🎉TIGA PULUH EMPAT🎉

2.8K 197 13
                                    

" Ayah belum bangun ya, Bun?" Axi bertanya setelah meletakkan tas nya di kursi samping. Ia sudah siap dan rapi mau berangkat sekolah.

" Hm. Ayah mungkin kelelahan. Biarin aja. Jangan di bangunkan." Balas Amara. Ia kembali teringat apa yang mereka lalukan semalam. Amara sampai sekarang bahkan tidak bisa mempercayai kejadian semalam.

" Muka bunda kok merah. Bunda sakit?"

" Hah?" Amara langsung memegang pipi nya.

" Nggak kok. Biasa aja ini." Amara gugup. Axi menatap curiga Ibu nya.

" Axi sarapan aja. Bunda mau ganti baju dulu ya!"

" Iya, Bunda."

Amara bergegas ke dalam kamar nya. Ia sekilas melirik Wilaga yang masih tidur di sofa.

Amara bersandar di pintu kamar seraya memegang jantung nya yang berdebar.

Kepala nya selalu di ingatkan kejadian semalam. Dimana Amara dan Djati hampir saja kebablasan jika Amara tidak cepat sadar.

Amara menyalahkan dirinya yang keluar dengan pakaian mengundang. Tentu saja Wilaga tidak akan menyiakan kesempatan seperti semalam. Ia paham bagaimana Wilaga.

Amara menarik nafas rakus dan membuangnya dengan pelan. Ia segera mengganti baju nya bersiap-siap.

Amara keluar kamar. Ternyata Wilaga sudah bangun dan bergabung dengan Axi di meja makan.

Amara berusaha bersikap santai dan biasa saja. Ia tidak mau gugup dan malu di hadapan Wilaga.

" Mas sudah bangun?"
Amara menyiapkan teh hangat untuk Wilaga.

" Hm. Kamu hari ini ke rumah sakit?"

" Iya."

Amara meletakkan minuman di hadapan Wilaga.

" Mau sarapan apa Mas?"

" Roti aja!"
Amara segera mengoles roti dengan selai.

" Kerja sampai jam berapa?"
Tanya Wilaga.

" Siang Mas!"
Wilaga mengangguk.

" Yaudah biar nanti Mas yang jemput."

Amara dengan cepat menolak. " Nggak usah Mas. Aku pulang nya sendiri aja nanti."

" Nggak biar Mas yang jemput. Sekalian nanti jemput Axi juga."

" Yah, Axi nanti pulang nya sore."  Celetuk Axi

" Ada tambahan belajar?" tanya Amara menatap anak nya yang mengangguk.

" Yaudah nggak papa. Belajar yang serius ya!"

" Iya Bunda." Jawab Axi. Ia mendesah pelan dalam hati berujar Bunda nya selalu menganggap nya seperti anak kecil.

*****

Wilaga sudah menunggu di parkiran. Amara baru selesai rapat. Ia langsung mengambil tas di ruangan nya dan keluar.

" Dokter Amara!"

Amara berhenti melangkah. Menatap dokter Tomi yang menyapa nya.

" Iya, dok. Ada apa?"

" Dokter mau pulang?"

" Iya nih dok. Abis ini saya masih ada urusan di luar. Saya duluan ya, dok. Nggak bisa lama!" Sahut Amara cepat dan kembali melanjutkan langkah nya.

Dokter Tomi membuang nafas lelah.

" Udah. Menyerah aja lo. Nggak capek apa,"

Tomi menatap sahabat nya. Ia termenung. Apakah ia harus membuang perasaan nya bahkan ia belum berjuang untuk mendapatkan Amara. Sebenarnya  ia sudah sangat berusaha namun Amara Selalu tampak menghindar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 19, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Asmara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang