Lingga Baganti- 15

810 100 6
                                    

Setelah sempat dijeda setengah jam lamanya, pembukaan pentas drama itu berjalan dengan meriah. Para murid Lingga Baganti datang, berkumpul di tempat yang telah disediakan. Setelah kejadian yang mengusik hidup mereka akhir-akhir ini, dengan adanya pentas tari tentu itu membuat suasana hati mereka sedikit membaik.

Para OSIS juga datang, ada tempat duduk yang telah disediakan khusus untuk ke sembilan anggota OSIS itu.

Delapan OSIS telah sampai di sana, tersisa satu orang lagi, dan mungkin ia tidak akan datang seperti tahun-tahun yang lalu. Ya, Saddam. Pemuda itu memang tidak pernah hadir dalam hal-hal seperti ini, orang-orang mengatakan disaat pertunjukan drama dimulai, ia akan menghabiskan waktu dengan buku-buku tebal di perpustakaan.

Seperti itulah hidupnya.

Tapi siapa sangka, kursi yang selama ini kosong berada tepat di samping Isamu sekarang terisi. Saddam baru saja datang, membuat semua OSIS itu terkaget dengan kemunculannya.

Sadar dengan tatapan semua orang padanya, Saddam menoleh menatap OSIS itu, tentu dengan pandangan datar khasnya.

"Kenapa?"

Finola menggeleng. "Gak, gak ada. Kami pikir Lo gak akan datang."

Saddam diam sebentar, ia tampak berpikir membuat para OSIS itu menatapnya penasaran. Ia kembali menatap mereka datar, lalu mengarahkan pandangannya ke panggung.

Kaivan berdecak. "Gue pikir Lo bakal ngomong sesuatu gitu, ada energi negatif yang Lo rasain mungkin. Tapi gue lupa Lo emang orang yang aneh dan susah ditebak."

Saddam hanya diam, tidak menghiraukan ucapan Kaivan sama sekali. Ia telah sering dikatakan aneh, jadi itu bukan lagi hinaan baginya.

"Jangan bilang kalo Lo bawa Daniel juga ke sini." Fannan bersuara.

"Daniel selalu mengikuti bayangan gue," jawaban singkat itu telah menjelaskan bahwa arwah Daniel memang ikut bersama Saddam, berada di antara mereka.

Obrolan mereka berhenti setelah musik baru saja terdengar. Itu berarti pertunjukan telah dimulai.

Semua bertepuk tangan ketika Edrea muncul, gadis itu tampak anggun dengan gaun bulu berwarna hitam, menarikan beberapa gerakan kecil, setelahnya diikuti dengan penari lain di belakangnya.

Sedangkan dikursi penonton, Saddam baru saja tercekat. Napasnya menjadi sesak, tidak jauh darinya, Daniel yang berdiri di sana juga merasakan hal yang sama.

Bibir Daniel yang awalnya pucat, sekarang berubah menjadi hitam. Tapi itu tidak berlangsung lama, mereka berdua kembali seperti semula setelah mengalami serangan beberapa detik.

Keduanya saling tatap, berkomunikasi dengan kontak mata. Bahwa ada sesuatu pada gaun hitam yang dikenakan Edrea itu.

Isamu yang menyadari perubahan sikap Saddam menoleh. "Lo oke?"

Saddam menghela napas. Ia ragu apakah harus mengatakan kepada Isamu atau tidak, tapi pada akhirnya ia hanya mengangguk memberi jawaban bahwa ia baik-baik saja.

"Lo kayak gak nyaman," ujar Ketua OSIS itu lagi.

Saddam menatap manik Isamu lekat. "Bukan hal besar."

Isamu sebenarnya ingin berkomentar lagi, tapi ia tahu bahwa Saddam tidak ingin mengatakan apa yang ia rasakan. Isamu hanya berharap bahwa itu bukan sesuatu yang berbahaya seperti kemarin-kemarin.

"Entah kenapa gue ngerasa gak srek sama gaunnya Rea." Cathan tiba-tiba saja berbicara.

"Maksudnya?" tanya Paris yang berada di samping gadis itu.

"Gaun itu cantik, tapi gak cantik," jawabnya.

Fannan mengernyit. "Gue benar-benar gak ngerti maksud Lo Cathan."

"Tapi Cathan benar, gue juga gak suka sama gaun itu." Finola berbicara.

Luna mengangguk. "Warnanya hambar."

"Gue juga gak suka sama gaunnya," imbuh Hikaru.

Kaivan mendengus. "Kalian aneh."

Fannan mengangguk. "Makanya gue gak mau pacaran, cewe itu rumit."

"Tapi gaun itu memang terasa hambar." Suara Saddam membuat mereka semua menoleh.

"Ngaco Lo, warnanya pekat gitu kok dikatain hambar," ujar Kaivan.

"Gaun itu diwarnai ulang, warna asli gaunnya sangat hambar," ujar Saddam kembali.

Kaivan mendengus. "Kayaknya selain bisa ngeliat setan, Lo juga bisa ngeliat keadaan barang sebelum diwarnai ulang."

Saddam hanya diam, percuma berbicara dengan Kaivan, dia bukan pemuda yang harus diajak berdebat.

"Lebih baik berhenti berdebat dan liat pertunjukannya." Setelah Isamu bersuara akhirnya para OSIS itu diam.

Saddam menatap lekat pada gaun Edrea, sebelum Daniel kembali bertingkah. Arwah itu menunjuk pada pojok ruangan, Saddam menolehkan kepalanya ke arah sana. Terkejut ketika melihat, bahwa bukan hanya ada mereka di sini, tapi ada satu sosok juga yang ikut menonton.

Alis Saddam mengernyit, itu arwah gadis muda, tubuhnya kurus kering dengan kulit pucat pasi. Dia menatap tajam ke arah Edrea, seakan memerangi gadis itu dengan tatapannya.

Arwah gadis itu menoleh ke arah Saddam, memolotinya dengan tajam. Saddam hanya menatap datar, sembari berujar kecil mengusir arwah gadis itu untuk pergi. Dan seketika, arwah itu menghilang dari pandangannya. Saddam menghela napas, ia harap apa yang ia rasakan sedari awal menginjakkan kaki di tempat ini bukanlah hal besar.

★★★

Pertunjukan sekarang berada di pertengahan cahaya, ketika sang angsa hitam menari bersama-sama dengan sekelompok angsa putih. Terdapat nilai moral yang disampaikan dari tarian indah para penari, perbedaan yang mencolok bukanlah sebuah hambatan.

Nyanyian diputar dengan irama yang sedikit menyeramkan dan mendayu-dayu, suara piano dan biola sangat dominan pada gerakan mereka semua.

Semua orang terfokus, indahnya lenggok Edrea yang bergerak indah di atas sana.

Tapi tidak jauh dari sana, seseorang sedari tadi duduk dengan rasa tidak tenang. Saddam, pemuda itu sedari tadi hanya menundukkan kepala, beberapa hal telah terasa aneh sejak kemunculan arwah gadis muda tadi.

Tapi entah kenapa, kepalanya benar-benar sangat pusing sekarang. Lama-lama rasanya semakin sakit, kepalanya terasa sedang diremas oleh sesuatu. Tetes demi tetes cairan merah pekat perlahan jatuh mengenai jemari putih pucatnya.

Ia terkesiap, semuanya menjadi tidak benar. Saddam mengangkat kepala, membulatkan mata tajam ketika arwah gadis muda yang tadi dilihatnya berjalan mendekat ke arah para penari.

"Saddam."

Isamu sadar keadaan pemuda di sampingnya, hidung Saddam berdarah dan itu membuat perasaan Ketua OSIS itu benar-benar tidak karuan.

Saddam cepat-cepat menghapus jejak darah yang meleleh di hidungnya, ingin berdiri tapi segera dihentikan oleh Isamu.

"Lo bilang semua akan baik-baik aja hari ini."

Saddam hanya menatap Isamu diam, keningnya mengernyit tapi tidak berniat mengatakan apapun. Menoleh kembali ke arah panggung ketika ia kehilangan arwah gadis muda itu lagi, tapi aura pekat dari kebencian dan dendam masih bisa ia rasakan, dan itu sangat dekat.

Sebuah erangan mengalihkan seluruh pertunjukan, para angsa yang tadi menari dengan sangat indah berhenti. Semuanya berteriak ketika sebuah lampu panggung tiba-tiba jatuh menimpa dua orang penari.

Suasana semakin tidak kondusif ketika seseorang tiba-tiba saja jatuh dari ketinggian, terdengar tawa kencang dari gadis yang baru saja terjatuh membuat semua orang berteriak.

"DIA DIRASUKI!"

"SELAMATKAN DIRI KALIAN!"

Dan semua individu nan malang itu berbondong-bondong berlari mencari pintu keluar, tidak ada yang menyangka pertunjukan yang bertujuan untuk menghibur mereka dari peristiwa mengerikan Lingga Baganti malah menjadi teror yang mematikan mental mereka.

Lingga BagantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang