00 : Tahun 99?

18 4 0
                                    

Apakabar guys?

Jangan lupvah vote + komennya yah

ㅡreplayㅡ


"2019? Ini kan masih tahun 99."











"HAH?" suara teriakan yang dilontarkan oleh cewe yang nggak sempet sisiran itu menggema sampe bikin ayam yang tadi pagi berkokok ngebangunin Sisil loncat dari kandangnya.

Tapi yang diajak ngomong sama Sisil nggak sih, dia geleng-geleng aja, terus lanjut utak-atik motor vespanya yang dikatain jadul sama Sisil tadi.

"Lo kalo mau bercanda, liat-liat dong, ngaco banget, yakali tahun 99,"gerutu  Sisil ketus.

Cowo itu lagi dan lagi menghentikan aktivitas mengutak-atik motornya, "Silahkan cek kalender di dalem rumah," jawab cowok itu kalem.

Tapi kali ini cewek yang ia ajak ngobrol malah diem, mingkem aja mulutnya, seperti sedang mencerna apa yang sedang terjadi disini.

Tanpa mengeluarkan sepatah kata, cowok itu berdiri dan menarik lengan Sisil tanpa permisi menuju ke dalam rumah. Beneran disuruh ngecek kalender.

Terlihat sebuah kalender besar yang di paku di dinding dekat meja makan dengan judul merek kalender lebih besar dibandingkan dengan tulisan Bulan Desembernya. Lengkap dengan ramalan bintang dan weton jawa yang semakin membuat Sisil melongo membuka mulutnya lebar tak percaya.

'mau bilang boong, nggak percaya, tapi ni kalender segala ada model cewenya. Mana jadul banget lagi style rambutnya, bukan taun 2019 banget yang modal pemandangan doang macem iklan indomie' batin Sisil dalam hatinya.

"Gimana, mbak? udah percaya?" tanya cowo itu seperti mampu membaca kalimat dalam hatinya Sisil yang masih meraung atas apa yang sedang ia lihat sekarang.

"Gue tetep nggak percaya. Terus gue tuh masih punya nama, nama gue Sisil," jawab Sisil seraya menatap cowok itu dengan tatapan sinis nan mematikannya.

Cowok itu menunduk, bermaksud menyamakan tingginya dengan Sisil (re: iya sisil pendek ges) "Yasudah, tapi saya juga masih punya nama, nama saya Bagas," ujarnya membalas perkataan Sisil.

"Emang gue nanya?" abis itu Sisil berjalan dengan ekspresi sinis khasnya meninggalkan cowok kaosan oblong sama celana kain khas baru bangun dengan langkahnya yang besar.

"Hp gue, mana anjrit hape gue hape gue,"
"Fuck! hape gue dimana anjir tadi ada disini kok ilang?"
"Nah ini diㅡ"

"Kamu nggak sarapan dulu? udah siang," pas banget cowok yang tadi ngenalin diri ke Sisil dengan nama Bagas memunculkan kepalanya memasuki kamar tidurnya Sisil.

Sisil yang mendapati ada cowok masuk ke kamar dia langsung nyilangin tangan di depan tubuhnya, "Heh! lo kalo mau masuk kamar gue ngetok dulu kekk, ga sopan."

Bukannya ngejawab, cowok itu malah melengos mengacuhkan perkataan Sisil sebelumnya dengan menaruh segelas susu dan makanan yang dibungkus kertas khas jualan abang-abang di gerobak.

"Saya nggak paham maksud perkataan kamu, tapi lebih baik kamu sarapan dulu, ini sudah siang," jelas Bagas seraya menatap sang empu di depannya.

"Oh iya, saya lupa, ini bukan kamar kamu, ini kamar saya. Bisa kamu lihat disana ada seragam saya dengan tulisan nama saya disana," lanjutnya dengan menunjuk seragam yang bertengger di lemari dekat meja belajar.

Bagas lagi dan lagi mengamati Sisil untuk meminta responnya. Tetapi, perhatiannya tertuju pada sebuah benda yang digenggam erat oleh cewek didepannya.

"Itu apa?" Sisil mengamati arah pandangan Bagas pada hp nya yang sedang ia pegang, "Ini? hp," dapat Sisil lihat Bagas masih menatap hp nya, sepertinya jawaban yang ia lontarkan tadi masih belum dapat diterima sang empu.

"Hp? handphone? iphone."

"Iphone? itu apa?"

Sisil mendengus kesal, "Ya hp anjir! ini nih gadget, buat nelpon....sms?" bukannya sebuah jawaban yang didapatkan, Bagas malah meraih hp Sisil dan dia pegang-pegang dan amati secara seksama.

"Oh gadget? Berat dan besar sekali, ya? seperti batu," Bagas merespon jawaban Sisil tapi pandangannya masih asik pada hp yang bermerek setengah apel milik Sisil yang sebenernya baru dia beli setahun kemarin.

Sisil menaikkan alisnya. "Kaya batu? enak aja lo! orang ringan begitu," "Tapi bentar, lo beneran nggak tau iphone itu apa?" sang pelaku hanya menjawabnya dengan geleng-geleng lalu menganggukan kepalanya. Tanda ia beneran nggak tau apa itu iphone dan mengiyakan pertanyaan Sisil.

Tanpa banyak ngomong, Sisil langsung merampas gadget yang berada di tangan Bagas dan mendorong tubuh cowok itu buat keluar dari ruangan yang masih diyakini Sisil sebagai kamarnya.

"Oke gue makasih atas susu dan nasi uduk? nasi goreng? nasi apa kek tapi please lo keluar dulu dari kamar gue, gue mau...mencerna dulu gue ADA DIMANA SEKARANG!!" suara pintu yang ditutup dengan kasar terdengar sampe ke 1 rumah. Bahkan, kaca jendela kamar di sana sampai bergetar.

"Padahal itu pecel ayam, Sama-sama ya! cepat dimakan. Kalau tidak, nanti rasanya sudah tidak enak lagi," dapat Sisil dengar ucapan Bagas dari luar pintu yang kemudian terdengar pula langkah kaki yang semakin berlalu meninggalkan pintu.

Sisil menyenderkan dirinya di bagian bawah tempat tidur, ia memegang kepala dan mengusap wajahnya kasar. Pikirannya masih belum bisa mencerna atas apa yang sedang ia hadapi.

Bagaimana bisa perkataannya yang asbun alias asal bunyi ini bisa menjadi kenyataan yang akhirnya membuatnya terlempar ke 20 tahun yang lalu? sebelum ia ingin melempar hp nya, Sisil mencoba untuk menyalakan iphonenya kembali, siapa tahu ia bisa menghubungi mamah dan papahnya? atau bahkan menelepon Zahra secepatnya untuk menjemputnya.

Nihil. Sisil benar-benar tidak bisa menyalakan hpnya sama sekali, padahal hp nya masih baru, ia baru membelinya 1 tahun yang lalu. Official di iboxnya langsung, bersih, mulus tanpa lecet, tanpa embel-embel dari 'boleh nego, bisa chat gan' sama sekali.

Entahlah, sepertinya selama beberapa hari kedepan, Sisil akan melewati hari demi hari di tahun 1999 ini tanpa tahu kejutan apa saja yang akan menantikannya nanti.






Jumat, 17 Desember 1999.

btw mau bilang makasih yang udah baca dan vote n komen cerita ini yah🫶🏻🥺🫰

ㅡReplay; Kim JunkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang