Bab 17. Harmonis

4.8K 380 0
                                    

Hari-hari berlalu seperti biasa. Saga mulai sibuk dengan pekerjaan di kantornya, sedangkan Kanaya kini sibuk mengurus kebun di belakang rumah.

Sudah beberapa Minggu ini Kanaya mulai menggarap lahan kosong yang berada di belakang rumah itu. Dengan bantuan dari para pelayan, lahan kosong itu kini berubah menjadi kebun sayur dan beberapa tanaman bunga.

Alasan Kanaya tentunya untuk memudahkan Kanaya dalam memasak. Ia tak perlu repot-repot belanja ke supermarket dan sayuran yang ia tanam sendiri lebih sehat karena tidak menggunakan banyak obat-obatan.

Selain itu Kanaya juga sudah lama ingin membuat kebun. Ia ingin bersantai dan menikmati hijaunya tanaman.

"Nona Naya, ini ada kiriman paket"

Naya tersenyum saat mendengar ucapan bibi pelayan. Semenjak terakhir kali ia dan Saga pergi jalan-jalan, hubungan mereka menjadi semakin dekat. Setiap pagi Saga akan selalu mengiriminya bunga.

Walau bunga itu tidak bisa diberikan secara langsung oleh Saga dan hanya melalui perantara kurir, Kanaya akan tetap menyukai bunga-bunga itu.

Kanaya sendiri tidak tahu mulai dari kapan ia mulai menyukai Saga. Entah saat Saga yang akan selalu perhatian padanya, atau saat Saga yang selalu datang disaat ia membutuhkannya.

Kanaya sudah tak mau ambil pusing dengan plot yang ada didalam novel. Selain karena beberapa hal yang terjadi memiliki perbedaan dengan yang tertulis di novel, Kanaya juga ingin dengan sepenuh hati mempercayai Saga.

"Bibi tolong vas bunganya isikan air ya"

Setelah puas memandangi dan mencium aroma bunga itu, Kanaya lantas duduk di sofa dan mengambil HPnya.

Sudah menjadi rutinitasnya untuk berterima kasih kepada Saga walau hanya lewat pesan.

Untuk mengembangkan bisnis perusahaannya, Saga selalu berangkat lebih pagi dan pulang larut malam. Hal itu tentu saja menjadi alasan mengapa Saga dan Kanaya jarang mengobrol.

Tapi untungnya keduanya memiliki pemahaman diam-diam dan dapat saling mengerti keadaan.

...

Kanaya berjalan menuruni tangga dalam kegelapan. Tadi ia terbangun dan ingin minum air, tapi ternyata air di mejanya sudah habis. Terpaksa Kanaya harus turun ke dapur.

"Naya"

Kanaya menoleh saat ia mendengar namanya dipanggil.

"Eh Saga, kok udah pulang?"

Kanaya heran dan langsung melihat kearah jam dinding, sekarang masih pukul sebelas malam. Seingatnya saat Kanaya bergadang beberapa waktu lalu, Saga akan pulang lebih dari jam dua pagi.

"Hari ini ada makan malam sama klien, jadi bisa langsung pulang"

Kanaya mengangguk mengerti akan jawaban yang diberikan Saga.

"Mandi aja dulu, habis itu istirahat"
Ujar Kanaya saat melihat Saga yang duduk diam di kursi dapur.

"Saga"

Kanaya mendatangi Saga, ditepuknya kedua pipi Saga dan ia menyingkirkan poni yang menghalangi mata Saga.

"Oi Saga bangun, mandi"

"Eeeh!"

Kanaya berseru saat Saga tiba-tiba menariknya untuk duduk di pangkuannya.

"Sssst, bentar ya, aku pusing"

Kanaya hanya diam saat Saga memeluk dan menyandarkan kepalanya di bahu Kanaya.

"Saga, kamu mabuk ya?"

Walau bau anggurnya sangat samar, tetap saja Kanaya bisa mencium baunya dari dekat begini.

"Saga lepasin, ayo keatas dulu. Aku siapin ya air mandinya?"

Kanaya menggeliat tak nyaman, lehernya terasa gatal karena Saga bernapas di sana.

Tak lama Saga melepaskan Kanaya dan mengikutinya untuk naik ke kamar.

...

"Huh"

Saga mendengus dan memijat dahinya saat merasa pusing ketika baru bangun.

Sepertinya tadi malam ia agak mabuk karena harus meminum anggur saat bernegosiasi dengan klien.

Beban kerja Saga memang meningkat karena ia terus bersaing dengan Leon. Tapi setelah negosiasi tadi malam, sepertinya Saga mulai memiliki waktu senggang.

"Tuan Saga sudah bangun? Ayo sarapan dulu"

"Iya bi, oh iya Naya dimana bi?"

Saga memperhatikan sekitar dan tidak melihat keberadaan Kanaya.

"Non Naya sudah dari pagi pergi keluar, ada apa ya tuan Saga?"

"Ah enggak apa-apa"

Setelah sarapan Saga langsung mandi dan berangkat ke kantor. Karena semalam mabuk, pagi ini ia datang agak telat. Saat membuka pintu kantornya, Saga melihat seorang wanita sedang duduk di sofanya.

...

"Saga ini beneran kita pergi makan diluar?"

Kanaya bingung karena Saga mendadak mengajaknya untuk makan diluar.

Ya, selain karena Saga adalah orang yang super sibuk, hal itu juga karena Saga adalah orang yang lebih memilih untuk memakan makanan rumahan.

"Iya, udah lama kita gak keluar bareng"

Kanaya hanya mengangguk atas jawaban Saga. Memang benar sudah lama sekali sejak mereka makan diluar. Hampir setiap hari mereka makan masakan koki, atau masakan yang dibuat oleh Kanaya sendiri.

"Mau makan apa?"

Saga bertanya sambil mengemudikan mobilnya.

"Aku pengen makan yang berkuah, kita nyari hot pot aja ya"

Saga menyetujui usulan Kanaya dan bergegas mengemudikan mobilnya kearah restoran hot pot.

"Ayo"

Saga membukakan pintu mobil untuk Kanaya dan langsung menggandeng tangan Kanaya untuk berjalan kedalam restoran.

"Wah, udah lama banget gak makan hot pot"

Senyum Kanaya sangat sumringah saat melihat kuah hot pot yang mendidih. Tapi senyumnya tertahan saat Saga melarangnya untuk menambah banyak bubuk cabai ke dalam kuah hot pot.

"Enggak Naya, dikit aja kalau memang mau. Sebentar lagi kamu datang bulan, kamu gak boleh makan yang pedes-pedes nanti sakit perut"

Atas perintah Saga, Kanaya hanya bisa cemberut dan mengurungkan niatnya.

Tapi tak lama ia mendapatkan kembali semangatnya karena rasa hot pot itu sangatlah enak.

Lagipula Saga melarangnya untuk kebaikannya, jadi Kanaya akan mematuhinya untuk saat ini.

Walau keduanya tak banyak bicara saat sedang makan, tapi suasana diantara mereka sangat harmonis.

Saga sendiri membantu Kanaya untuk menggulung lengan bajunya dan mengikatkan rambutnya agar tidak menggangu saat ia sedang makan.

Keduanya menikmati momen damai diantara meriahnya suasana restoran.

NOTE: I'M BACK. JANGAN LUPA VOTE😌

Menjadi Tunangan Pemeran Utama Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang