Lingga Baganti- 34

705 96 0
                                    

Saddam menatap lekat Isamu, mengalihkan pandangannya pada Daniel sebelum menggeleng.

"Belum, masih ada satu teka-teki yang harus kita pecahkan."

"Apa itu?"

"Agar ritual itu lengkap, kita juga harus membakar tiga helai dari rambut anak yang dikorbankan. Itu dia masalahnya, gue buntu soal ini. Sebenarnya, siapa tiga orang itu? Dan jika mereka sudah mati, itu berarti tubuh mereka telah hilang, tapi kenapa syaratnya harus dengan rambut mereka?"

Kaivan tampak berpikir. "Itu berarti tubuh mereka masih ada 'kan?"

"Kalau begitu, tubuh mereka pasti disembunyikan." Luna berujar.

Semua orang terdiam, tampak berpikir. Mereka sama sekali tidak punya petunjuk tentang tiga nyawa yang dikorbankan, siapa mereka?

Fannan yang sedari tadi diam tiba-tiba teringat sesuatu. Bukankah Jaeja pernah berpesan kepadanya bahwa dia juga adalah anak yang terpilih di masa lalu untuk mengusir Iblis Hitam? Meski gagal, bukankah peristiwa itu juga pernah terjadi di masa lalu?

"Saddam, malam di mana Jaeja pergi, dia pernah bilang kalau dahulu dia juga adalah anak yang terpilih untuk mengusir Iblis Hitam, waktu itu di tahun seribu sembilan ratus empat puluh lima, mereka gagal karena pemimpin dari anak yang diramalkan belum bereinkarnasi dan akhirnya mereka mengambil jalan pintas untuk melindungi semua orang dengan pengorbanan mereka.

Jaeja menekankan, bahwa Daniel Ogawa bukan satu-satunya, Saddam lah yang satu-satunya. Hanya kalian berdua yang bisa mengakhiri semua ini, hanya sepuluh anak yang diramalkan juga jiwa yang dikorbankan di masa lalu yang bisa menang. Kalian benar-benar harus mengingat siapa diri kalian sebelum puncak serangan itu datang."

Saddam terdiam mendengar kalimat panjang Fannan, ia baru mengetahui bahwa peristiwa ini bukanlah pertama kalinya terjadi di Lingga Baganti, terbukti dengan pengorbanan nyawa Jaeja dan teman-temannya.

Ucapan Jaeja juga membenarkan bahwa Saddam adalah reinkarnasi dari seseorang dari Dinasti Kama yang sepertinya sangat kuat, kitab itu seolah berkata ia adalah seorang putra dari penguasa Kama waktu itu.

Dan juga ... Daniel Ogawa bukan satu-satunya melainkan Saddam lah yang satu-satunya. Kalau Daniel bukan satu-satunya, dan peristiwa yang sama pernah terjadi sebelumnya, itu berarti ...

"Apa Daniel adalah salah satu dari tiga nyawa yang dikorbankan itu?" Saddam menatap langsung pada Daniel.

Ini semakin terhubung. Daniel sama sekali tidak ingat tentang kematiannya, jiwanya yang seperti tersesat dan kehilangan arah dengan aura kesedihan dan kebingungan yang pekat. Tiba-tiba ia berada di Lingga Baganti tanpa tahu kenapa, bukankah semuanya sudah jelas?

"Kita benar-benar harus tahu tentang penyebab kematian Daniel, Daniel harus mengingatnya," ujar Fannan.

Saddam menatap pemuda itu, tatapannya datar dan sangat jelas dia kebingungan. Saddam menggeleng, dia tidak bisa melihat tatapan itu.

"Ogawa Daniel, bisakah Lo ingat kembali tentang penyebab kematian itu?"

Tidak menjawab, Daniel hanya memejamkan matanya, mencoba mencari-cari celah di mana ia bisa melihat ke masa lalu. Tapi tetap saja, seberapa sering ia mencoba, ia hanya menemukan di mana dirinya tiba-tiba terbangun di Lingga Baganti, awal dari penderitaan panjangnya.

Kali ini ia tidak bisa menyerah begitu mudah, ketika semuanya jelas, ia bisa beristirahat dengan tenang, karena sungguh jiwa tanpa tubuh seperti dirinya pun merindukan ketenangan.

Tubuh Daniel membayang karena ia berusaha mengingat terlalu keras, Daniel di dalam penglihatannya berhasil menemukan secercah cahaya redup, mencoba mendekatinya, tapi seolah ia ditarik menjauh.

Lampu minyak di sana bergoyang seperti ditiup angin kencang karena ketidak seimbangan energi di sana. Semua orang dapat melihat samar-samar bayangan tubuh pucat Daniel di seberang Saddam, membuat semuanya semakin menakutkan.

Saddam tampak khawatir, Daniel telah mengerahkan seluruh tenaganya. Tampak Garu di kendi ikut terganggu, hingga beberapa detik kemudian, baik lampu minyak dan Garu itu padam beriringan dengan sosok Daniel yang juga telah menghilang dari penglihatan Saddam.

"DANIEL!"

Pekikan Saddam bersambutan dengan teriakan ketakutan pada OSIS itu. Saddam berdiri, tubuh Daniel menghilang dari penglihatannya, menghantarkan rasa cemas. Seharusnya Daniel tidak mengingat terlalu keras.

Melihat Saddam berlari ke luar, semuanya mengikuti. Orang terakhir yang keluar dari pintu kayu rumah keluarga Delana adalah Kaivan, dia memekik ketakutan ketika tepat di belakangnya pintu itu tertutup dengan keras sendirinya.

Membuat pemuda itu bersumpah bahwa ia tidak akan menginjakkan barang satu langkah pun ke tempat ini lagi.

★★★

Malam ini terasa sangat berbeda, terasa sangat panjang dengan suasana yang dingin. Gedung tua nan besar itu tampak sepi, bahkan dengan tidak adanya kehidupan setelah ditinggal pergi para individu untuk berlibur.

Tubuhnya terbangun, mendapati dirinya sendiri tergeletak di dinginnya lantai Lingga Baganti. Membuatnya seketika mengalami Deja Vu, kejadian dan posisi yang sama persis ketika pertama kali ia membuka mata dan mendapati dirinya berada di Lingga Baganti.

Ia pikir, dirinya sama seperti mereka yang ia lihat datang dan pergi bergerombol. Bercerita seperti tidak punya rasa kebingungan yang sama seperti dirinya.

Tapi semakin ia melihat, semakin ia mengetahui. Ketika ia berniat menyapa beberapa orang yang tengah menghabiskan malam di ruang DJ, semuanya kabur dengan teriakan histeris.

Ketika sore, ia menyapa seorang individu yang tengah menyapu halaman, dia pingsan.

Ketika malam, ia datang ke salah satu kamar, ia mendengar namanya disebut sedari tadi. Sedikit bahagia karena mereka mengenalnya, mengenal perawakannya, mengenal warna rambutnya. Tapi senyuman itu berubah menjadi lengkungan ketika anak-anak itu bercerita tentang dirinya dengan ekspresi ketakutan.

Ketika dia berdiri di depan cermin, melihat murid di sana bersenda gurau, asap membubung tinggi dilepaskan dari mulut mereka. Menyadari, bahwa ia berbeda. Membandingkan pakaiannya dengan pakaian mereka, cara berbicaranya dengan cara berbicara mereka, warna kulitnya dengan warna kulit mereka, meskipun sedikit lambat, tapi ia mulai mengerti.

Bahwa dirinya, Daniel Ogawa, dirinya telah tiada. Eksistensinya selama ini dianggap sebagai roh gentayangan penunggu sekolah, bukan sebagai makhluk yang sama-sama bernapas seperti mereka.

Ia menatap dirinya sendiri, warna kulitnya yang sangat pucat bagaikan tidak ada darah yang mengalir dari sana. Dengan tangan yang bergetar, ia mulai meraba dadanya, dan di sanalah untuk pertama kalinya air mata yang entah berasal dari mana turun meluruh dari maniknya.

Sekali lagi ia disadarkan, tidak ada detakan di jantungnya.

Itu merubah dirinya dalam sekejap, ia hanya menatap individu itu dari kejauhan. Mengasingkan diri yang memang dari awal sudah terasing. Tapi, bagaimana jiwa penasarannya yang haus perhatian, ia ingin orang-orang melihat padanya, ia ingin orang-orang menyadari keberadaannya, ingin orang-orang tahu bahwa Daniel Ogawa benar-benar ada, dia mulai menampakkan dirinya, meski tidak sering, tapi itu berhasil mengantarkan namanya ke dalam banyaknya blog yang ditulis pada murid bahkan alumni yang menceritakan betapa menyeramkannya arwah murid Jepang-Belanda, urband legend Lingga Baganti, Daniel Ogawa.

Dari mata ke mata, mulut ke mulut, telinga ke telinga, tulisan ke tulisan, hingga namanya tersebar luas, bahkan orang yang bukan warga Lingga Baganti pun tahu siapa dirinya. Desas desus yang tidak sepenuhnya benar, bahkan ditambah dan dikarang, membuat eksistensi dirinya begitu menyeramkan.

Dari sanalah, puluhan hingga ratusan tulisan di sosial media tentang dirinya, mengantarkan seorang pemuda berkacamata dengan kemampuan spesial memilih Lingga Baganti sebagai tujuannya untuk bertemu dengan sang urban legend, Daniel Ogawa.


Lingga BagantiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang