🎉TUJUH BELAS🎉

1.7K 183 6
                                    

Selamat pagi🌅🌅🌅

Cus ke karyakarsa yang mau baca lanjutannya. Bab nya lebih banyak disana yaa. Update lebih cepat di sanaa!!

Axi sudah bangun sejak tadi. Ia terkejut melihat Wilaga tidur nyenyak di samping nya.

Kapan Ayahnya datang?
Apakah semalam? Berarti ia tidak mimpi semalam. Berarti Ayahnya memang datang.

Axi tidak lepas senyum sejak menatap Wilaga. Amara masuk ke dalam kamar.

Axi menoleh.

" Bunda,"

Amara mendekat. " Gimana masih nyeri?"

Axi menggeleng. " Nggak kok Bun. Axi udah nggak papa. Bunda ayah kapan datang?"

Amara menatap sejenak ke arah Wilaga.

" Semalam. Sekitar jam sebelas,"
Axi mengangguk. " Axi kira semalam hanya mimpi. Ternyata nggak,"  Amara tersenyum. Ia tahu apa yang dimaksud Axi.

" Ayo bangun! Biarin Ayah tidur. Kayaknya Ayah lelah,"

Axi mengangguk. Ia bangun di bantu Amara.

Axi duduk di atas sofa di ruang tamu. Amara datang membawa sebuah kotak obat.

" Kita bersihkan lukanya sama ganti perban dulu ya!"

" Iya, Bun,"

" Libur dulu sekolahnya, nanti Bunda telpon ke sekolah."

" Tapi, Bun...,"

" Nggak ada tapi-tapi. Lihat lukanya ini,"

" Aawww," Axi berteriak saat Amara menekan sedikit bahunya.

" Masih sakit kan? Berani bohong sama Bunda?"

Axi mengerucut sebal. Ia ketahuan. Ia hanya tidak ingin membuat Bunda nya cemas. Itu saja.

Saat sedang asyik membersihkan luka Axi, dari belakang muncul Wilaga dengan muka bantalnya.

" Kok nggak bangunin Ayah, Nak?" Wilaga mengecup kening Axi. Ia juga ingin mengecup kening sang istri yang sudah menganggapnya mantan. Tapi, Wilaga masih menghargai Perasaan Amara.

" Ayah boboknya nyenyak sekali. Axi sama Bunda nggak tega bangunin,"

" Oh iya kah? Mungkin ayah kecapekan kayaknya."

" Cuci muka dulu, Mas!"
Baru aja mau duduk sudah di sela oleh Amara.

" Ah, baiklah!" Wilaga meringis salah tingkah. Wilaga ke kamar mandi. Ia keluar setelah sedikit segar.

Ia kembali menuju ruang tamu. Amara sedang memasangkan perban di kening Axi.

" Kasihan nya anak ayah."

Axi tertawa. " Cuma luka kecil kok yah. Nggak papa."

Wilaga melirik Amara yang fokus. " Axi kemaren lihat wajah pengendaranya nggak?"

Axi menggeleng. " Nggal sempat Yah. Kejadiannya cepat begitu aja."

Wilaga mengangguk. " Ayah mau laporin ke polisi. Enak aja udah nabrak malah lari. Bukannya bertanggung jawab."

Axi menatap Amara yang diam saja.

" Nggak usah, Ya. Udah. Biarin aja. Lagian lukanya juga nggak parah kok. Cuma lecet aja,"
tolak Axi. Ia tidak mau memperpanjang masalah ini. Mungkinbbagi Ayahnya masalah seperti ini seperti membalikkan telapak tangan. Selesai. Mudah bagi ayahnya menangkap si pengendara. Namun, Axi tidak mau. Kasihan juga. Mungkin si pengendara itu lari karena shock dan Miya bilang anaknya juga masih kecil.

" Nggak bisa gitu dong, Nak. Ayah nggak bisa biarkan pengendara nya masih asik asik aja di luar sana tanpa merasa bersalah sedikitpun."

" Mungkin saja si pengendaranya sekarang sedang trauma atau menyesal. Perasaan bersalah seakan menyiksa nya karena sudah menabrak anak orang. Kita nggak tahu. Jadi, masalah ini sampai di sini aja Mas. Jangan di perpanjang," timpal Amara tanpa menatap Wilaga.

Wilaga mendesah berat. Tidaka da yang sependapat dengannya.

" Baiklah kalau itu mau kalian. Ayah nggak bisa maksa."

Axi tersenyum lega. Amara membereskan peralatannya kemudian menutup kotak obat tersebut.

Amara bangkit berdiri meninggalkan Wilaga dan Axi berdua saja.

" Ayah kemana aja sebulan ini? Nggak ada kabar,"

Wilaga tergagap. Ia mengelus kepala Axi. " Maaf ya, Sayang. Ayah bukannya nggak mau ngasih kabar. Karena kalau Ayah  menghubungi Axi, pasti Ayah pengennya balik ke sini lagi. Sedangkan pekerjaan Ayah banyak di sana. Ayah mau pekerjaan Ayah selesai, Ayah bisa full sama Axi dan Bunda."

" Padahal Axi kangen," Axi bergumam lirih.

Hati Wilaga menghangat." Ayah akan lakukan apapun yang Axi mau sebagai ganti kemaren Ayah nggak ada kabar,"

" Ayah serius?"

Wilaga mengangguk cepat. " Serius sayang."

Axi tidak bisa menahan senyum lebar nya. " Ayah bakal lama di sini kan?"

" Seminggu,"

" Kok sebentar?" Protes Axi sedikit kecewa.

" Ayah kan kerja, Nak. Axi kapan libur? Nanti ikut sama Ayah ketemu sama Oma sama Eyang buyut juga."

Axi terdiam. " Axi takut, Yah. Nanti mereka nggak suka sama Axi."

Wilaga memahami perasaan sang anak. " Axi percaya nggak kalau mereka sekarang sedang menunggu kedatangan Axi?"

Mata Axi melebar. Wilaga mengangguk meyakinkan.

" Mereka suruh Ayah bawa Axi dan Bunda."

" Ayah udah bilang ke Bunda?" Wilaga menggeleng.

" Mungkin nanti akan ayah bilang."

" Axi terserah Bunda aja, Yah. Selama ini Axi tinggalnya sama Bunda berdua aja. Jadi, Axi harus tahu apakah Bunda mau atau nggak. Axi nggak bisa memutuskan ini sendiri, Yah."

Wilaga tersenyum bangga menatap sang anak.

" Iya. Nanti Ayah tanyakan sama Bunda,"

Axi mengangguk. Sebagian hatinya ingin mengenal keluarga dari ayahnya juga. Namun, di sisi lain Axi juga harus memikirkan perasaan Bundanya. Pasalnya Axi tahu kalau Bunda belum bisa menerima keadaan ini.

****

" Mau kemana?" Wilaga menatap penampilan Amara yang sudah rapi sembari menenteng tas.

" Kerja, Mas!"

" Dimana?" tanya Wilaga penasaran.

" Ayah nggak tau rumah sakit tempat Bunda kerja?"

Wilaga menggeleng menatap Axi.

" Yaudah gimana kalau Ayah antar Bunda kerja, Axi juga ikut."

Wilaga tersenyum lebar. Berbeda dengan Amara yang tidak setuju.

" Boleh.

" Ngak usah."

Amara dan wilaga serentak menjawab.

" Nggak usah. Bunda bawa mobil sendiri aja. Mas temani Axi aja di rumah!" Amara jelas menolak.

" Nggak papa kali, Bun. Iya kan Yah?"

Wilaga mengangguk.

" Yaudah. Ayo biar Ayah yang antar Bunda ke tempat kerja. Biar Ayah juga tahu dimana Bunda kerjanya!"

Amara melotot melihat sikap dan mendengar perkataan santai  Wilaga.

Axi mengulum senyum. Amara sampai tidak bisa berkata-kata saat kunci mobil di ambil Wilaga dari tangannya tanpa bisa di cegah.

Amara hanya bisa menghela nafas. " Ayo, Bun!"

Axi menyusul langkah Wilaga yang sudah duluan keluar. Amara terpaksa ikut menyusul juga dan mau di antar Wilaga. Dua lawan satu mana mungkin iya akan menang.

Tbc!

29/08/23

Komen gaesss

Asmara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang