Aira mengangkat kepala dengan wajah bingung dan terkejut. "Temennya Tian?"
"Iya. Jadi temuin dia dulu sebelum kamu istirahat. Gak usah khawatir, besok kamu gak usah masuk sekolah."
Aira membiarkan ibunya pergi tanpa bisa berkata, padahal dia cemas bukan main setelah Elina berkata untuk tidak sekolah. Aira takut, dia teringat akan terakhir kali Elina berkata demikian dan berarti dia tidak akan masuk sekolah lagi. Apa kali ini akan berakhir sama? Apa ini akan jadi terakhir kali Aira bertemu Saka?
Saat sedang sangat cemas, Lilis membantu Aira untuk pergi ke kamar dan merapikan diri. Setelah selesai, Aira melihat Elina menunggunya bersiap di luar kamar dan wanita itu kembali dalam penampilan tenangnya-seakan dia yang mengamuk beberapa menit lalu tidak pernah terjadi.
"Ayo." Tapi suara dinginnya saat mengajak Aira pergi menjadi tanda bahwa kemarahan Elina tadi bukan kebohongan, dia masih cuek tapi sangat sabar menuntun Aira melangkah sampai mereka tiba di ruang tamu yang ada di lantai dua.
Aira terkejut, bingung dan cukup penasaran akan teman Tian yang datang untuk menemuinya. Tapi saat dia tiba di ruang tamu, rupanya pemuda yang datang adalah orang yang pernah ditemuinya juga-di rumah Tian, saat Aira dan Tian pertama kali bertemu.
"Hai. Seneng karena kamu udah pulang," ucap pemuda itu, tersenyum ramah pada Aira. Senyumnya sama seperti saat itu, saat dia berpapasan dengan Aira sebelum pergi dari rumah Tian.
"Iya. Maaf bikin lama nunggu."
Aira duduk di sofa, berhadapan dengan pemuda itu.
"Nak Bayu, kalau butuh sesuatu, silakan panggil Tante atau Bi Lilis, ya?"
"Iya, Tante El, makasih, ya."
Elina hanya mengantar, setelahnya Aira dibiarkan berdua saja dengan dia yang bernama Bayu.
"Oh iya, kenalin." Pemuda itu mengulurkan tangannya, segera setelah mereka bertatap mata. "Aku Bayu, panggil senyaman kamu aja, soalnya aku satu tahun di bawah kamu, Kak."
"Oh ya ...? Oke deh kalo gitu. Salam kenal, Bayu."
Bayu tersenyum tipis.
"Jadi, ada urusan apa ketemu sama aku?"
"Oh!" Bayu seperti mengingat sesuatu, memutar tubuh untuk menarik sebuah tas kertas besar dan tampak penuh. Aira melihat sekilas isinya dan sudah bisa menebak jika itu adalah sebuah boneka besar. "Tian nyuruh aku buat anterin ini ke Kakak, katanya untuk permintaan maaf soal kemarin."
"Permintaan maaf untuk ...?"
"Kaki ...."
Aira melirik kakinya dan baru mengingat jika kakinya terkilir karena tidak sengaja tersandung kaki Tian, tapi dia tidak berpikir Tian akan menganggap insiden itu sebagai kesalahannya sampai dia harus meminta maaf seperti ini.
"Apa itu masih sakit?" tanya Bayu, tampak agak cemas.
Aira berusaha tersenyum. "Iya, tapi karena memang gak parah, jadi sakitnya bukan masalah besar."
"Meski begitu tetep aja rasanya pasti gak nyaman banget nganter Kakak pulang dengan kaki terluka, pantes aja Tian ngerasa bersalah banget sampe kayak stress."
"Yang bener?" Aira tak menyangka.
"Iya. Semalem dia nelpon dan minta saran kado sebagai permintaan maaf, dan bahkan sampe latihan ngomong."
Aira jadi merasa tidak enak, tapi dia juga tidak berpikir Tian sampai merespons seperti itu.
"Memangnya Tian orang yang bisa sepanik itu, ya? Padahal aku gak terlalu mikirin insiden kemarin," ucap Aira.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE VIVID LINE OF YOU : Park Seonghwa
Teen Fiction[Silakan baca buku VIVID lebih dulu] Mengenal Saka Banyu Sagara itu seperti membuka kotak besar yang di dalamnya masih ada banyak kotak lagi. Kamu harus sabar membuka kotaknya satu persatu, sampai temui apa yang sebenarnya ada di dalamnya. Aira Mand...