Lagi?

116 47 259
                                    

Beberapa tahun kemudian ...

"Aaa!" teriak seorang anak lelaki yang tengah dipukuli oleh orang-orang yang terlihat seperti perundung.

Kin hanya menatap anak itu dari kejauhan, melihat betapa menyedihkannya dia yang tidak berkutik sama sekali ketika tubuhnya disiksa oleh kakak kelas.

Setelah para perundung itu pergi, Kin menghampiri anak itu dan duduk di depannya.

"Sampai kapan kau akan diam saja?" tanya Kin dengan raut wajahnya yang datar tanpa rasa iba sedikitpun.

"Aku takut ... aku takut ...." Anak itu hanya berkata demikian.

"Jika kau takut, lawan! Mereka menyiksamu karena mereka tau kau takut. Kau harus bisa melawan mereka, dengan begitu kau akan terlihat kuat hingga mereka tidak akan menyiksamu lagi." Setelah berkata seperti itu, Kin pergi meninggalkan anak lelaki yang masih menangisi keadaannya saat ini.

Sepanjang perjalanan, Kin terus menunduk dan tak sengaja berpapasan dengan seorang wanita dengan aura yang berbeda.

Kin mengangkat wajahnya agar ia bisa melihat wanita itu. Gadis kecil dengan rambut panjang terurai, ia di ikuti beberapa lelaki di belakangnya tanpa ia sadari.

"Auranya dingin, namun tenang. Apa ini?" gumam Kin dengan berjuta pikirannya tentang gadis itu.

Beberapa bulan kemudian, ada sebuah berita yang mengabarkan bahwa seorang remaja tewas akibat tertusuk oleh remaja lain karena sebuah perundungan. Lelaki yang menusuk remaja itu hingga tewas adalah anak yang pernah Kin katakan untuk berontak.

"Aku memang menyuruhnya untuk melawan, tapi bukan untuk membunuh." Kin keluar dari ruang guru dan mengambil tas nya di kelas lalu pergi dari sekolah.

Sore itu cuaca sangat murung, langit yang mendung namun tidak setetespun air jatuh dari atas sana. Kin membeli minuman kaleng di sebuah warung kecil yang ada di pinggir jalan. Sampai ia memutuskan untuk pergi dari sana agar cepat sampai rumah.

Lagi dan lagi, aura dingin itu terasa semakin pekat di sekitarnya. Kin mencoba untuk mencari keberadaan aura itu hingga matanga tertuju pada seorang gadis dengan pakaian lusuh setengah basah, rambut dengan potongan yang berantakan dan juga luka lebam di tangannya.

Beberapa bulan lalu, gadis itu masih dengan penampilan primanya. Tidak dengan yang sekarang, dari kejauhan Kin melihat anak itu sempat terdiam di jalanan sepi menyeka air mata dan hidungnya yang mengeluarkan darah.

Bayangan tentang darah Ellena beberapa tahun silam menjadi trauma terbesar Kin hingga saat ini. Kin ingin mengikutinya, namun niat itu terurungkan ketika ia sadar bahwa hari sudah mulai gelap. Kin memutuskan untuk pulang dengan segera.

"Kin, kita akan pindah rumah minggu depan, jadi persiapkan barang-barangmu dari sekarang jangan sampai ada yang tertinggal." Baru saja Kin turun dari kamarnya, Ayahnya sudah berkata seperti itu.

"Kenapa harus pindah?" tanya Kin dengan nada tidak terima.

"Di kota ini terlalu banyak kasus pembunuhan, tidak aman lagi untukmu. Dan bisnis Ayahpun sedang di kelola di kota lain, jadi kita harus pindah," jawabnya sambil menaruh koran yang tengah ia baca.

"Boleh Kin bertanya? Apa pekerjaan Ayah?"

Ayah Kin terdiam sejenak dan tersenyum kecil, "Hanya pengusaha biasa."

"Pengusaha biasa tapi kenapa pekerjaan Ayah harus di rahasiakan dari orang-orang tertentu? Dan kenapa ketika ada teman ayah datang, aku harus bersembunyi?" Pertanyaan Kin mulai mengulik lebih dalam hingga sang Ayah tidak bisa berkutik.

"Kin ... belum saatnya kau tau," jawabnya singkat dan padat.

Kin memutar bola matanya, "Terserah deh, Kin mau ambil makan. Besok Kin akan membereskan barang-barangnya."

KINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang