Bab 12

47 6 0
                                    

Riuh suara tepuk tangan terdengar memenuhi seisi café tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Riuh suara tepuk tangan terdengar memenuhi seisi café tersebut. Ketika selesai membawakan sebuah lagu dengan iringan gitar akustik, Rano kemudian mengajak pengunjung sekaligus penonton untuk berinteraksi.

Disela-sela interaksi tersebut, tanpa diduga-duga sebelumnya Rano meminta Rami untuk naik ke atas panggung dan bergabung bersama mereka.

"Malam ini, untuk pertama kali setelah tour terakhir kami bertajuk Arround The Java. Bapak Produser yang terhormat, akhirnya kembali menemani event off-air kami. Mengingat betapa padat jadwal pekerjaan beliau. So, untuk lagu yang akan kami bawakan setelah ini. Alangkah baiknya, jika Bapak Produser juga ikut andil, bukan?" ujar Rano kemudian melepaskan microphone yang sebelumnya terpasang pada stand holder, lalu bergeser ke arah pinggir stage.

Diola yang duduk di samping Rami sontak melirik ke arahnya. Sementara Rinka dan Eleanis bertepuk tangan seraya memberikan teriakan penuh semangat.

Ah, ya. Dalam upayanya menumpulkan anggota lain. Nyatanya, Rinka hanya mampu membawa Eleanis untuk bergabung pada acara malam itu. Dengan catatan, Eleanis mau agar Rami ikut bersamanya ke 18 Hours Café setelah acara tersebut selesai.

Bukan apa-apa, setelah kepulangan mendadaknya dua hari yang lalu. Rami belum lagi menyempatkan diri untuk sekedar menjenguk kondisi terkini tempat usahanya tersebut. Biar bagaimanapun bisnis café tersebut masih merupakan tanggung jawab Rami juga. Jadi, wajib hukumnya bagi Rami untuk membantu Eleanis dalam mengelola bisnisnya tersebut sebagai seorang partner yang baik.

Dan sayangnya dalam kesempatan reuni dadakan itu, Iloise urung datang karena masih dalam shift kerjanya. Sayang sekali, mengingat pertemuan mereka yang tergolong jarang. Well, mau bagaimana lagi?

"Mr. Ramien Stanley? Please," Rano membungkukkan tubuhnya sambil mempersilahkan Rami untuk naik ke atas panggung.

Dengan ekspresi canggung, Rami tersenyum menanggapi kalimat Rano. Ia kemudian berdiri dan menoleh sekilas ke arah Diola. Sebelum menghampiri Rano, naik ke atas panggung. Pria itu sempat mengedipkan mata padanya.

"Thank you. Thank you, Mr. Stanley. Please, take a sit," ucap Rano lagi sambil mengarahkan Rami untuk mengambil posisi di balik sebuah digital piano yang tersedia di atas panggung.

Diola kontan membulatkan mata. Rami? Memainkan piano? Serius?

Dengan mulut sedikit terbuka, perempuan itu terlihat menggemaskan dari atas panggung. Rami sempat menyeringai ke arahnya sebelum ia mulai menekan tuts piano yang ada di hadapannya.

Sedangkan kedua sahabat yang duduk di sampingnya, menonton sambil berbincang santai tidak terpengaruh sama sekali dengan keterkejutan Diola.

Oke, sebelumnya memang pria itu pernah sekali menunjukkan kepiawaiannya bermain gitar saat mereka berlibur di Karimun Jawa. Tapi, ia tidak menyangka jika pria itu juga pandai memainkan alat musik lainnya.

CLOSURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang