Darah Pertama

118 62 340
                                    

⚠️Warning! Adegan kekerasan!⚠️
Mohon bijak dalam membaca, segala hal yang tertulis dalam cerita ini hanya fiktif belaka untuk hiburan semata.
Bukan untuk ditiru apalagi di coba!
16+
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Kin berjalan berdampingan dengan beberapa anak sekolah lain yang siang itu juga baru saja pulang sekolah. Sebari mencari seseorang yang ia harapkan akan muncul juga di tengah keramaian itu.

"Aku lupa ... dia adalah salah satu tersangka, jadi mana mungkin ia berkeliaran di tempat ramai seperti ini? Kalaupun ada pasti dia ak–"

Gumamnya terhenti saat matanya kini tertuju ke satu orang manusia yang tengah berjalan sambil tertunduk diantara banyaknya orang-orang di jalanan itu. Lelaki itu memakai jaket, masker juga dengan topi yang menutup rambut ikalnya mulai berjalan menjauh dari keramaian.

"Dia? Sasaran paling mudah," ujar Kin dengan senyuman miring lalu pergi dari keramaian kota itu.

Di malam harinya, Kin tengah duduk di atas batu pegunungan memandangi pemandangan di depan matanya. Begitu sejuk dan dingin, sesekali ia mengeluarkan katana miliknya dan beralih lagi ke hal lain.

Percaya tidak percaya dengan apa yang akan ia lakukan nanti. Kin tidak suka saat ia mengingat situasi masa kecilnya dulu. Kin selalu kehilangan orang-orang terdekatnya, bukan hanya di tinggal pergi tetapi juga mati.

"Dia juga pasti punya orang terdekat, mereka akan merasa sedih. Tapi ... yang setimpal hanya ini," gumamnya sebari memandangi langit yang menampakkan kegelapannya dengan secercah sinar dari bulan purnama.

"Orang itu masih suka merundung orang lain selain Ellena. Bahkan, dia adalah salah satu komplotan yang beberapa waktu lalu ketua perundung itu di bunuh oleh seorang remaja lelaki," ujar seorang lelaki yang muncul dan duduk begitu saja di samping Kin.

Kin memandang lelaki di sampingnya, "Siapa?"

"Azgar, aku akan membantumu malam ini."

Lelaki itu sepertinya seumuran dengan Kin, namun Kin tidak melihat ada senjata yang Azgar bawa. Apa ia seorang pembunuh?

"Mana senjatamu?" tanya Kin tanpa basa-basi.

"Ada, di rumah. Malam ini aku tidak akan membantu untuk membunuh, hanya sebagai umpan."

Bodoh! Pikir Kin, kalau keadaan darurat bagaimana? Kin tidak mau melindungi Azgar jika sesuatu terjadi padanya.

"Kenapa kau masuk ke komplotan ini?" Kin mulai membuka pembicaraan, yang sebenarnya juga sudah penasaran.

"Komplotan? PBD maksudmu?" Azgar mengerutkan keningnya ketika mendengar Kin menyebut kata 'Komplotan'.

"PBD? Sebenarnya kalian ini apa? Hingga mempunyai nama seperti itu?"

"Bos Besar belum memberitahumu tentang hal ini? Kalau begitu nanti saja ku beri tahunya. Sekarang ayo kita masuk untuk bersiap, kita akan berangkat bersama Gama dan Joy."

"Siapa mereka?"

"Sama seperti kita."

Setelah basa basi yang cukup panjang antara mereka berempat, akhirnya mereka berangkat dengan senjata masing-masing menuju sasaran.

Disisi lain, seorang lelaki tampak dengan santainya keluar dari minimarket di jam 10 malam. Ia meneguk minuman yang dibelinya dan melangkahkan kakinya menjauh dari tempat itu.

Sepanjang perjalanan, ia merasa sudah melewati jalan yang sama sebanyak 2 kali. Ia sadar sebanyak apapun berbelok, ia kembali ke tempat yang sama.

Lelaki ini mulai membuka kupluk jaketnya dan memperhatikan sekeliling, tidak ada hal aneh. Ia membuka earphonenya dan mendengar sayup sayup suara yang beriringan dengan angin sepoi-sepoi yang melewati tubuhnya.

KINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang