HALAMAN 10

130 15 0
                                        

"Jeno, aku gak suka kamu begini. Perhatiin kesehatan kamu, aku gapapa. Aku baik-baik aja".

Jeno segera membuka mata, "Renjun".

"Jeno, kenapa nak?". tanya sang ibu, Taeyong.

"Ma, Renjun. Gimana keadaannya?".

"Dokter bilang keadaannya baik, cuma Renjunnya masih belum mau buka mata".

"Tadi aku denger suara Renjun ma".

Taeyong mengelus pundak Jeno dan tersenyum, "Kamu harus sehat, Renjun ga akan suka liat kamu begini".

Jeno terdiam. Mungkin saat ini, Renjun juga tengah menjaganya seperti apa yang ia lakukan pada Renjun.

_

_

"Mereka bahagia banget". ujar Renjun setelah melihat bagaimana Permaisuri dan Raja saling mencintai.

"Tapi dari kebahagiaan mereka, malah jadi kehancuran buat salah satunya".

Kini Renjun kembali masuk kedalam paviliun Permaisuri, ia menuju sebuah pintu. Itu pintu kamar.

Kamar yang masih rapih, tak ada satupun barang yang berserakan disana.

"Bagaimana keadaan istriku".

"Racun yang ada didalam tubuh Permaisuri belum terlalu menyebar, ia hanya pingsan. Namun,".

"Namun? Ada apa tabib".

"Maaf Yang Mulia, calon penerusmu tak terselamatkan".

"Dan ada kabar buruk lagi Yang mulia, Permaisuri tak akan bisa mengandung".

Renjun tertawa hambar, "Ga kebayang gimana sedihnya pasangan ini. Belum lama dapet kabar baik tentang kehamilan istrinya eh sekarang udah dapet kabar istrinya keguguran".

"Mungkin ini berita baik buat orang-orang jahat itu. Tapi jujur ya, gw sakit banget dengernya". ujar Renjun.

Kini ia keluar dari kamar tersebut menuju sebuah meja dengan hiasan beberapa guci. Ia melihat seseorang dengan baju khas kerajaan berwarna putih bersih sedang terduduk di kursi tersebut. Lagi-lagi wajahnya tak terlihat jelas.

"Hormat hamba Permaisuri, sudah terlalu siang dan anda belum makan".

Itu suara perempuan.

"Ingin saya bawakan makanan kesini?".

"Tidak".

"Yang Mulia Raja akan memarahiku jikalau beliau tau Istrinya masih belum makan".

"Raja tak akan marah, ia tak peduli kepadaku".

Penggalan kisah yang dilihat Renjun kini terhenti, langkahnya dibawa kembali menuju kamar sang permaisuri.

Ia melihat 2 orang wanita disana. Namun hal yang sama ia lihat, wajah seorang dari mereka tak terlihat jelas.

"Itu, pelayan yang ada di dapur". gumam Renjun.

"Siapa yang memerintahmu membawakan teh untukku?".

"Hormat hamba, saat itu Yang Mulia Raja yang memerintahku membawakan teh untukmu".

Terdengar suara helaan nafas.

"Keluar".

Sang pelayan membungkukkan badan, ia bergegas keluar dari kamar dengan tersenyum.

"Kau melenyapkan darah dagingmu sendiri, Yang Mulia".

Permaisuri menangis.

Renjun mencoba mengingat apa yang terjadi. Ia paham, ternyata Permaisuri ini salah paham.

REINKARNASITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang