Navi masih terdiam, dan tak bisa mengatakan sepatah kata pun, karena masih terkejut dengan apa yang baru saja ia saksikan.
''Nav?'' ucap Ian
Vidor mendekati Navi dan siswi itu, menatapa Navi dengan ekspresi cemas.
''Kau baik-baik saja?'' tanya Vidor
''Navi, ini tak seperti yang kau pikirkan. Begini, sebaiknya kau pulang denganku. Aku akan menjelaskannya.'' ucap Ian
Navi mengela nafas, dan bangkit dari posisi duduknya.
''Pergilah sebelum mereka melihatmu.'' ucap Vidor.
Ian menarik tangan Navi menjauh, dan mengantarnya pulang. Setibanya, Ian menjelaskan sedikit kejadian tadi, agar Navi tak salah paham.
''Jadi kalian juga tak melihat siapa pelakunya?'' ucap Navi
''Tidak. Vidor pun juga terkejut dengan kejadian tadi. Namun Nav, sebaiknya kau tutup mulut dan juga matamu. Jika kami yang terlibat, kasus ini hanya akan sampai pada lembaga pendisiplinan. Tapi, maaf Nav. Bukannya aku merendahkanmu. Hanya saja, kau berada di sekolah karena beasiswa. Yang terjadi pada siswi itu, pasti karena persaingan perebutan kursi peringkat.'' jelas Ian
''Aku paham, tapi kenapa hanya sampai lembaga pendisiplinan? Dan apa hubungannya denganku?'' tanya Navi
''Nav, jika masalah ini sampai di ketahui oleh media, maka para orang tua siswa yang akan terlibat, setelah kasus ini di usut tuntas. Mereka akan menggunakan kekuasaan yang mereka miliki untuk mempertahankan anak-anak mereka. Pihak sekolah pastinya mempertimbangkan hal itu. Di tambah lagi, anggotas S-Class, pasti tak akan tinggal diam.'' jelas Ian
Navi mengangguk mengerti. Jika ia sampai terlibat lebih jauh, kemungkinan terbesarnya, ia malah akan menjadi tersangka atau kambing hitam untuk menutup kasus ini.
''Makasih Ian, aku masuk dulu.'' ucap Navi dengan senyum masam.
''Yah, sampai jumpa besok.'' ucap Ian, yang masih menunggu sampai Navi masuk dulu. Ia terlihat mencemaskan Navi.
"Nav, entah kau mengingatku atau tidak. Tapi aku masih sama Nav. Sudah lama tidak bertemu." gumam Ian.
Sesampainya, Navi langsung membuka lemari es, mengambil sebotol air dan meminumnya. Navi terlihat sangat lesu dan cemas. Ia kemudian melirik ke arah cermin, seolah sedang mengasihani dirinya. Tak lama kemudian, air matanya tiba-tiba saja menetes.
''Aku lelah.'' gumamnya sembari menatap kedua tangannya yang sedang gemetar.
Navi beranjak dan menuju ke kamar mandi. Setelah itu, ia membaringkan tubuhnya di atas kasur, sembari menatap langit dari balik jendela yang terbuka.
Apa hanya aku yang merasa selelah ini? Tapi ini jauh lebih baik, daripada terbaring tak berdaya di atas kasur. Mencoba melakukan yang terbaik, seolah hal yang melelahkan bagiku. Menjalani hari demi hari seperti ini, adalah hal yang melelahkan dan berat. Aku merasa masih belum ada perubahan sama sekali.
Navi memikirkan banyak hal, hingga akhirnya tertidur lelap. Seolah semuanya terasa jauh lebih ringan, setelah menceritakannya, dan air mata menjadi saksinya.
Keesokan harinya, Navi terbangun karena bunyi alarm handphonenya. Ia duduk sejenak, sembari menatap sebuah kardus yang tak jauh darinya. Navi berjalan dan membuka kardus itu, yang berisi kotak kecil berwarna Navy dan boneka barbie.
''Seseorang ini berhenti sejenak menerorku. Namun, malah terjadi kejadian seperti semalam. Apa ini hanya kebetulan? Lalu, warna kotak dan gaun boneka barbie ini berwarna Navy. Sesuai dengan namaku. Ah tidak, navy adalah warna kesukaan kakak juga. Asst, sudahlah, semuanya pasti hanya kebetulan, dan seseorang pasti hanya sedang menjailiku.''
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCLES (END)
Mystery / ThrillerNavi, adik dari seorang guru honorer di salah satu sekolah swasta ternama, yang ditemukan tewas terbakar dirumahnya. Pihak kepolisian menutup kasus tersebut, sebagai kasus bunuh diri. Namun Navi tak setuju dengan dugaan tersebut, dan mencoba mencari...