Bab 14

55 7 0
                                    

Diola duduk menyamping, menatap kagum pada Rami yang baru saja selesai memarkirkan mobil yang ia kendarai di depan rumah neneknya.

Sesuatu yang bahkan tidak pernah Diola perhatikan sebelumnya. Membuat dirinya berdecak kagum ketika menyaksikan Rami menarik tuas handbrake menggunakan lengan besarnya. Entah mengapa Diola baru menyadari jika pemandangan tersebut sulit sekali ia tolak. Rami terlihat sangat seksi di matanya.

Perempuan itu tidak berhenti menatap kekasihnya, bahkan tanpa sadar hingga menggigit bibir. Ekspresinya lapar.

"Ada apa?" tanya pria itu heran dengan sikap Diola.

Perempuan itu menggeleng.

"Nope," balasnya.

Rami mengerutkan kening sejenak. Lalu beralih melepaskan safety belt yang melilit tubuhnya.

"Stay here," ucap Diola.

Rami tersenyum. "Ah, aku mengerti. Tatapan dan ucapan itu...," jeda sejenak. Pria itu kemudian mendekatkan wajahnya hingga tersisa tak lebih dari sepuluh senti saja dengan wajah Diola.

"Otak mesum!" bisik Rami sambil mengusap wajah Diola menggunakan telapak tangannya.

Praktis Diola memberengut. "Ram, ish! Siapa juga yang berpikiran mesum? Aku hanya minta kamu untuk tetap tinggal di sini malam ini. Itu saja," ujar perempuan itu mencari alasan.

"Untuk apa?"

Sedetik kemudian Diola tersenyum nakal. "Untuk menemani aku tidur malam ini," tandasnya diiringi dengan gelak tawa.

Rami menghela napas, ikut terkekeh.

"Aku tahu itu maksud kamu sebenarnya."

"Ram, apa kamu tega membiarkan aku tidur sendirian? Aku kedinginan. Ranjangku sepi," Diola merajuk manja.

"What's the problem? Bukankah selama ini kamu terbiasa tidur sendirian?"

"Ish!" perempuan itu mendesis. Dengan sekali gerakan Diola mengubah posisi duduknya—lurus ke depan sambil bersedekap.

"Well, kalau seperti itu maumu. Cobalah minta izin pada Ninda," kata Rami.

"Dan kalau Ninda mengizinkan?" sahut Diola.

"Then I'll stay."

Diola mengerlingkan pandang. "Okay. Sepakat!"

Rami mendengus. "Listen, Sweetheart. Besok kita akan kembali ke Semarang. Sementara barang bawaan kita tertinggal di apartemenku. So, tugasku malam ini adalah melakukan packing. Lalu setelah itu beristirahat."

Diola menarik salah satu sudut bibirnya. Namun, tetap memperhatikan ucapan Rami.

Pria itu benar. Selama beberapa hari ini dengan jadwal yang padat, tentunya banyak sekali energi yang terkuras. Belum lagi sejak berangkat dari Semarang, sampai dengan melakukan berbagai aktivitas selama di Bandung. Pria itu selalu mendampinginya, berperan sebagai supir pribadi-nya.

Dan ketika malam ini Rami melontarkan keinginannya untuk beristirahat. Maka, sangat tidak manusiawi jika Diola tetap meminta pria itu untuk tinggal bersamanya. Karena jika mereka bersama, tidak mungkin keduanya akan beristirahat dengan layak—seperti keinginan pria itu. Well, mungkin Rami butuh waktu dengan dirinya sendiri.

"Kamu mengerti maksudku, kan?"

Diola menautkan kedua alisnya. Tidak bersuara.

"Aku janji, besok pagi aku akan datang ke sini sebelum kamu terbangun," seloroh pria itu.

CLOSURETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang