Bab 6

2.8K 129 3
                                    

Boleh minta votenya? biar aku semangat nulis ceritanya hehe, terimakasih<3

***

Saat tengah malam Anin merasa tenggorokannya kering, hal itu membuatnya terbangun untuk mengambil air minum di dapur. Namun langkah Anin terhenti tepat di depan pintu kamar Barra. Samar samar Dia dapat mendengar suara dari dalam kamar tersebut.

Anin mengernyit, "Apa dia belum tidur?." Gumamnya.

Karena penasaran Anin mendekat ke arah pintu untuk memastikan pendengarannya tidak salah. Namun suara itu semakin jelas.

'Seperti orang sedang mengigau, apa dia bermimpi buruk?.' Batinnya.

Untuk memastikan semuanya baik baik saja, Anin pun memutar handle pintu dan berharap agar Barra tidak mengunci kamarnya.

'Beneran gak di kunci, astaga mungkin dia lupa.' Batin Anin.

Saat handle pintu di putar secara perlahan, pintu kamar pun terbuka. Disana Anin dapat melihat Barra tidur dengan gelisah, alam bawah sadarnya membuat Barra mengucapkan sesuatu yang tidak terdengar jelas di pendengaran Anin.

Karena tidak tega Anin pun melangkah mendekati tempat tidur di sebelah Barra, lalu duduk di sisi ranjang, dia menepuk pelan lengan pria tersebut dan berharap agar dapat membuatnya terbangun.

"Barra, bangun."

"Bunda." Barra masih memejamkan matanya, dia menggeleng dengan cepat.

'Bunda? Apa dia merindukan ibunya?.' Batin Anin.

"Bunda."

Rancauan Barra semakin terdengar jelas, bahkan dapat Anin lihat keringat sebesar biji jagung membasahi hampir sebagian tubuh bagian atas Barra, kening berkerut, air mata yang menetes dari mata yang terpejam serta tangan yang mencengkram kuat seprei membuat Anin sadar bahwa ada  sesuatu yang tidak ia ketahui tentang pria berstatus suaminya itu.

Anin yang tidak tega pun terus menggoyangkan lengan Barra sedikit cepat agar dapat membangunkannya.

"Bar, ada apa? bangunlah! buka matamu."

"Bunda, maaf." Gumam Barra yang masih berperang dengan mimpi buruknya.

"Barra, ini aku Anin! semuanya akan baik baik saja, sekarang bangunlah!."

Cengkraman tangan Barra pada sprei semakin mengerat, tiba tiba matanya terbuka dengan nafas yang memburu. Anin dapat melihat sorot kesedihan yang mendalam pada manik hitam milik pria itu, merasa tak tega  Anin spontan mendekat lalu membawa tubuh Barra kedalam pelukannya.

"Tenanglah, itu semua hanya mimpi." Di usapnya surai legam milik pria itu.

Barra awalnya ingin menolak, tapi pelukan hangat serta usapan lembut di kepalanya membuatnya merasa nyaman dan tenang, reaksi tubuhnya menerima baik perlakuan Anin.

Perlahan Barra membalas pelukan Anin, nafasnya mulai teratur dan emosinya mulai stabil.

Beberapa menit hanya ada keheningan yang menyelimuti keduanya, Anin yang masih sibuk memberikan ketenangan pada Barra, dan pria itu yang sudah terlanjur nyaman dengan posisi mereka saat ini. Bahkan Barra merasa enggan apabila nanti Anin melepas pelukannya.

COMPLICATED LOVE [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang