05 : bunda

14 3 0
                                    

ㅡreplayㅡ

"ndene lho buk, ikiㅡealah! Bagas! dari mana saja kamu?!"

"Bunda?"

Berkat 1 kata yang dilontarkan cowo di belakangnya, membuat Sisil terkejut bukan kepalang. Gimana nggak, situasi ini adalah situasi nggak terduga yang bakalan Sisil alamin.

Sisil malah ngiranya gimana kalo Bagas itu udah punya cewe? terus nggak sengaja cewenya itu ketemuan sama Sisil yang kebetulan lagi jalan berduaan sama Bagas? atau malah mergokin Sisil yang tinggal bareng sama Bagas? bisa berabe urusannya.

Tapi, ini ketemu sama cewe juga sih, bedanya ini ibundanya Bagas sendiri.

Sisil menengok ke Bagas yang ada di belakangnya, kini dia maju dan menyamakan posisi gadis yang lebih pendek darinya. Buru-buru Sisil balik ke belakang Bagas, sembunyi di punggung seluas samuderanya Bagas lebih tepatnya.

Bundanya Bagas yang semula sedang menelepon dan memanggil anak bungsu laki-laki satu-satunya, fokusnya beralih pada seorang gadis yang baru saja bersembunyi ke belakang cah bagusnya.

"Siapa to'?" tanya Bundanya Bagas dengan tatapan memicing yang terkesan mengintimidasi.

Sisil berjinjit, bermaksut ingin mengatakan sesuatu pada Bagas agar bisa terdengar olehnya. "Lo bilang aja, gue ngekos di rumah lo," Bagas dibisik-bisikin begitu kan kaget ya, merinding gitu telinganya kaya ada udara yang masuk, jadinya dia nengok ke belakang, ke tempat Sisil berada.

"Maksud kamu apa?"

"Ah, lama loㅡ"
"Saya Sisil tante, temen kosannya Bagas. Iya, Bagasnya buka kosan disini tante hehe," mendengar jawaban Sisil yang diluar dugaan, lantas bundanya Bagas mengalihkan pandangannya ke anaknya tanpa sepatah kata. Minta penjelasan.

Bagas agak ragu-ragu nih sebenernya, mau ikutan ke circle permainannya Sisil, atau jawab dengan jujur sesuai ajaran ibundanya sejak masih kecil?

"Betul, nak?" tanya ibunda sekali lagi pada anaknya.

Bagas menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, dirinya masih terjebak dalam pikirannya sendiri. "Iya bun, Bagas akhir-akhir ini baru coba buka, kebetulan rumah punya banyak kamar kosong juga kan," balas Bagas.

Bagas baru menyadari yang dia katakan tadi tidak sesuai dengan pikirannya. Ibarat, antara hati dan pikirannya lagi diskusi untuk mendapatkan jawaban, tapi mulutnya sudah lebih dahulu terjun bebas.

Melihat ibundanya yang mengangguk tanpa mengeluarkan suara dan masuk ke dalam rumah, lantas Bagas melangkah mengikutinya dari belakang.

"Sut sut, makasi, makasi makasi ya, ganteng."

Suara bisik-bisik mengganggu indera pendengarannya. Bagas udah tau sih siapa lagi pelakunya kalau bukan Sisil? tapi dia tetep nengok ke belakang. Nemuin Sisil udah berkomat-kamit sambil menunjukan gestur kiss bye padanya.

"Nduk, sini duduk," perintah ibunda pada anak lelaki satu-satunya yang ia tinggalkan sendiri di ibu kota untuk duduk di sofa sebelahnya.

Kalau boleh jujur, Ibunda Bagas awalnya tidak setuju dengan rencana meninggalkan Bagas sendirian di Jakarta atas usul kedua anak perempuannya.

Tapi, karena di desak dan ia juga baru menyadari betapa manjanya Bagas saat berada di rumah, akhirnya dengan berat hati, Ibunda Bagas setuju dan membiarkan Bagas untuk tinggal sendiri di rumahnya.

"Kabarmu gimana nduk? sehat-sehat to'?"
"Makannya wes gimana? teratur, kan?"
"Kamu rajin nyapu dan ngepel rumahnya ndak? kan bunda sudah bilang lebih baik kamu pake pem-"

"Bun, bun," potong Bagas seraya menggenggam kedua tangan bundanya dengan tatapan hangat.

Bagas sangat amat merindukan sosok ibundanya yang cerewet ini. Padahal, baru berjalan 7 bulan Bagas ditinggal sendiri sama bundanya. Tapi rasa rindu yang tertanam seperti sudah menginjak 7 tahun lamanya.

"Bun, Bunda baru ninggalin Bagas bulan April lalu, kan? belum ada 1 tahun. Alhamdulillah, Bagas kabarnya baik dan sehat bun."
"Bagas makannya lancar, meskipun baru bisa masak ikan, telur, tahu dan tempe. Tapi, selagi perut Bagas tidak sembelit dan diare, aman aja bun."
"Bagas tiap hari minggu rajin bersih-bersih kok bun. Abis dari sini kita keliling deh, bunda kasih nilai 1-100 seberapa bening dan kinclongnya kaca yang udah Bagas bersiin," lanjutnya, tidak lupa dengan senyuman khasnya.

Ibunda Bagas yang mendapat jawaban sesuai ekspetasinya pun membalas senyuman hangat anaknya yang ia rindukan. Bener-bener rindu banget sama anak lelaki satu-satunya ini.

Bagas masih kangen-kangenan sama ibundanya, ekspresinya langsung tegang pas ibunya tiba-tiba aja mengganti ekspresi jadi datar.

Bagas lupa, selain dapet senyuman hangat khas milik ibunya, ekspresi datar tapi mengintimidasi ini juga sering dia dapetin selama dia masih di rumahnya yang ada di Solo.

Tidak lain dan tidak bukan, ya... kelakuan manja nan magerannya Bagas inilah salah satu penyebabnya.

"Ada kenapa bun?" tanya acak adul Bagas setelah menelan ludahnya kasar.

"Ngomong opo kamu? ko kumur-kumur begitu," ujar ibundanya seraya tatapannya masih anteng ngeliatin Bagas.

"Nduk, kamu bener mulai buka usaha kos-kosan disini? Kok ndak ijin dulu sama ibun?" tanya Ibunda Bagas, nadanya terkesan enteng dan ringan sih, tapi entah kenapa Bagas malah nangkepnya berasa kaya lagi di interogasi di polisi.

Bagas menelan ludahnya kasar. "Iya bun, masih baru sih, dan yang baru kontrak juga baru 1 orang aja." Bagas memutar otak, kira-kira dia harus bilang apalagi ke bundanya biar ibundanya yakin atas perkataannya. "Bagas butuh uang juga sih bun, buat jajan," lanjut Bagas apa adanya.

"Buat jajan? yang ibun kasih awal bulan jajannya masih ndak cukup toh?"

Bagas menggeleng cepat, "cukup bun! cukup itu, anu yang Bagas maksud, Bagas mau coba dapat uang hasil usaha sendiri bun."

Ibunda Bagas mengangguk, membelai kepala anak kesayangannya. "Oalah, begitu toh maksudmu. Ibun pikir jatah bulanan yang ibun kasih belum cukup."

"Dah gede ternyata cah lanangku," ucapnya sekali lagi diiringi dengan senyuman hangatnya dan membelai kepala anaknya dengan penuh kasih sayang.

Sementara di ujung ruangan, ada sepasang mata yang mengintip pembicaraan kasih antara ibu dan anaknya. Tak lain dan tak bukan, Sisil.

Semenjak Bagas memasuki rumahnya lebih dahulu dan menggenggam kedua tangan bundanya, tatapan Sisil yang tidak terbaca pada mereka tidak lepas sedetik pun.

"Ngeliat mereka kaya nonton film ya? rasanya fiksi dan nggak mungkin banget kalo gue yang ngalamin."


ㅡreplayㅡ



Mau ngucapin makasih buat temen2 yang masih setia sama cerita ini, meskipun ditinggal 1 tahun. Jangan khawatir, aku pasti akan kembali !!

ㅡReplay; Kim JunkyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang