Lingga Baganti- 36

650 102 0
                                    

Pagi menjelang, Isamu lebih dahulu bangun karena ketukan di pintu kamarnya. Ia melihat tiga orang yang mengisi ranjang teman sekamarnya masih sibuk bergelung dalam mimpi.

Ya, mereka semua memutuskan untuk menginap di asrama, juga memutuskan untuk mencari tahu semuanya dalam masa libur ini. Karena jika para murid bersekolah, terlalu beresiko dan membahayakan diri mereka.

Isamu bangun, ia masih memakai baju semalam, untung saja dia menyisakan beberapa pakaian di asrama untuk persediaan beberapa hari ke depannya.

Pemuda itu membuka pintu, langsung berhadapan dengan Saddam yang sepertinya pemuda itu telah segar. Ya ... Saddam menolak untuk sekamar dengan empat orang lainnya dan memutuskan untuk tidur di kamarnya sendiri di lantai paling atas.

Dan ya ... Isamu telah berjanji kepada Saddam bahwa mereka akan menggeledah gudang penyimpanan berkas sekolah nantinya, tapi ia tidak pernah menyangka bahwa Saddam akan datang sepagi ini.

"Emm sarapan dulu gimana?"

★★★

Sepuluh OSIS beserta Daniel, langkah mereka berhenti di sebuah pintu. Jelas sekali di depannya tertempel tulisan 'Hanya yang berkepentingan'.

Saddam menaikkan sebelah alisnya, ia merasakan aura aneh dari tempat ini, seperti sesuatu yang saling bertabrakan.

Isamu lebih dahulu maju, berkat menggeledah ruang guru tadi, ia berhasil menemukan kunci gudang ini.

Ketika kunci diputar, terdengar bunyi besi beradu dengan sangat keras, mengisyaratkan bahwa gudang ini sudah lama tak pernah disambangi. Tentu saja, semua data terbaru murid Lingga Baganti ada di ruang Kepala Sekolah, sedangkan data yang tidak diperlukan atau berkas lama akan diletakkan di sini.

Pintu berhasil terbuka dengan derit yang menyeramkan disaat keadaan sangat hening, terpampang jelas sebuah ruangan kecil dengan banyak amplop coklat dan juga kertas-kertas putih berada di rak, sebagian berserakan di lantai.

Mengikuti Isamu, semuanya masuk ke dalam sana, terakhir diikuti oleh Saddam dengan mata yang sedari tadi waspada. Entah kenapa, ia sangat tidak suka aura di tempat ini.

Ketika telah berada di dalam, Saddam melihat ke belakang, Daniel masih belum masuk. Langkah pelan pemuda itu berhenti tepat di depan pintu, wajah pucatnya mengernyit ketika melihat sebuah kaca besar yang menghambatnya, kaca itu memenuhi seluruh rongga pintu.

Apa ... Saddam tak melihat kaca ini?

Tapi untuk memastikan, ia mencoba melangkah menembus cermin itu. Seketika ia berteriak kesakitan, para OSIS terkejut dengan asap yang mengepul dari pintu, tak terkecuali Saddam yang membulatkan matanya.

Daniel menatap telapak tangannya yang baru saja terbakar. Sial, ini pembatas, ia tidak bisa melewatinya.

Saddam tampak berpikir, ia tidak melihat adanya sesuatu di pintu itu, tapi Daniel terbakar dan terpental ketika melewatinya.

"Kayaknya pintu ini emang dibuat khusus untuk Daniel." Saddam mengalihkan pandangannya pada Isamu.

"Ada pembatas gak terlihat di pintu, Daniel gak bisa masuk. Itu berarti mereka tahu suatu saat nanti kita akan datang ke sini. Rahasia kehidupan Daniel memang ada di sini," ujar pemuda berkacamata itu kembali.

Isamu menatap para OSIS, jelas sekali wajah mereka ketakutan.

"Cari data murid Lingga Baganti tahun seribu delapan ratus enam puluh tujuh, gue yakin nama Daniel Ogawa ada di sana."

Mendengar titah Isamu, para OSIS itu langsung bekerja. Mereka saling bekerja sama mencari informasi tentang murid Lingga Baganti pada tahun 1867. Sungguh itu pasti sangat sulit, mengingat tahun itu telah berlalu seratus lima puluh enam tahun yang lalu.

Dan di tahun setelahnya, Lingga Baganti diberhentikan karena bencana gempa, dan dibuka kembali tiga tahun setelahnya. Entah data itu ada atau sudah hilang bersama puing-puing juga jasad para korban waktu itu.

Lima belas menit terlewati, sudah banyak sekali kertas-kertas tebal yang berceceran di lantai. Para OSIS itu masih belum menyerah, Saddam menatap Daniel di luar yang berdiri diam, ekspresinya menjelaskan segalanya. Kalau benar Daniel adalah salah satu murid yang dikorbankan, betapa teganya mereka merenggut nyawa remaja tujuh belas tahun. Membiarkan jiwanya sendirian dalam kebingungan tanpa arah selama tujuh puluh tahun lebih.

Saddam tahu, betapa menyedihkannya semua ini.

"KETEMU!"

Fannan berteriak dengan napas yang memburu, semua orang segera mengerubunginya. Di tangan si pirang telah ada sebuah buku besar nan tebal dengan lapisan yang sangat kuno. Di depannya tertulis,

Lingga Baganti, leerling uit 1867

Bahasa Belanda.

Karena jelas sekolah ini awalnya merupakan sekolah yang diperuntukkan khusus untuk anak-anak Belanda juga anak-anak pejabat pribumi.

Fannan menyerahkan buku itu kepada Isamu, mereka semua benar-benar menunggu.

Ketika halaman pertama dibuka, mereka semua mengernyit bingung.

Duplicatie van gegevens uit bestanden die zijn vernietigd door de ruïnes van die tijd. Wij hebben leerlinggegevens verzameld, inclusief studenten die het overleefden, stierven ook bij de ramp.

Het is mogelijk dat we niet alle gegevens van alle leerlingen terug kunnen krijgen. overwegende dat er ook verschillende slachtoffers waren wier lichamen niet werden gevonden of wier lichamen niet langer werden herkend.

Gesigneerd, 1873.

Semua orang menatap Fannan, meminta pemuda itu untuk menerjemahkan maksud dari tulisan berbahasa Belanda itu.

Pemuda pirang itu menatap lamat kata demi kata dan kalimat demi kalimat, meskipun tidak terlalu fasih dalam bahasa Ayahnya, tapi ia bisa mengerti makna dari tulisan itu.

"Duplikasi data dari file yang dihancurkan oleh reruntuhan saat itu. Kami mengumpulkan data siswa, termasuk siswa yang selamat juga meninggal dunia dalam bencana tersebut. Kami mungkin tidak dapat mengambil semua data dari semua siswa, mengingat ada juga beberapa korban yang jasadnya tidak ditemukan atau jasadnya tidak dikenali lagi. Ditandatangani, 1873."

Kalimat Fannan membuat wajah mereka pias.

"Itu berarti ini bukan data sebenarnya?" tanya Luna.

"Maksud tulisan itu, data ini benar, tapi ada beberapa murid yang gak dimasukkan ke dalam sini karena kesulitan mendapat informasi, ada murid yang gak ditemukan dan ada juga murid yang jasadnya sulit diidentifikasi," jelas Fannan.

Isamu membalik halaman berikutnya dari buku tersebut. Wajah-wajah asing mulai terlihat di sana, yang kebanyakan berkulit putih dengan rambut pirang, ada juga yang berambut coklat.

Mereka semua diurutkan dari korban selamat hingga korban meninggal. Gerakan tangan Isamu berhenti ketika melihat foto seorang murid yang dirobek, sepertinya sengaja.

Mereka semua mengernyit, mereka menatap potongan nama yang tertinggal di sana.

-wa shankara.
1849
Selamat.

"Kenapa foto sama namanya dirobek?" Hikaru menatap lekat pada robekan itu.

"Mungkin dia sendiri yang ngerobek? Dia selamat pasca bencana itu, mungkin mengalami trauma dan gak ingin kenangan dirinya ada di Lingga Baganti lagi? Siapa tahu kan?" Kaivan berucap.

Semua orang mengangguk, Kaivan ada benarnya.

"Dari namanya, kayaknya dia anak pribumi. Mungkin anak pejabat," ujar Paris.

Merasa setuju dengan ucapan Paris dan dirasa tidak ada hal janggal di sana, Isamu membalik kembali halaman buku itu. Dan sampailah mereka pada para korban yang tak selamat.

Diam di sana, Saddam menatap datar buku itu, dirinya sedikit terganggu dengan foto yang dirobek tadi. Seperti, itu bukanlah hal yang semudah itu untuk ditelaah, hatinya pun tengah gusar entah kenapa. Entah apa yang tengah berkecamuk di dalam dadanya, entah itu kesedihan atau kebingungan. Yang pasti, raut wajahnya telah berubah semenjak ia melihat nama akhir dari foto murid yang dirobek tadi.

★★★

I'm sorry, bahasa Belanda di atas menggunakan translate, sorry untuk kesalahan penulisan dan kalimat.

Lingga BagantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang