Setelah menyelesaikan kesepakatan, Nayeon membuat jadwal untuk Jennie. Mereka memutuskan untuk memulainya hari itu di rumah Nayeon.
Mereka berjalan melalui jalan-jalan yang diterangi matahari di hari-hari terakhir musim panas. Jennie bermain di tepi trotoar sambil sesekali melompat, sedangkan Lisa dan Nayeon hanya berjalan dengan hati-hati.
"Jennie aku sudah menyuruhmu untuk berhenti bermain," tegur Manoban, namun Jennie mengabaikannya. “Jika kamu jatuh aku tidak akan membantumu bangun.”
Sejenak Jennie memikirkannya dan pada akhirnya dia berhenti bermain lalu mengikuti langkah teman-temannya. Disisi lain, Nayeon tertawa mengejek membuat Manoban menoleh untuk melihatnya.
“Apa?” Manoban membentak Nayeon.
"Kau yakin tidak mengkhawatirkan Jennie?" Pertanyaan itu membuat Manoban mengangkat alis. “Kau mengatakan itu dengan sangat percaya diri, tetapi aku yakin jika sesuatu terjadi padanya, kau pasti akan lari untuk membantunya.”
Lisa kembali menatap ke depan sambil berpikir.
“Aku tidak begitu.”
"Aku tahu betul jika kau adalah seseorang yang tidak punya rasa peduli, tapi dengan Jennie kau terlihat berbeda," kata Nayeon. “Mungkin kau mulai terikat dengannya dan itu merupakan hal yang baik untukmu, bukan begitu?”
Jawabannya tidak segera datang, dalam benaknya, Lisa berpikir jika yang Nayeon katakan memang benar bahwa detail kecil yang telah dia lakukan untuk Jennie tidak dia lakukan dengan yang lain.
"Tentu saja tidak," jawab Lisa yang secara internal mengetahui bahwa jawabannya kurang benar. Pada saat itu Nayeon berhenti berjalan dan mulai melihat sekeliling. Lisa juga berhenti untuk melihatnya.
"Mengapa kau berhenti?" Dia bertanya dengan serius. “Bukannya kau sedang terburu-buru?”
"Tentu saja aku sedang terburu-buru," jawabnya cepat. “Tapi bagaimana aku bisa mengajari Jennie jika dia tidak ada di sini.”
Manoban membeku ketakutan setelah mendengar itu dan dengan cepat mulai melihat ke sekeliling jalan untuk mencarinya. Dia melihat berbagai macam orang yang tersebar di banyak toko yang ada di jalan itu dan dengan begitu banyak orang, Lisa mulai khawatir karena Jennie tidak ditemukan.
Tanpa memedulikan hal lain, Lisa segera berjalan cepat untuk mencari ke sana sini dengan Nayeon yang mengikuti arahannya.
"Bodoh, ini semua salahmu," tuduh Manoban sambil berjalan cepat tanpa henti untuk mencari Jennie.
“Salahku?” Nayeon heran dengan tuduhan itu.
“Ya, salahmu, jika kau tidak menggangguku dengan pertanyaan konyolmu, aku tidak akan kehilangan Jennie.”
“Kau seharusnya tidak peduli, kau seharusnya membiarkan Jennie karena kau sendiri yang bilang jika kau tidak akan membantunya. Bukannya dia adalah pengganggu dalam hidupmu?” Manoban mengerutkan kening sambil memelototi Nayeon lalu dia menarik kerah baju Nayeon dengan agak kasar.
"Apa yang membuatmu berbicara seperti itu bodoh? Satu-satunya pengganggu di sini adalah kau, Jennie tidak seperti itu, jadi berhentilah membicarakannya seperti itu.”
Bertentangan dengan apa yang diharapkan Lisa, dia justru mendengar Nayeon tertawa.
"Lihat sendirikan betapa pedulinya kau padanya?"
Lisa membeku lalu melepaskan Nayeon dan segera memalingkan muka karena malu, dia benar-benar tidak percaya dengan tindakannya.
“Akui saja.” Sebuah tawa lolos dari bibir Nayeon. "kau buruk dalam berbohong Lisa." katanya di antara tawa. “Lihat, Jennie ada di sana.”
Nayeon menunjuk ke sebuah toko dan Manoban langsung menoleh untuk menemukan toko boneka yang membuat Jennie tersenyum pada masing-masing boneka besar yang dipajang di jendela.
Keduanya lantas berjalan mendekat sampai mereka berada di depan Jennie yang menoleh untuk melihat mereka.
"Lili, Lili," panggil Jennie dengan bersemangat sambil menunjuk boneka beruang yang dia suka.
"Kurasa dia ingin kau membelikan boneka beruang itu, Lili," kata Nayeon sambil menekankan julukan itu.
Jennie mengangguk antusias, tapi saat itu Lisa teringat kejadian kecil beberapa detik yang lalu.
"Mengapa kau berpisah dengan kami?" Manoban memarahi Jennie yang menurunkan pandangannya. “Sudah kubilang kau tidak boleh pergi sendirian saat kita sedang diluar, Apa kau tahu apa yang bisa terjadi padamu? Apa yang kau pikirkan Jennie?”
Jennie menggelengkan kepalanya, dan dia merasakan bibir bawahnya bergetar. Nayeon memandang Jennie yang hampir menangis. Gadis bermata kucing itu terlihat sangat tidak berdaya tetapi juga terlihat imut.
"Tenang Manoban, jelas dia tidak tahu," Nayeon membelanya. “Ingat dia masih belajar, bukankah kau yang paling tahu tentang dia?”
Manoban kemudian menarik napas dalam-dalam untuk menenangkan diri.
"Jangan pernah lakukan itu lagi.”
Jennie mengangguk pelan, dan antusiasmenya pada boneka telah hilang. Manoban menyadari bahwa dia tidak pernah memarahinya begitu keras akibat rasa khawatir yang begitu besar pada Jennie.
"Kalau begitu ayo pergi, aku sedang terburu-buru," kata Nayeon memecah kesunyian. Dan dengan itu, ketiganya melanjutkan perjalanan hingga sampai di rumah Nayeon dalam diam. Sesampainya di kediaman, Lisa berhenti sebelum memasuki pintu.
"Aku akan menjemputnya satu jam lagi," kata Manoban.
"Tunggu, kau tidak menemaninya?" tanya Nayeon. “Bagaimana jika dia tidak merasa nyaman karena kau meninggalkannya sendirian denganku?”
"Jangan khawatir tentang itu, Jennie sangat mudah berbaur, dia akan cepat terbiasa dengan kehadiranmu," jawabnya tanpa menganggap hal itu penting. “Bagaimanapun, aku akan pergi, aku akan kembali dalam satu jam.” Lisa berbalik lalu berjalan pergi dari rumah itu.
"Baiklah Jennie, ayo masuk," kata Nayeon menarik perhatian gadis yang lebih muda, tetapi dia menyadari bahwa gadis itu masih terlihat sedikit sedih. “Apa yang kamu rasakan? Apa kamu sedih karena Lisa berbicara kepadamu seperti itu?”
Jennie mengangguk lalu mendongak sedikit untuk menatap Nayeon.
KAMU SEDANG MEMBACA
STARGAZING (GXG)
RomanceLalisa manoban adalah seorang gadis dengan kepribadian acuh tak acuh, dingin, anti sosial dan lebih suka menyendiri. Suatu malam dia mendapati dirinya terjebak dalam situasi yang melibatkan seorang gadis asing yang sangat bertolak belakang dengannya...