25 : Jaket Saka

53 10 0
                                    

Aira berjalan memasuki gerbang sekolah dengan tatapan kosong. Kepalanya penuh dengan pikiran di awal minggu; perihal pemuda asing yang tiba-tiba mengajaknya berpacaran, banyaknya tugas sekolah yang harus dia tuntaskan, dan jangan lupa jika Aira tentu tidak bisa dengan mudah melupakan apa yang terjadi kemarin.

Rasa malunya saat Saka melihatnya di kondisi memalukan seperti kemarin.

Semalaman dihantui rasa malu, Aira berharap hari senin tidak pernah datang. Dia sangat malu dan tidak tahu apa yang harus dia lakukan di depan Saka nantinya, karena itulah Aira berdoa, "Semoga aja Saka nggak masuk sekolah hari ini."

"Amin."

"Aduh buset!"

Aira terkejut, spontan berkata demikian saat doanya disambut jawaban langsung dari Saka Sagara. Aira memperhatikan Saka, sudah sudah tidak kaget lagi karena ketimbang yakin Saka tidak masuk, dia lebih yakin kalau doanya pasti tidak terkabul.

"H-hai, Saka," jawab Aira, canggung. Dia pun berjalan mendahului Saka, disusul pemuda itu yang berjalan sejajar dengan Aira ke gedung sekolah. "Gue kira lo gak masuk hari ini," gumam Aira, tapi masih bisa didengar Saka.

"Bosen bolos mulu," jawab Saka.

"Wow ...."

"Kenapa wow?"

"Just-wow. Elo yang terkenal tukang bolos dan keliatan menikmatinya, bisa bilang begitu juga. Bolos kan udah kayak salah satu mata pelajaran buat lo."

Saka tertawa kecil. "Gak tau juga, nih. Akhir-akhir ini ngerasa bosen bolos."

"Oh ...." Setelah itu, hening. Saka masih berjalan di samping Aira, sangat dekat seakan sengaja untuk pamer ke semua orang. Jelas saja mereka jadi fokus banyak orang, dengan sorot mata yang bisa membuat Aira jadi merasa tidak nyaman. Tapi, dibanding itu, hal yang lebih membuat Aira tidak nyaman adalah;

Gimana caranya gue balikin jaketnya Saka tanpa perlu bikin dia ngungkit masalah kemarin?

Karena takut merasa malu, Aira terlalu banyak berpikir dan ragu. Sampai tak sadar mereka sudah tiba di lantai dua; tempat di mana kelas Aira berada.

"Be-besok lagi gak perlu nganterin sampe kelas," kata Aira, dengan gugup bicara pelan-pelan pada Saka. Tapi respons Saka sungguh di luar prediksi.

"KOK GAK BOLEH? GUE KAN NGANTERIN ELO SEKALIAN JAGAIN BIAR CEWE GUE GAK DIGANGGU LAGI KAYAK KEMAREN!"

Aira sudah pasti gelagapan sambil berusaha membungkam mulut Saka. Sementara Sephia yang melihat dari dalam cuma bisa, "Hoek."

"Lo ngapain, sih?" tanya Aira dengan raut kesal, bicara bisik-bisik ke Saka. Sementara Saka malah menertawai ekspresi Aira.

Beberapa detik mereka diam saja di depan pintu kelas, dan Saka tiba-tiba bertanya, "Jadi, udah ada keinginan buat main ke rumah gue?"

"Hah?"

"Masih inget omongan gue kemarin, 'kan? Kalau mau main, bilang aja. Gue bakal siapin semuanya," kata Saka, dengan percaya diri sambil membentuk tanda OK dengan jarinya.

Aira langsung mendidih mendengar kata 'kemarin'. Dia jadi menduga-duga kalau Saka sebenarnya masih ingat tentang insiden jaket kemarin, tapi entah kenapa tidak menyinggung secara terang-terangan dan malah membuat Aira deg-degan.

"Siapin apa ...?" tanya Aira dengan nada bercanda, "kayak lagi nyambut tamu istimewa aja," katanya sambil sedikit tertawa mengejek.

"Emang istimewa, sih."

Tapi Aira mana tahu kalau Saka bisa berkata seperti itu dengan suara rendah dan senyum yang mudah membuat orang salah paham? Apalagi setelah itu, Saka langsung pergi ke kelasnya sembari melambai manis ke Aira.

THE VIVID LINE OF YOU : Park SeonghwaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang