Bab 8 Curma

59 2 1
                                    

Curma

Desa Pinggir Alas Kidul Zaman Kerajaan Hindu

Desa yang sebelumnya tenteram kini berubah mencekam. Desa yang dulu damai meski berdampingan dengan Alas Kidul beserta misterinya, kini dicekam teror. Hampir setiap malam salah satu warga hilang dibawa makhluk menyeramkan yang diduga berasal dari Alas Kidul. Warga merasa gusar sekaligus takut. Mereka banyak menghubungkan teror di desa mereka dengan Sundari. Meski sudah pernah dilakukan pembuktian oleh salah satu warga bersama Ki Wongso, sesepuh desa yang mereka segani, tapi itu hanya merubah pandangan mereka terhadap Sundari untuk sementara saja. Sebab bagaimanapun juga teror ini terjadi semenjak mereka mulai mencurigai bahwa Sundari merupakan titisan raja iblis. Dan setiap terjadi teror, hampir selalu menunjukkan kaitan antara makhluk itu dengan Sundari.

“Suwe-suwe desane dewek iki sansoyo nyeremi yo, kang. Mosok ameh saben bengi ditekani lelembut kanggo jupuk wadal. (Lama-lama desa kita ini semakin menyeramkan ya, kang. Masak hampir setiap malam didatangi lelembut untuk mengambil tumbal)” keluh Dirman kepada Kirno di sebuah saung tepi kebun.

“Iyo kang. Wingi malah bojoku sing ameh keno. Untung ora sido. Malah Yu Ginah, bojone Lek Supar sing keno. (Iya kang. Kemarin malah istriku yang hampir kena. Untung tidak jadi. Malah Yu Ginah, istrinya Lek Supar yang kena)” sahut Kirno.

“Opo dewek ameh meneng terus koyo ngene, kang? Iso wae mengko bengi gilirane dewek utowo keluargane dewek sing diincer. (Apa kita akan terus diam seperti ini, kang? Bisa saja nanti malam giliran kita atau keluarga kita yang diincar)” ucap Dirman.

Kirno terdiam mendengar ucapan Dirman. Dia memikirkan hal yang sama. Tapi dia sendiri juga tidak punya jalan keluar untuk bisa lepas dari ancaman lelembut Alas Kidul. Melapor kepada Ki Wongso pun sudah berkali-kali mereka lakukan. Tapi nyatanya teror itu masih terus terjadi. Berbagai benda penangkal teror sudah diberikan oleh Ki Wongso, tapi sebagian besar tidak berfungsi ketika lelembut itu datang.

“Sampeyan opo isih percoyo yen Sundari ora jaglaran teror iki, kang? (Sampeyan apa masih percaya kalau Sundari bukan penyebab teror ini, kang?) tanya Dirman berbisik.

Kirno menatap lekat ke arah Dirman. “Aku ora wani omong, kang. Sebab Ki Wongso wis negeske yen ning gegere Sundari ora ono tanda toh jiwo. (Aku tidak berani bicara, kang. Sebab Ki Wongso sudah menegaskan jika di punggung Sundari tidak ada tanda toh jiwo)” jawabnya.

“Nanging ameh saben kejadian, lelembut iku koyo nunjukke yen ono kaitane karo Sundari. Sampeyan wis ngerti durung? (Tapi hampir di setiap kejadian, lelembut itu seperti menunjukkan jika ada kaitannya dengan Sundari. Sampeyan sudah tahu belum?) tanya Dirman lagi.

“Iyo aku wis ngerti. Nanging aku yo ora wani nuduh. Sebab wes dibuktike yen Sundari ora ono kaitane karo lelembut Alas Kidul. (Iya aku sudah tahu. Tapi aku tidak berani menuduh. Sebab sudah dibuktikan jika Sundari tidak ada kaitannya dengan lelembut Alas Kidul)” jawab Kirno.

“Sakjane aku yo ora wani nuduh, kang. Nanging lelembut iku koyo nunjukke yen Sundari iku junjungane. Ewuh semono, Yu Prapti lan Sundari uga ora pernah keno sasaran teror lelembut kui. (Sebetulnya aku juga tidak berani menuduh, kang. Tapi lelembut itu seperti menunjukkan jika Sundari itu junjungannya. Selain itu, Yu Prapti dan Sundari juga tidak pernah kena sasaran teror lelembut itu)” tegas Dirman.

“Wis, kang. Mengko sore melu teko ning daleme Ki Wongso wae. Warga dikon kumpul rerembugan babagan ini. Ojo sembarangan ngomongke wong liyo yen durung ono buktine. (Sudah, kang. Nanti sore ikut datang di rumah Ki Wongso saja. Warga dikumpulkan untuk membicarakan permasalahan ini. jangan sembarangan membicarakan orang lain jika belum ada buktinya)” Ucap Kirno.

Sore harinya sebagian warga berkumpul di pendopo rumah Ki Wongso, khususnya para pria. Sedangkan para wanita dan anak-anak berdiam diri di rumah. Mereka membahas mengenai teror yang melanda desa mereka hampir setiap malam. Hingga ketika salah satu warga bicara mengenai kaitan teror lelembut itu dengan Sundari, perdebatan tidak bisa dihindari. Sebagian warga curiga Sundari merupakan bagian dari teror lelembut itu, bahkan mereka sempat menuduh bahwa lelembut itu suruhan Sundari untuk mendapatkan tumbal dengan tujuan kekayaan dan kecantikan. Sedangkan sebagian warga lainnya tidak sependapat, sebab mereka tidak mau menuduh tanpa bukti. Bagi mereka menuduh tanpa bukti merupakan salah satu tindakan terlarang yang akan mendapatkan hukuman berat dari Gusti.

Bulan Hujan Dan Perempuan di Sudut Taman (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang