawa setiap saatnya, jika membuat satu kesalahan harus menerima banyak cemoohan yang membuat mental tak berdaya.
"Mbk.. wes lah Ojo ngroso kyok ngunu, pean wes apik nk wong liyan, sabar mbk iku ujian mu, dilakuni kanthi ikhlas." Ucap salah satu santri terhadapku, yang milihatku menangis pilu akibat ancaman seseorang.
"Salah ku nopo mbk, salah ku nopo? Sampek aku dingunune, aku lagek kenal wong iku, aku Yo weruh lek anak e lagek mondok, tapi Ojo kyok ngunu, ngunu iku garai aku keberaten,tur aku bakal disalahno sewaktu waktu aku duwe kesalahan siji." Jawab ku sambil terisak pilu.
" Sabar mbk sabar." Tenangnya lagi
Aku tetap menangis lirih, pilu dan menyakitkan, kenapa aku harus mendapatkan sesuatu yang tak ku inginkan.
Hingga akhirnya aku terlelap dalam tidur ku.
Aku melirihkan langkah ku karena aku ikut ibuk nyai, entah apa yang ingin beliau tunjukkan kepada ku sampai tangan ku digenggam oleh beliau. Saat ini diri Ku berada di dapur ndalem, terus melangkah sampai akhirnya aku dan ibuknyai tiba didepan ndalem, itulah yang ku lihat.
Aku melihat depan ndalem tidak seperti biasanya, memang hampir sama, berjejer bunga² yang beliau tanam tapi aku sangat asing dengan depan nya ada sebuah bunga Kamboja besar nan kokoh tiada banding, dan sangat istimewa nya terdapat lafadz Alquran disetiap daun, ranting dan tangkainya, indah penuh pesona, tiada banding didaratan manapun.
Aku melihat ibuk nyai duduk di sebuah kursi hijau yang hanya bisa duduki satu orang. aku bersimpuh dihadapan beliau karena itu adalah adab sudah seharusnya aku duduk bersimpuh dihadapan beliau.
"Ta lungguh o nek kene". Pinta beliau seraya menepuk pelan pahanya.
"Mboten buk, kulo lenggah mriki mawon". Tolak ku karena bagaimanapun tidak memungkinkan aku duduk diatas pangkuan beliau.
"Wes to ayo Ndang". Pinta beliau kembali seraya menuntun ku.
Mau tak mau aku menuruti perintah beliau, akhirnya aku duduk menyamping di pangkuan beliau.
Aku malu karena bagaimana bisa seorang santri seperti ku dipangku oleh Bu nyai nya sendiri.
"Dang diwoco kae seng nk wit sembojo, sak paham mu sak iso mu". Utus beliau.
Akhirnya aku melantunkan ayat tersebut.
"Kurang dowo kui, ayo dibaleni maneh". Koreksi beliau.
Akhirnya aku menuntaskan bacaan ku dengan benar dan baik.
Setelah itu aku digiring lagi menuju pondok, aku melihat banyak anak disana sedang melakukan sholat fardhu bersama Ning nya. Jumlahnya pun banyak tidak seperti saat ini."Sok seng ngrumat cah² Awak mu ta, wes dang age sholat bar iku Podo dipenerne lk sholat kae Podo rung pener kae". Perintah beliau setelah putri nya selesai pemimpin sholat dan pergi ke ndalem.
"Enggih buk". Jawab ku
Seketika aku terbangun, pesan apakah yang terdapat didalam mimpi itu, apa yang terjadi keesokan hari.
"Bismillah Mugi kulo saget nglampahi tugas kulo ingkang Enggal Gusti". Munajat ku
"Gusti Alloh wes ngatur kehidupan e manungso, kyok Pye ne kudu nrimo lan kudu usaha".
Hai. Hai kembali lagi aku
Jangan lupa vote komen dan follow yaaa
KAMU SEDANG MEMBACA
KALA SANTRI RINDU
Non-Fictionaku tak tau rasa apa yang ku rasa harapan apa yang ku damba dan kesedihan apa yang ku takutkan ~mifta~ my second stories yukk mampir ke lapak ku