8. Tentang aku dan kilas balik masa lalu

41 8 0
                                    

Ada banyak orang bilang "enak ya kembali pada masa kecil, dimana kita belum tahu kalau dunia itu sekeras ini, yang hanya paham soal sebalnya terhadap matematika, fisika, kimia dan sederet angka lainnya. Apalagi kalau tugas."

Ya, betul. Memang benar, kalau kilas masa lalu kembali terulang dimana aku yang belum begitu paham soal amarah Ayah adalah tanda lelah ketika bertarung dengan keadaan dan banyaknya orang-orang. Dan aku yang belum begitu paham soal teriakan Ibu sebab sangat kesal ketika aku hanya diam tak mengerjakan apapun. Aku pun ikut kesal dengan sikap mereka yang seperti itu, bikin tambah stress aja.

Kau tahu? Dari 8 miliar penduduk bumi aku adalah salah satu dari banyaknya manusia pada saat masa kecil ada pengalaman yang jika aku reka kembali dalam ingatan, betapa kuatnya aku dulu. Lantas kenapa sekarang aku seperti jelly? Yang kesenggol sedikit langsung 5L + 1O (Lemah, letih, lesu, lunglai, loyo + Overthinking tanpa batas)

Kau tahu? Dulu orang-orang belum menyuarakan dan belum mengetahui isu pembullyan. Dimana anak SD yang beranggapan "hanya bercanda, namanya juga anak kecil" dianggap hal yang wajar. Ada satu teori yang baru aku baca akhir-akhir ini, dimana sudah banyak masyarakat aware soal pembullyan masa sekolah "luka batin akan terus diingat sampai besar" dan ya! Semua masih aku ingat sekarang. Bahkan namanya dan paras wajahnya, sampai pada ucapannya pun masih aku ingat dengan baik.

Dulu, saat usia ku menginjak 6 tahun tepatnya kelas 2 SD. Kalau ada yang bertanya "kok umur 6 tahun udah kelas 2 aja?" Ini dulu ya beb, kalau sekarang 6 tahun masih TK B. 🫠

Di umur yang ke-6, keluargaku ditimpa masalah yang cukup besar. Dimana pada saat itu Ayah mendapat fitnah yang luar biasa dari rekan kerjanya hanya karena kinerja yang bagus dipercaya banyak orang, hingga pada akhirnya seketika semua berbalik sesaat. Dikucilkan, dijauhi, di cemooh sana sini bahkan di kroyok secara masal. Sudah pasti aku cuma bertanya "kok gak ada yang mau main sama aku lagi?"

Belum cukup sampai disana, ayah terkena PHK tanpa ada pesangon padahal mengabdi sudah 10 tahun bekerja. Sedang disaat yang sama adikku yang ke-2 akan lahir dalam beberapa hari. Sampai pada saat itu aku belum mengetahui apa itu PHK? Kenapa Ayah hanya diam terus di rumah dan tidak bekerka?

Ada banyak cekcok yang ku dengar di dalam rumah, sampai dalam diam aku mulai paham apa itu PHK dan bagaimana semua itu bisa terjadi. Pada akhirnya ayah pergi menggunakan motornya untuk menarik penumpang. Yaaa! Ngojek. Tapi kalau dulu belum ada itu grab, gojek, atau maxim. Jadi cuma diam di pangkalan, sembari menunggu pelanggan datang untuk diantar ke tujuan.

Sayangnya hasil narik tersebut tidak cukup untuk biaya hidup. Sampai pada akhirnya ada langkah besar yang kedua orang tuaku putuskan dan merendam rasa malu yang besar dari tetangga kanan dan kiri. Kau tahu apa? Ibu dan Ayah sepakat untuk menjadi pemulung.

Iya, kamu gak salah baca kok. Di kontrakan yang kecil itu aku tidur bersama botol-botol bekas dan hidup dengan sehat, alhamdulillah. rasa marah, malu luar biasa, kecewa dengan keadaan. Aku di jauhi dan dibilang bau sampah, aku di kucilkan sebab ada teman yang melihat Ayah di tempat pembuangan sampah. Sampai di sekolah pun guru membiarkan ku meski semua teman di kelas memandang aku seolah aku buruk rupa.

Aku marah, marah dengan keadaan. Marah dengan Ayah yang kenapa tidak mencari pekerjaan yang lebih baik? Kenapa? Sampai ada satu waktu dimana aku mendapat fitnah di kelas, dengan motif mencuri uang. Aku yang tidak tahu apa-apa di caci maki. Lantas ketika pulang aku cerita kepada Ayah. Tanpa banyak bicara beliau menjadi orang pertama yang membentak semua orang dan berkata bahwa putri pertamanya tidak mungkin seperti itu sebab ia yakin dengan didikannya. Sedangkan aku hanya diam sembari menangis perhatikan Ayah yang terus berdebat dengan para guru juga orang tua. Ia marah, marah kepada semua orang. Ada satu kalimat yang aku ingat "Semua orang boleh menyalahkan saya, gak masalah saya di fitnah. Tapi kalau sampai itu terjadi sama anak saya, saya gak bisa diam aja."

Pijar NirmalaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang