Ian tengah duduk mendengarkan rekaman suara dari alat penyadap yang dibawah oleh Rai. Sembari berbincang dengan staf sekolah tersebut. Ian terkejut saat mendengar suara tembakan.
"Ian, pergi dari sini! Cepat!" teriak Rai. Rai masih sedikit terkejut dengan peluru yang berhasil mengenai kepala staf yang seharusnya akan menjadi bukti tambahan mereka.
Tak lama setelah itu, Rai mendengar langkah kaki berlari mendekati ruang tempat mereka berada. Seolah telah terencana, tak ada satu pun seseorang digedung atau rumah susun tersebut.
"Sial!" gumam Rai yang berlari keluar. Baru akan melangkah keluar, peluru mulai menghujaninya. Adu tembak mulai terjadi. Tak lama kemudian, mereka berhenti menembakkan peluru dan mengejar Rai.
Sementara Ian, juga mendapat serangan yang tak jauh berbeda dengan serangan yang diterima oleh Rai. Ian kemudian terhenti, menatap laptop yang ia bawa. Ia kemudian menghela nafas dan menghancurkan laptop itu.
"Kau memang tak punya rasa takut, Ian," San bergumam setelah menodongkan pistol ke arah Ian. Ian terdiam, mengukir senyum smirk, terlihat begitu percaya diri tanpa memperlihatkan rasa takut.
"Akhirnya kau muncul juga. Dugaanku selama ini memang benar. Syukurlah, aku tak mempercayakan sedikit pun bukti padamu. Aku hanya memikirkan, bagaimana perasaan ayah Navi dan Navi setelah tau fakta ini," ucap Ian.
San tertawa kecil, kemudian menurunkan pistolnya. Ia kemudian mengeluarkan sepuntung rokok dan menghisabnya.
"Kau tak tau apa pun, karena kau hidup tanpa rasa takut akan kehidupan yang sulit. Kau cukup beruntung karena tak pernah merasakan hutang budi pada seseorang. Cukup, berikan padaku," ucap San meminta hasil rekaman itu pada Ian.
"Tak akan, bahkan jika kau membunuhku. Aku akan sangat merasa bersalah jika menutupi kekejian kalian. Aku sudah berjanji pada Navi."
San mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian hendak menembak Ian. Akan tetapi, seseorang lebih dulu menembak kaki Ian.
"Pergilah, kau urus detektif sialan itu. Biar aku urus anak ini."
San terlihat merasa kasian, tetapi ia tak berani untuk membantu Ian dan memilih pergi. Setelah San pergi, mereka kemudian menyiksa Ian, sampai ia berteriak kesakitan.
Disisi lain, Rai sendiri sudah tak sanggup melawan. Tubuhnya sudah cukup terluka. Akan tetapi, anggota gangster itu malah semakin bertambah banyak.
"Rai!" sekumpulan anggota gangster tiba dan menyerang. Perkelahian hingga saling membunuh terjadi. Mendengar ada bantuan tiba, Rai berusaha mencari Ian.
Ayah Taqi bersama anak buahnya keluar dari mansion. Mungkin ada puluhan anggota bertubuh besar yang mengikutinya. Sembari menghisap rokok, Barak mempertanyakan sesuatu pada anggotanya yang berada di mobil yang sama dengannya.
"Kau sudah konfirmasi identitas asli wali anak itu?" tanya Barak atau ayah Taqi.
"Dia seorang detektif. Rai, salah satu anggota kepolisian yang menangani kasus perdagangan kita dengan cina. Untungnya San yang langsung turun menangani masalah ini. Saya dengar, San berhasil memukul mundur Rai dan timnya setelah Rai mengalami luka yang cukup parah."
"Pantas saja anak-anak lebih leluasa bergerak. Ternyata dia sedang tak bekerja. Namun sepertinya dia mulai curiga, dan mendekati Navi. Ini pasti ulah Annas. Sial! Aku pikir dia akan acuh dengan kejadian ini setelah membuat kesepakatan dengan Esther. Harusnya aku tak mempercayakan sepenuhnya pada Esther mengenai masalah ini." walau dengan raut wajah kesal, Barak tetap berusaha lebih tenang, seolah tak terjadi masalah yang besar.
Mobil berhenti. Seorang pria bertubuh besar, dengan bekas luka diwajah menghampiri mobil Barak. Mengetuk kaca mobil pelan, hingga jendela mobil perlahan turun.
KAMU SEDANG MEMBACA
CIRCLES (END)
Mystery / ThrillerNavi, adik dari seorang guru honorer di salah satu sekolah swasta ternama, yang ditemukan tewas terbakar dirumahnya. Pihak kepolisian menutup kasus tersebut, sebagai kasus bunuh diri. Namun Navi tak setuju dengan dugaan tersebut, dan mencoba mencari...