Aku hari ini tidak masuk sekolah. Bukan karena kepala dan kakiku yang sakit, tapi karena di skors. Baguslah, aku tidak perlu repot-repot bertemu dengan para setan di sana.
Namun, aku merasa tidak adil ketika mendengar cerita Rian bahwa Raina tetap sekolah hingga hari ini, alias gadis macan itu tidak di skors dari sekolah. Cih, egois sekali pihak sekolah. Tapi, tidak masalah juga. Aku butuh berdamai dengan semuanya.
"Couple goals apaan, gue nggak percaya sama hubungan mereka berdua," ucap Rian sambil mengupas kulit pisang di atas meja, lalu memakannya.
Ya, Rian pagi ini ke rumahku. Katanya, dia mendengar dari Ananta bahwa aku sakit. Alhasil, sebagai mantan teman sekelompok, dia berniat menjengukku. Jujur saja aku agak terkejut karena Rian yang ternyata peduli padaku. Tapi, alasan lain dari Rian menjengukku pagi ini adalah supaya dia bisa bolos sekolah. Karena pelajaran hari ini semuanya membosankan. Dia memutuskan untuk tinggal di rumahku hingga sore nanti.
Untuk plot twist lainnya adalah, Rian bertetangga dengan Ananta. Jadi, mereka cukup akrab. Untuk menceritakan bahwa aku sedang sakit, tentu hal yang mudah bagi Ananta.
"Maksud lo apa, Yan?" tanyaku untuk menanggapi kalimatnya yang baru saja dia katakan dengan sangat santai.
"Kak Raina itu nggak tulus sama Kak Deandra, dia cuma manfaatin Kak Deandra." Lagi-lagi dia memakan pisang yang sengaja dia bawakan untukku, tapi malah dimakan sendiri setelah tahu bahwa kondisiku tidak begitu parah. "Ya ... anggapannya, numpang tenar, lah."
Aku tersedak kacang yang sedang kumakan. Mendengar informasi diluar dugaan itu benar-benar membuatku syok. Sementara Rian terkekeh lalu memberikanku segelas air yang ada di atas meja.
"Kaget, ya?"
"IYA, LAH!"
Rian tertawa melihat reaksiku. "Kak Raina itu mantan gue."
"HAH?!" Aku terkejut untuk yang kesekian kalinya.
***
'Namanya Bagus Ananta Husein. Sewaktu kecil, dia tinggal di salah satu desa yang ada di Jawa Tengah. Kemudian, pindah di Jakarta setelah mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di sini. Dia tidak pernah menuliskan poin buruk di catatan konselingnya. Selalu memiliki nama yang baik di mata guru-guru. Menjadi peringkat pertama sejak menginjakkan kaki di sekolah ini hingga sekarang.
Ananta tidak seperti laki-laki biasanya. Hatinya terlalu baik, hingga tidak pernah memiliki masalah dengan siapa pun. Tetapi, orang-oranglah yang membuat masalah padanya. Orang seperti Ananta yang tidak bisa melawan walau ditindas, tentu tidak jarang mendapatkan perlakuan buruk.
Saat duduk di bangku kelas sepuluh pada semester dua, Ananta sempat masuk rumah sakit. Dia sekarat karena ulah Deandra dan antek-anteknya. Saat itu, Ananta sengaja dinaikkan di atas papan kecil, lalu diseret menuruni tangga, hingga laki-laki itu jatuh menggelinding. Kepalanya terbentur tembok, tulang punggungnya mengalami sedikit patah tapi tidak parah.
Setiap hari, Ananta akan menjadi budak bagi teman-temannya. Bolak-balik ke kelas dan kantin hanya untuk membawakan makanan teman-temannya yang malas untuk pergi ke kantin. Tetapi, bagi Ananta itu bukan sebuah hal yang buruk. Ananta menganggap itu semua adalah bentuk 'menolong'.
Tidak hanya itu, setiap kali Deandra mendapatkan jadwal piketnya, Ananta selalu menggantikannya. Parahnya, Ananta piket sendirian. Karena Deandra meminta agar semua anak yang piket di hari yang sama dengannya untuk menyerahkan tanggung jawabnya pada Ananta.
"Nggak apa-apa, saya sudah memaafkan." Sayangnya, Ananta selalu mengatakan kalimat yang sama setiap kali dicurangi bahkan disakiti.
Cerita lain tentang Ananta, adalah alasan laki-laki itu tidak pernah pulang tepat waktu. Dia selalu meninggalkan sekolah paling terakhir, bahkan setelah semua anak-anak yang mengikuti ekstrakurikuler pulang, Ananta masih di sana. Melakukan hal-hal yang tidak seharusnya siswa lakukan: membersihkan musholla, mencabuti rumput liar di taman, merawat kolam ikan milik sekolah, dan hal-hal yang bukan tugasnya.
Dengar-dengar, Ananta adalah anak tunggal. Di keluarganya, hanya tinggal dua orang. Dia dan ibunya. Hidup sebagai anak yatim sejak bayi, membuat Ananta harus menjaga ibunya. Alasan dia pulang terlambat, karena dia akan menjemput ibunya bekerja sebagai tukang sapu jalan yang pulang menjelang malam.
Dengan sepeda ontel kesayangannya, dia akan menggonceng ibunya pulang ke rumah. Meski begitu, keluarga kecil mereka tidak pernah mengeluh. Bagi ibunya, pekerjaan sebagai tukang sapu jalan adalah pekerjaan yang mulia. Ananta tidak pernah malu dengan kehidupannya.
Jadi, untuk menjadi asisten adik kelasnya, bukanlah hal yang sulit bagi Ananta. Sebab, ini bukanlah kali pertamanya. Bagi Ananta, kali ini adalah yang paling menyenangkan dari sebelum-sebelumnya.'
Aku membuka pintu pagar rumah ketika bel berbunyi. Seperti dugaanku. Aku kini berhadapan dengan laki-laki berkaca mata yang tadi diceritakan oleh Rian.
Ya, Ananta ada di hadapanku. Tersenyum dengan begitu manis dan matanya menyipit. Seragamnya masih rapi walau sudah pulang. "Halo, Mbak Abel!" sapanya dengan senang.
Aku mengangguk sebagai jawaban. Kulihat, tangannya bergerak mengambil sebuah kantong plastik yang dicantolkan pada setir sepeda ontelnya. Kemudian, kantong putih itu diberikan padaku.
"Saya beli ini tadi di jalan. Saya ingat kalau watu itu Mbak Abel pengin es manado tapi uang kita sama-sama habis." Entah mengapa, senyumku terukir jelas saat itu juga.
Ternyata, Ananta masih ingat tentang es manado waktu itu. Hahaha.
"Sampai kapan kamu di skors?" Topik lain berhasil dia sampaikan untuk menghilangkan suasana hening di antara kami berdua.
"Rabu," jawabku singkat.
"Sekarang masih hari Senin. Masih lama, ya."
"Bagus, lah, gue bisa tidur-tidur di rumah. Bahkan di skors satu tahun gue gak peduli." Sejujurnya, aku malas dengan pembahasan ini.
"Eh, jangan gitu, Mbak Abel. Jujur saja, saya ini rindu kamu. Saya pengin pagi-pagi jemput kamu, terus jalan bareng ke sekolah, pulang sekolah bareng juga." Dramatisasi dimulai. "Saya pengin Mbak Abel cepat sekolah, saya kesepian nggak ada kamu."
Mendengar ocehan Ananta yang secara tak langsung menyampaikan bahwa dia benar-benar menyayangiku, tiba-tiba terbesit di benakku untuk memanfaatkan rasa kasih sayang Ananta padaku.
"Anta," panggilku. Dia menatapku dengan mata teduhnya. "Lo masih sayang gue, kan?"
Ananta jelas mengangguk. "Saya sangat sayang sama kamu, Mbak Abel."
"Katanya, kalau kita sayang sama seseorang, kita akan rela melakukan hal apa pun untuk orang yang kita sayang, demi kebahagiaannya." Lagi-lagi Ananta mengangguk.
Dia tersenyum lebar, matanya berbinar. "Memangnya Mbak Abel mau minta apa sama saya? Saya pasti akan lakukan." Dia tampak begitu semangat.
"Gue minta, lo jauhkan Raina dari Deandra. Biar gue bisa jadi pacar Deandra." Seketika, raut wajah Ananta berubah drastis. Binar matanya terbenam, semangatnya hilang, senyumnya memudar. "Please, demi kebahagiaan orang yang lo sayang. Gue bahagia kalau sama Deandra."
TO BE CONTINUED
Terima kasih sudah membaca Way Back Home🌷
Jangan lupa vote dan komen-!!!
Next!!!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Way Back Home
Teen FictionKata Ananta, hidup itu harus berpegang teguh pada dua hal: sabar dan tabah. Dengan memegang kedua prinsp itu, kamu akan menjadi 'orang baik'. Namun, Ananta mengatakan nasehat itu pada orang yang kurang tepat. Iya, dia menasehatiku agar aku bisa me...